10

391 65 0
                                    

"Astaga.."

Langit menatap pasrah seorang gadis yang kini sedang terisak di hadapannya.

Tepat setelah hidung Langit berdarah, bel istirahat berbunyi. Pak Surya juga sudah meminta maaf dan segera membawa Langit ke UKS.

Jujur saja Langit tidak marah atau tersinggung, ia hanya sedikit kesal karena jadi dirinya yang terkena imbas karena keributan Aruna dan Anna.

Langit tadinya hanya berniat untuk tidak menegur Aruna. Dan sekarang Langit berniat akan tidur, membiarkan Aruna yang sedang duduk diam di samping ranjangnya. Sengaja biar anaknya makin ngerasa bersalah. Kalau Anna sih fine fine aja, toh tadi yang ribut banget si Runa.

Namun, betapa terkejutnya Langit saat melihat Aruna yang awalnya mengantarkan dirinya ke UKS masih diam-diam saja dan setelah Pak Surya pergi saat itu juga Aruna tiba-tiba meneteskan air mata.

Sedangkan Anna, ia akan menyusul nanti setelah membelikan Langit makanan dan juga minuman dikantin, agar Langit tidak perlu repot-repot berjalan jauh dan istirahat saja. Tentu saja Anna sangat merasa bersalah pada Langit, belum lagi ia takut jika berita ini tersebar oleh fans-fans Langit. Bisa habis dirinya dan Aruna di hujat habis-habisan sebab melukai aset sekolah.

"Langit.. Aaaaaaaaa.. Maafin gue yaa, sorry banget serius." Aruna meminta maaf kembali, entah untuk keberapa kalinya.

"Lo minta maaf sekali lagi, gue marah beneran," ucap Langit tegas membuat air mata Aruna kembali jatuh.

Sungguh, sekarang Aruna ada di posisi merasa bersalah dan takut jikalau Langit tiba-tiba akan membunuhnya. Aruna refleks mengerucutkan bibirnya makin merasa bersalah.

Langit jadi sedikit percaya tentang orang-orang yang sering katakan, lelaki selalu saja salah.

"Gue gapapa Arunaa, sumpa deh! Nih liat." Langit menunjuk hidungnya yang telah diobati. Walaupun kapas pada hidungnya itu belum dilepas, bisa terlihat bahwa darah yang keluar belum berhenti hanya saja tidak sebanyak tadi.

"Langit.." panggil Aruna dengan wajah masamnya.

"Apalagi? Udah gue bilang, gue gapapa Runaaa."

Langit tersenyum lalu ikut duduk. Tangannya mengelus puncak kepala Aruna untuk memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan. "Udah. Diem. Cengeng."

Aruna menundukkan kepala masih sedikit terisak. "Langit mah gitu.. Ngeselin banget.. Gue takut lo kenapa-kenapa tau!" ujarnya menghentakkan kakinya kelantai.

Sedari tadi Langit sangat menahan diri untuk tidak menerkam Aruna. Bagaimana bisa Langit biasa saja, sedangkan melihat Aruna yang menangis dan mengkhawatirkan dirinya saja sudah sangat semenggemaskan ini.

Langit kemudian tertawa puas. "Setakut itu?"

Aruna hanya mengangguk, mencoba menetralkan nafasnya sebab menangis. Aruna jadi sedikit merasa menyesal karena baru saja menangisi Langit yang terus tersenyum dan menertawakannya.

"Takut lo marah.."

Lagi-lagi Langit dibuat tersenyum. "Engga, gue ga marah kok. Cuman kesel dikit aja."

"Ihh maaf, Lang.."

"Pftt! HAHAHA LUCU BANGET SIH!" ucap Langit menangkup wajah Aruna gemas.

Dengan cepat Aruna menjauhkan tangan Langit dari wajahnya. "Langit! Serius ih!"

"Lo mau gue seriusin?"

Aruna berdecak. "Au ah, males!" Tubuh Aruna berdiri ingin meninggalkan Langit, namun tubuhnya kembali terduduk saat Langit tiba-tiba menariknya.

"Jangan marah dong.."

Tidak menjawab, Aruna malah memilih menatap tajam Langit. SUMPAH, SEKARANG ARUNA PENGEN BANGET NYEBURIN DIRI KE SUNGAI AMAZON! Malu banget, ya Allah...

"Kok diem sih? Kan seharusnya gue yang marah."

"Nyebelin!!!"

"Iya Run. Gue tau. Maaf, tapi gue bener-bener seneng liat lo khawatir sama gue."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang