27

251 47 1
                                    

Seperti biasa, Aruna melahap habis makanan kesukaannya itu. Apalagi kalau bukan sate Mang Ahman! Duh cinta banget lah pokoknya.. Sama sate nya ya, kalau sama Mang Ahmad— Ga dulu deh, hehe. Tapi Aruna dan Anna sayang juga kok, udah kayak orang tua sendiri malah.

"Laper banget kayaknya," celetuk Raka melihat kedua gadis didepannya seperti tidak makan berhari-hari.

"ENAK BANGET AAAAAAAA!" teriak Anna tertahan.

Gimana ga enak? Orang di traktir!

"Jadi kenapa nich? You tiba-tiba ke kost-an, biasanya ngabarin dulu."

"Dibilang kangen kamu," kata Raka tersenyum manis.

Aruna memutar bola matanya, "Yang serius, Kak.."

"Kamu mau aku seriusin?"

"Dih?" ujar Anna tiba-tiba menyahuti obrolan keduanya. Ga tau ini mah, reflek banget mulutnya Anna pas ngeliat Raka gitu. Mau jijik, tapi ga ada jelek-jeleknya. Malah ganteng banget.. Kalau aja Anna ga bareng Jefri, mungkin dia udah pepet si Raka.

Raka menahan tawanya, "Iri bilang sahabat."

Anna mengangkat bahunya tak acuh, "Ogah."

"Ya emang kangen gimana???"

"Masaaaaa?" tanya Aruna memastikan.

Abisnya aneh! Biasanya yang ngomong kangen duluan pasti Aruna mulu. Kok jadi tiba-tiba gini sih?

"Iyaa cantik.."

Aruna cepat-cepat memepetkan badannya ke dekat Anna. Sampai-sampai Anna jadi ikutan ke geser.

"Kenapa sih Run?!"

Detik itu juga, Aruna mendekatkan mulutnya ke telinga Anna. "Raka kenapa anjir???"

"Ga tau cuy! Tapi ini beneran aneh deh. Kok tumben ya?"

"Ngapain sih pada bisik-bisik gitu?" tanya Raka heran.

Anna tersenyum licik. "Kepooo!"

"Lo kenapa Kak?"

"Apanya yang kenapa?

"YA ELO KENAPAA???" Aruna teriak pakai tenaga dalam, sampe Mang Ahman yang dari tadi cuman ngeliatin mereka ikutan kaget.

"Aruna anj—"

Dengan secepat kilat tangan Aruna membekap mulut Anna. "Lo mau di sambit sama Amang?" ujar Aruna memperingatkan yang dihadiahi gelengan kuat dari Anna.

"Lah? Orang gue ga kenapa-kenapa tuh. Emang kenapa?" Raka balik bertanya.

Aruna menghembuskan napas lega, "Kirain.."

"Run," panggil Raka.

"Hm."

Jangan salahin Aruna, siapa suruh manggil pas dia ngunyah. Kan jadinya ga bisa nyahut.

"Gue seriusin ya?"

"Hah?"

**********

Napas Anna menghembus pelan, "Samarinda hujan mulu deh."

"Ga boleh gitu sama rahmat Allah," peringat Aruna.

"Iya sih... Tapi tumben banget tau."

"Jadi pawang hujan gih."

"Males, gue cukup jadi pawang Jefri aja."

"Iya deh, si paling setia," beo Raka.

Sudah sekitar dua puluh menit Aruna, Anna, dan Raka berteduh di warung Mang Ahman namun belum ada tanda-tanda bahwa hujan akan berhenti.

Mah Ahman menyeruput teh panas yang dibuatnya perlahan. "Hujan-hujan begini keinget sama almarhumah," ujar Mang Ahman.

"Almarhumah?" Aruna bertanya bingung.

"Dulu lah pas masih muda, Almarhumah bini Amang suka banar lawan hujan. Tiap kali hujan, pasti inya keluar duduk ke teras melihati hujan. Kada tahu jua kenapa, jar pang pina tenang mun mendengar hujan. Sejuk, dingin," jelas Amang. (Dulu ya pas masih muda, Almarhumah istri Amang suka banget sama hujan. Tiap kali hujan, pasti dia keluar duduk ke teras ngeliatin hujan. Ga tau juga kenapa, katanya sih tenang kalau denger hujan. Sejuk, dingin.)

Ketiganya menganggukkan kepala paham. Tak berselang lama, beberapa orang mulai meneduh sekaligus memesan sate Mang Ahman. Membuat pria yang mulai memasuki usia senja itu sibuk kembali.

"Tapi bawaannya kalau hujan tuh enaknya males-malesan, pengennya rebahan mulu dah," kata Anna sambil membuka plastik ice cream yang sebelum hujan tadi ia beli.

Raka mendengus, "Gak suka hujan."

"Lah? Kenapa?" balas Anna.

"Setiap kali hujan, gue keinget tunangan gue yang meninggal."

pada pengen tau ga tunangan Raka kenapa? atau skip aja ni? yuk komen yaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

pada pengen tau ga tunangan Raka kenapa? atau skip aja ni? yuk komen yaaa

Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang