Tepat tiga tahun yang lalu Raka kehilangan cintanya.
Raka berjalan pelan membuka pintu. Sekujur tubuhnya basah akibat nekat menerobos hujan. Katanya sih, nanti kalau hujannya ga berenti malah makin kemaleman dia pulang.
Raka tersenyum saat mengingat mimik wajah Aruna yang tidak kalah terkejutnya dengan Anna saat dia menyebutkan tentang tunangannya tadi.
"Kamu dari mana aja sih nak? Ibu khawatir banget.." Tangan yang mulai keriput namun tak menghilangkan kelembutannya itu mengelus pelan pipi Raka.
Raka tersenyum, "Raka kan udah bilang sama Ibu.. Raka mau jalan bareng temen."
"Temen apa temenn?" goda Rinda---Ibu Raka.
"Temen Ibuuu.."
Rinda tergelak saat melihat wajah putranya memasam. "Yaudah ganti baju sana, bersih-bersih, entar sakit," perintahnya.
Raka mengangguk bersamaan dirinya melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
Jari-jarinya menguatkan genggaman pada gagang pintu kamarnya dan perlahan memperlihatkan isi kamar laki-laki itu. Raka yang memasuki kamarnya langsung berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai, Raka merebahkan diri di atas kasur tanpa memperdulikan air pada rambutnya yang basah menetes, membasahi tempat tidurnya nanti. Sesekali tangan berurat itu juga mengacak-acak rambutnya.
Raka meraih benda pipih yang tergeletak di sebelah bantalnya. Raka menatap layar handphonenya lekat, sempat dirinya terdiam. Tapi dirinya kemudian menarik napas panjang, dadanya sesak, ada rasa tercekat pada tenggorokannya.
Hampir saja ia lupa hari ini.
Sesuatu yang tertahan dipelupuk matanya kini terjun dengan bebas. Bagaimanapun Raka mencoba menahannya, tak bisa ia pungkiri ini sangat sakit.
Dadanya terasa di hantam oleh sesuatu membuat Raka beberapa kali memukulnya, namun bukannya membaik rasa sakit itu kian makin menjalar.
Hancur sudah tembok pertahanannya.
"Gue kangen banget sama lo, Sa.."
Cairan bening itu tak berhenti mengalir membasahi wajah Raka, bahkan semakin deras.
Ingin rasanya Raka memaki Tuhan, tapi begitu tak pantasnya diri ini menyumpahi Tuhan akan takdir yang di berikannya. Raka terus bertanya-tanya, sampai kapan rasa rindu ini terus mendekam tanpa ada sesuatu yang bisa menguranginya? Raka rindu senyum dan suara tawanya kekasihnya itu. Bahkan tahun demi tahun berlalu tak sama sekali mengurangi rasa rindunya.
07 Agustus 2018.
"Ibu! Raka jalan dulu ya!" ujar Raka menyaringkan suara agar terdengar ke sampai ke dapur.
Raka kini tengah berdiri didepan kaca, sibuk menyisir asal rambutnya dengan jari. Biarlah rambut acak-acakan, nantipun dijalan kering sendiri. Pakaiannya juga sudah rapi.
Tentu harus rapi, masa mau jemput calon istri berantakan. Sudah dipastikan ada calon mertua juga disana. Sungguh, Raka sangat bahagia!
Akhirnya ia bisa membawa kekasihnya pulang.
"Eh mau kemana?!" ujar Rinda ikut berteriak
"Nyari makan buat di bawa kerumah sakit, Bu."
Setelah berpamitan, Raka dengan kecepatan kilat mengambil kunci motor yang menggantung di dinding ruang tamunya.
Saat ingin menaiki motor, gerakannya tiba-tiba terhenti, ketika merasakan ada sesuatu yang bergetar beberapa kali pada saku celananya. Raka segera meraih handphonenya.
Baru saja ia menekan tombol power tiba-tiba saja handphonenya mati. Ah, Raka lupa mencharger handphonenya. Ia mengambil power bank didalam tasnya lalu menghubungkannya.
Sehabis mampir sebentar ke warung terdekat untuk membeli minuman dingin. Tangannya dengan sigap mengambil handphone dalam tasnya.
Raka mendengus kala tahu baterai-nya baru terisi sepuluh persen. Walaupun begitu Raka menekan lama tombol power handphone miliknya agar menyala.
Kedua alis Raka menyatu kala mendapati banyak notif dari handphone nya. Puluhan panggilan tak terjawab dan pesan tak terbaca terus muncul pada layarnya.
Ting! Ting! Ting!
Benda persegi panjang itu terus berbunyi. Raka sempat terdiam, membiarkan pemberitahuan itu berhenti sendiri.
Dengan ragu-ragu, jari Raka menyentuh layar benda pipih tersebut untuk membaca pemberitahuan yang masuk.
7 missed calls from Ibu
5 missed calls from Bayu
3 missed calls from Bapak
16 unread messages Bayu
2 unread messages Nesa
Tubuh Raka kaku, perasaan tak enak menerjang dirinya sekarang. Beribu pikiran negatif berusaha di tepisnya dengan cepat.
Hanya ada sebuah kata dalam otak Raka saat itu, "Semoga semua baik-baik aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aruna | Mark Lee ✓
Roman pour Adolescents❝Lo tuh harusnya hati-hati, entar lo suka sama gue. Mampus lo!❞ ❝Gak dulu, makasih.❞ ©jaayrxs 2021