01

1.4K 102 39
                                    

"Udah belum?" tanya Aruna mulai tidak sabar.

Seorang gadis yang baru saja selesai mengikat tali sepatunya itu menoleh, lalu bangkit. Dia sedikit memperbaiki seragam sekolahnya, kemudian mengangguk.

Anna. Sahabat yang sudah Aruna anggap seperti Kakaknya sendiri. Usia Anna dan Aruna tidak jauh berbeda, hanya saja Anna lebih tua lima bulan darinya.

Aruna menghela napas panjang, "Aaaaaaaaa.. Males banget sekolah anjir."

Anna hanya diam, tidak berkomentar. Setelah selesai mengunci kost-annya dengan rapat, Anna melenggang dengan santai meninggalkan Aruna yang benar-benar tidak mood sekolah hari ini.

"ANNA! IH KOK GUE DITINGGALIN SIH?!" ANNAA!"

Kayaknya cuman Aruna yang bisa memanggil Anna tanpa embel-embel Kakak. Sebenarnya Aruna mau-mau saja memanggil Anna dengan sebutan Kakak, namun Anna sendiri yang memaksanya untuk tidak memanggil dirinya seperti itu. Katanya sih biar tidak dikira tua banget.

Aruna dan Anna tinggal bersama di sebuah kost-kostan tidak jauh dari sekolah mereka. Selain hemat biaya kendaraan, jadi bisa olahraga setiap paginya karena berjalan kaki. Tempatnya juga strategis, hanya butuh beberapa menit agar sampai ke sekolah.

Rintik hujan masih turun, namun tidak sederas subuh tadi. Suasana yang sangat cocok untuk rebahan sambil nonton drama Korea. Apalagi kalau nontonnya dengan di temani indomie. Duh!!

Mendengar Aruna yang meneriakinya membuat langkah Anna terhenti, Anna menatap tajam ke arah Aruna.

"Bacot," ucap Anna lalu kembali berjalan.

"Dih?"

Mau tidak mau, Aruna harus mengejar Anna yang sudah semakin jauh darinya.

"Ann," panggil Aruna.

Aruna, seorang gadis biasa yang selalu ceria dan lucu di mata orang-orang. Ia termasuk orang yang cukup mudah beradaptasi dengan lingkungan, namun ada satu hal yang sampai sekarang sulit baginya hadapi. Yaitu, berbicara di depan umum dan ketika semua atensi orang-orang terpaku padanya. Takut dan rasa cemas berlebihan adalah hal yang sangat dihindarinya selama ini. Mempunyai latar belakang mental yang tidak cukup bagus membuatnya harus tetap menjalani kehidupan layaknya orang normal.

"Hm?"

"Lo ga ada niatan nyari duda gitu?"

Anna lantas menoleh, "Stres nih anak."

"Sugar duda kayaknya keren deh," sambung Aruna kemudian tertawa.

"Ya udah lo gerak, gue admin."

Aruna berhenti tersenyum, "Sialan."

"Eh tapi kalau di pikir-pikir punya sahabat cantik terus ga di pakai kan sayang Run, sabi lah lo open BO sana! Hahaha."

"Yeu! Gue dong jadi korban," kata Aruna tidak terima.

"Yang penting kan dapet om-om berduit.. Gapapa tersiksa bentar, entar kita kuasain bareng hartanya."

"HAHAHAA!!!" Aruna dan Anna tertawa kencang. Tak peduli orang-orang yang lewat dan memperhatikan aneh ke arah mereka. Bagi Aruna, tidak apa-apa jika tidak mempunyai banyak teman. Yang penting, dirinya bisa selalu bersama Anna.

**********

Aruna menyandarkan punggungnya pada kursi sambil mengetuk-ngetukkan pulpennya di atas meja.

"Kak Raka mana ya?" gumamnya sambil melihat layar handphone di atas mejanya itu, berharap ada sebuah notifikasi yang masuk.

Aruna merebahkan kepalanya di atas meja, menatap langit cerah di luar sana.

"Gabut banget.."

Bell masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, namun belum ada tanda-tanda guru akan masuk. Ingin sekali rasanya Aruna bolos ke kantin.

"Runa. Lo tau ga?"

Dengan malas Aruna mengubah posisi kepalanya menghadap pada teman sebangkunya.

"Ga."

"Ada anak baru."

"Siapa?"

"Ituuuu," kata Anna sambil memberikan kode lewat matanya yang tentu saja tidak Aruna mengerti.

"Yang nanya."

"ISH!"

Aruna menatap datar sambil menghembuskan napas malas akhirnya Aruna bertanya, "Cewe apa cowo?"

"Cowo."

"Oh, ganteng ga?"

"Noh liat aja sendiri," ujar Anna sambil menunjuk seseorang di kursi belakang Aruna.

Aruna sedikit menoleh, kemudian kembali menghadap ke depan heran. "Lah??"

"Apaan?" bisik Anna sambil mencondongkan badannya ke arah Aruna.

"Perasaan tadi ga ada orang disitu, kok gue baru liat sih?" Aruna ikut berbisik.

"Siapa suruh melamun.."

Aruna tersenyum kemudian menaikan sebelah alisnya. "Lumayan lah, gantenggg."

"Setan."

Aruna tergelak. "Bodo amat sih, orang emang ganteng."

Anna menghela napas pelan, ia sudah duduk seperti semula. Membuka-buka bukunya secara acak. "Btw ada PR ngga sih?" tanya Anna.

"Ada," jawab Aruna enteng.

"LAH ANJIR KOK GA NGASIH TAU SIH!"

"LAH LU GA NANYA!"

Anna nyengir kuda, "Aruna cantikkk.."

"Perasaan gue ga enak nih."

"Gue nyontek yaaaaa.. Pleaseeeee.. Mumpung gurunya belum masuk nih."

Aruna tersenyum, "Traktir makan sate nanti malem."

"Deal!" ucap Anna semangat.

Setelah memberikan buku nya pada Anna, Aruna reflek menoleh kebelakang.

Ternyata sejak tadi, laki-laki di belakangnya ini memperhatikan mereka. Sungguh memalukan.

"Gue Aruna, salam kenal."

Aruna mengulurkan tangannya dengan mudah kepada anak baru tadi. Emang dasar Aruna, ga ada malunya. Tanpa sengaja ia melihat sekilas name tag di baju laki-laki di depannya.

Langit Genandra? Batin Aruna.

Laki-laki di hadapannya masih diam menatap uluran tangan Aruna. "Langit," ucapnya membalas uluran tangan Aruna.

Aruna mengangguk lalu tersenyum, lalu melepaskan jabat tangannya. Baru saja ia ingin menghadap ke depan lagi, tiba-tiba Anna sudah menatapnya sambil geleng-geleng kepala.

"Apa sih?"

"Lu kok gercep banget sih anjir.."

Ayoo jangan lupa di vote dan komen ya kasep, geulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayoo jangan lupa di vote dan komen ya kasep, geulis.. Terima kasih!

Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang