40

223 28 1
                                    

Selesai dari mandinya, Aruna menghempaskan tubuhnya ke kasur. Kini gantian Anna yang memakai kamar mandi untuk membersihkan diri. Badan Aruna terasa sangat pegal apalagi dibagian kaki, mungkin karena efek berjalan-jalan seharian ini. Tapi di sisi lain Aruna senang karena puas bermain, sudah lama sekali rasanya tidak jalan-jalan sampai lelah seperti ini.

Aruna meraih benda pipih yang terletak di atas meja belajar. Aruna mengerutkan kening kala handphonenya menunjukkan panggilan masuk yang tak terjawab beberapa kali. Dirinya baru ingat kalau mematikan nada dering, alhasil tidak ada yang mendengar jika ada yang menelpon.

"Loh? Langit?"

Dua panggilan masuk dari Langit. Tanpa basa-basi Aruna segera menekan tombol panggilan untuk menghubungi balik Langit. Dan benar saja, tepat dering ketiga Langit langsung mengangkat teleponnya.

"Halo? Lang?"

Langit tidak langsung merespon. Aruna bisa mendengar dengan jelas dari seberang sana ada suara isak tangis yang tertahan. Mendengar itu tentu saja membuat Aruna panik.

"Eh? Lang? Langit, lo kenapa?"

Masih tidak menjawab, Aruna mendengar isak tangis itu menjadi suara helaan napas panjang. Sungguh, Aruna panik bukan main.

"Lang? Lo kenapa Lang?? Lo di mana?"

"Run.."

"Iyaa? Kenapa Lang?"

"Sakit.."

"Apanya yang sakit? Lo jangan gini dong, gue panik jadinya, lo di mana? Gue samperin lo sekarang."

"Aruna.." Langit kembali memanggil dengan isak tangis yang lebih nyaring sekarang. "Sakit, Run.. Hati gue sakit..."

Aruna terdiam. Tubuhnya kaku, Aruna bingung mau merespon bagaimana. Namun Aruna juga takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada Langit.

"Lang, kasih tau gue lo di mana sekarang."

"Gue capek, Run.."

"Lang.. Please, kasih tau gue lo di mana?"

Langit sekali lagi menghembuskan napasnya, isak tangisnya masih terdengar.

"Lang," panggil Aruna.

"Di depan."

Detik itu juga Aruna berlari ke luar rumah tanpa mematikan teleponnya. Hembusan Angin dan derasnya hujan turun secara bersamaan dengan suara isak tangis Langit.

Aruna masuk ke dalam mobil yang entah sejak kapan terparkir di depan kost-nya. Perih, hati Aruna rasanya ikut tersayat saat melihat bagaimana laki-laki itu terisak dengan hebat di dalam mobilnya. Aruna bisa melihat bagaimana semua air mata itu tumpah tanpa bisa di tahan lagi.

Aruna tidak banyak bicara, ia lebih memilih diam membiarkan laki-laki itu mengeluarkan semua rasa yang selama ini di pendamnya. Tangan Aruna terulur untuk mengusap punggung yang bergetar itu.

Langit mengangkat kepalanya saat merasakan tangan hangat mengusap punggungnya. "Mau pelukk.."

Aruna membelalakkan matanya, bagaimana bisa Langit tiba-tiba bertingkah segemas ini? Sempat terkekeh, Aruna akhirnya melebarkan tangannya menyambut tubuh dingin itu.

Hangat dan nyaman, itu yang Langit rasakan. Langit juga bisa mencium harum aroma sabun lux dan shampoo rejoice yang menempel pada tubuh Aruna.

Langit masih terisak, namun sudah lebih tenang dari sebelumnya. Deru napasnya pun masih belum normal. Aruna sedikit melonggarkan jarak di antara mereka, tangannya kini beralih menghapus air mata yang tersisa di pipi Langit.

"Runaa.." lirih Langit.

"Hm?"

"Jangan tinggal gue.."

"Gue belum mau mati, Run.."

**********

2 Tahun kemudian.

"Arunaaaaa! Ayo bangun! Katanya ada kelas hari ini!"

"Lima menit lagi!"

"ARUNA!"

Matanya sangat berat untuk terbuka, namun gedoran pintu dari luar kamarnya membuat sang pemilik kamar itu menghela napas dan terpaksa bangun.

"IYA IYA, INI UDAH BANGUNN!"

Aruna sedikit menyesal karena memilih menghabiskan episode drama korea-nya dalam semalam, padahal ia tahu kalau keesokkan harinya ada kelas pagi.

Kini kamar Aruna sudah terbuka dengan Mama yang berdiri seraya berkacak pinggang melihat Aruna yang masih mencoba mengumpulkan kesadaran di atas ranjangnya.

"Heran Mama tuh sama kamu! Udah tau harus ke kampus pagi ini, tapi begadanggggg mulu kerjaannya! Kasian badan kamunya, Run! Tiap hari begadang, makan pedes, minum es, belum lagi main hp terus! Nyari penyakit itu namanya tau ga?!"

Tidak butuh waktu lama, Aruna langsung bangun dan mengambil handuk secepat kilat melesat ke kamar mandi. Mama-nya tidak akan ada henti-hentinya mengomel, jika Aruna masih dalam posisi seperti itu. Lebih baik dirinya bersiap karena jika lebih lagi mengulur waktu Aruna akan benar-benar terlambat hari ini.

 Lebih baik dirinya bersiap karena jika lebih lagi mengulur waktu Aruna akan benar-benar terlambat hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang