23

243 48 0
                                    

Aruna masuk ke dalam rumah dengan suasana hati yang kacau. Beberapa detik kemudian Aruna memukuli kepalanya sambil menahan teriakkan.

Udah persis banget kayak cacing kepanasan si Aruna jingkrak-jingkrak ga jelas, pas nyampe ke kasur guling-guling.

"Mampus! Mampus! Mampus!"

Aruna malu, kesal, marah, senang dan sedih menjadi satu sekarang.

Kejadian satu bulan yang lalu terngiang-ngiang di kepala Aruna, tentang Langit yang tak sengaja ikut-ikutan masuk ke dalam masalahnya. Mulut Aruna jadi ga bisa diam kayak orang lagi baca jampi-jampi gara-gara ngatain Lungguh ataupun Langit.

"AKHH! GILA GUE LAMA-LAMAA!" pekik Aruna dengan suara terpendam akibat bantal yang menutupi wajahnya.

**********

"Jelasin langsung sama Bunda gue, alasan kenapa gue berantem sama mantan lo, satu bulan yang lalu."

"Eh, lebih kali ya?" lanjut Langit.

Aruna mengedipkan matanya mencoba memastikan apakah ini nyata atau dirinya memang sedang bermimpi.

"Hah?"

Langit tidak mengulangi kalimatnya, namun ia menjadi menatap lekat Aruna. "Jangan pura-pura bego, deh."

Aruna meraup napas dalam-dalam sebisa mungkin, entah lebay atau bagaimana, oksigen disekitarnya seperti berkurang.

Sempat hening, Aruna tidak berani berbicara atau menyahut barang satu katapun pada Langit.

"Runa?"

"Hah?"

Langit mengulum senyum namun tak bertahan lama karena setelahnya laki-laki itu tertawa, "Hahaha! Muka lo lucu banget!"

Aruna hanya bisa menatap tajam Langit, padahal mah salting.. WKWKWK.

"Langit ihhh!! Ga lucu tau!" ujar Aruna kesal sambil memukul Langit.

"Aduh! Eh, sakit anjir!" protes Langit tidak terima. Gimana ga kesel, Aruna mukul orang ga mikir-mikir gitu. Bunyinya ampe nyaring banget.

Aruna menatap sebal Langit. "Kalau bercanda jangan gitu dong... Gue takut tau!"

"Loh kenapa? Nyokap gue kan ga makan orang, Run."

Aruna kembali memukul Langit, tapi kali ini tidak sekuat tadi. Yang dipukul cuman cengengesan.

Aruna sempat kembali diam. Mungkin yang Langit lihat Aruna sedang melamun, padahal kinerja pada otaknya sedang loading. Aruna emang lemot sih, makanya loadingnya lama.

"Eh tapi Lang," panggil Aruna karena sudah ingat ingin berbicara apa.

"Hmm, kenapa?" jawab Langit yang kini tengah sibuk memasang helm-nya.

"Lo— Dimarahin?"

"Hah? Maksudnya?"

Dengan sedikit ragu-ragu Aruna mencoba menjelaskan. "Itu.. Pas lo berantem kan orang tua lo sama Lungguh dipanggil ke sekolah."

"Ya, terus?"

"IHHHH!"

Langit menjauhkan sedikit tubuhnya dari Aruna, takut kena pukul lagi. "Apa sih? Ngomong yang jelas makanya."

"Lo marahin ga?"

"Ya pasti dimarahin sih, cuman—" Tak tahu mengapa, tiba-tiba saja Langit menggantungkan kalimatnya.

"Cuman apa?" tanya Aruna dengan alis yang bertautan.

"Gapapa."

"Halah! Bohong kan lu? Langit.. Maafin gue ya.. Maaf Lang, maafin gue, maaf bangettttt. Yaallah banyak banget dosa gue sama lo. Langit, Maaf bangettt!" Aruna menyatukan kedua tangannya memohon.

"Ngga usah lebay. Kalau mau minta maaf, minta maaf langsung sama nyokap gue."

Aruna otomatis menghentikan aksi memohonnya lalu mengerucutkan bibirnya,, "Ga berani, takut..."

Langit tersenyum kemudian menyalakan mesin motornya. "Ya udah gue pulang dulu yaa. Kunci pintu baik-baik, kalau ada orang ga di kenal jangan dibukain pintu. Oke?"

"Oke boss!! Lo langsung pulang, jangan mampir sana-sini, udah mau magrib."

"Iya iyaa. Eh gue baru inget mau ngasih tau lo satu hal lagi."

Mendengar itu Aruna bertanya-tanya dalam hati namun ia memilih tidak menyahut, membiarkan Langit menyelesaikan ucapannya itu.

"Nyokap gue nitip salam sama lo. Katanya kapan-kapan main ke rumah, Bunda mau ketemu sama orang yang bikin anaknya ngebelain orang sampai diskorsing dari sekolah."

Butuh beberapa detik untuk Aruna dapat mencerna ucapan Langit, hingga akhirnya Aruna benar-benar shock bukan main. "HAH? EH LANG, LO BERCANDA KAN? BERCANDA KAN LO? HAHH? SUMPAH DEMI APA LANG?! WAHH PARAH.."

Langit mengangkat kedua bahunya tak acuh. "Terserah aja kalau ga percaya. Gue mau pulang," kata Langit sembari menggas motornya.

Aruna mendengus kesal, menatap punggung Langit yang semakin jauh dari penglihatannya.

Dalam hati Aruna berteriak frustasi, "OHHH JADI INI ALASANNYA?! INI ALASANNYA DIA NEGUR GUE LAGI? AKHH ANYING GUE TANDAIN MUKA LO YA LANGG!!"

Dalam hati Aruna berteriak frustasi, "OHHH JADI INI ALASANNYA?! INI ALASANNYA DIA NEGUR GUE LAGI? AKHH ANYING GUE TANDAIN MUKA LO YA LANGG!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang