13

395 58 0
                                        

Langit menatap ke kanan dan ke kiri. Ia berada di tepat berada ditengah-tengah bagai dinding pembatas antara Aruna dan Anna dari si anak pindahan kelas sebelah ini.

Entahlah, Langit tidak tahu namanya. Yang Langit sadari, laki-laki ini terus mencuri pandang pada Aruna selama pelajaran tadi.

Lungguh memberanikan diri untuk mendekat namun baru satu langkah dirinya maju, Aruna kembali bersembunyi di balik tubuh Langit. "Aruna.. Kasih gue kesempatan buat nebus semuanya.."

Aruna menggeleng. "Lo ga perlu kayak gini, yang ada lo bikin gue makin benci sama kelakuan lo tau ga."

"Runa.."

Anna menghembuskan napas kasar. "Stop deh Lung! Kayak anak kecil aja sih, malu tau diliatin orang-orang!"

Kini seluruh kantin menjadi sunyi, semua orang tengah memperhatikannya mereka berempat. Iya, termasuk Langit yang tidak tahu apa-apa.

Lungguh dikenal orang-orang karena wajah tampannya, belum lagi gombalan-gombalan gilanya. Tidak heran dirinya lumayan terkenal, dan menjadi famous dikalangan gadis-gadis remaja di sekolah Aruna.

"Run! Gue masih cinta sama lo!"

"Wahh gila nih orang." gerutu Langit. Sedangkan Anna yang ikut berlindung di belakang tubuh Langit memutar bola matanya malas.

"Ga usah ikut campur! Ini urusan gue sama Aruna!" ucap Lungguh tersulut emosi.

Langit tertawa. "Loh? Yang mau ikut campur siapa? Mereka yang dari tadi sembunyi di belakang gue."

Mendengar itu Anna dengan cepat menepuk bahu Langit, "Numpang bentar susah banget deh!"

"Aruna.. Dengerin gue sekali ini aja ya? Gue pengen balikkan kayak dulu lagi." Lagi-lagi Lungguh kembali memohon, Aruna makin bingung.

Ia seperti bukan Lungguh yang dulu. Kenapa Lungguh jadi berubah seperti ini?

"Lo lupa apa gimana? Lo udah punya cewek, sadar dikit dong!" ucap Anna.

Lungguh menatap tajam ke arah Anna. Ia sangat menyesal memberitahukan segalanya kemarin. "Gue udah putusin dia! Demi Aruna!"

Langit menarik lengannya kesal yang sedari tadi dipegangi oleh Anna. Seluruh orang di kantin jadi ikut-ikutan menontoninya.

Aruna membulatkan matanya, sulit di percaya rasanya. "Ogah banget gue balikkan sama lo!"

"Lo ga usah sok jual mahal Run, gue ngelakuin ini semua buat lo!"

Aruna menunjuk dirinya, lalu tersenyum meremehkan. "Hah? Buat gue? Gue aja ga pernah minta apapun ya, kok jadi ngomong buat gue?"

Lungguh menatap Aruna semakin kesal ia dengan cepat melangkah melewati Langit yang masih diam di tempat. Lungguh menariknya tangan Aruna kasar. "Ikut gue sekarang!"

"Lepasin! Lo apa-apain sih?!" Aruna menarik tangannya namun tenaganya tentu saja tidak sekuat Lungguh. "Lungguh! Sakit!"

Anna baru saja ingin menghentikan Lungguh. Tapi tiba-tiba langkah Aruna sudah terhenti lebih dulu ketika ada yang menahan sebelah tangannya lagi.

"Ga usah kasar dong bro.. Cowok kan?" kata Langit lalu memajukan langkahnya. Melepaskan tangan Aruna yang digenggam kuat Lungguh.

"Lo yang ga usah jadi pahlawan kesiangan!" ujar Lungguh menujuk tepat di depan wajah Langit.

Langit menaikkan sebelah alisnya, kemudian terkekeh sambil menyingkirkan tangan Lungguh dari wajahnya. "Berani kok sama cewek, cupu banget bang!"

Terbawa emosi lantas Lungguh menarik kerah seragam Langit. "UDAH GUE BILANG GA USAH IKUT CAMPUR!" Detik itu juga Lungguh melayangkan pukulannya Langit. Bersamaan dengan yang Aruna memekik terkejut.

"MAJU LO ANJING!"

Langit berdiri, membalas pukulan pada Lungguh tidak kalah kuat. Terlihat bercak darah di sudut bibir Lungguh. Suasana kantin yang semakin ricuh, beberapa orang mencoba memisahkan keduanya. Tapi Langit malah semakin menjadi memukuli Lungguh.

"Langit! Lungguh!" Teriak Pak Slamet, seketika keduanya berhenti.

Pak Slamet menggeleng melihat kelakuan muridnya, "Kalian berdua, ikut bapak ke ruang BK!"

Pak Slamet menggeleng melihat kelakuan muridnya, "Kalian berdua, ikut bapak ke ruang BK!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang