33

197 36 1
                                    

"Assalamualaikum, Kak Rakaa?"

Aruna melangkahkan kaki pelan, namun pasti. Sebenarnya ia merasa tidak sopan, tapi apa boleh buat? Tidak mungkin dia akan tetap berdiri diam menunggu Raka membukakan pintu. Bisa saja Raka tidak bisa bangun dari tempat tidurnya bukan?

Otomatis Aruna dan Anna menyipitkan mata karena ruangan Raka sangat remang-remang. Hanya ada cahaya bulan yang masuk untuk menjadi sedikit penerang saat jendela kamarnya terbuka.

"Kak?" Aruna kembali memanggil.

Raka menyerngitkan dahi kala merasakan pening di kepalanya. Dengan sedikit memaksaan diri Raka membuka matanya, dan beberapa kali ia harus mengerjapkan mata untuk menetralkan pencahayaan yang masuk.

Sedikit terkejut karena tiba-tiba saja sudah ada dua orang gadis yang duduk di samping ranjangnya. Raka masih sempat tersenyum ditengah wajahnya yang pucat dan berkeringat itu.

"Kalian kapan datangnya?" Rak menutup kembali matanya karena terasa sangat pusing kala membuka matanya dan melihat sekitar.

"Udah dari tadi, maaf ya, kita langsung masuk soalnya kita panggilin lo gak ada ngerespon," ucap Anna.

Tak ada jawaban setelah itu, hanya deheman kecil yang dibuat Raka.

"Badan lo gimana, Ka? Panasnya udah turun belum?"

Raka membuka matanya lalu menoleh pada Anna dan mengangguk.

Reflek tangan Aruna langsung meraih dahi Raka, mengecek suhu tubuh laki-laki itu dengan telapak tangan kirinya dan sebelah tangannya lagi memegang dahinya sendiri guna membandingkan seberapa panas suhu tubuh Raka. Dan benar saja, badan Raka sangat panas bahkan Aruna ikut panik dibuatnya.

"Kak? Ini panas banget, kita ke dokter yuk.." bujuk Aruna memelas.

Raka menggeleng, "Runa.."

Aruna menoleh. "Hm? Kenapa, Kak? Pusing? Mual? Gue panggilin Ibu—" Perkataan Aruna terpotong saat Raka lagi-lagi menggeleng.

Mungkin karena menahan panas pada tubuhnya tanpa sadar matanya berair dan jatuh membasahi wajahnya begitu saja. Rasanya seperti melihat Raka tengah menangis. Melihat kondisi Raka begini membuat Aruna dan Anna semakin khawatir.

"Maaf ya.."

"Ih, kok maaf sih?" protes Aruna merasa kesal.

Entah dari mana yang lucu, Raka terkekeh geli. "Maaf ngerepotin kalian."

"Apaan sih, kayak apa aja, biasanya juga always nyusahin ga pernah tuh minta maaf. Udah ah! Jangan banyak ngomong dulu, istirahat, kalau bisa dibawa tidur," titah Anna. Kalau sudah begini sifat cerewet dan keibuan Anna mode on.

Aruna menahan senyum lalu menaruh kain kompresan yang baru saja diperasnya ke dahi Raka. "Cepat sembuh dong.. Jangan sakit, nanti aku sedih."

"Iya, kita sedih. Tukang traktir satenya sakit," timpal Anna dengan wajah sedih yang dibuat-buat.

**********

"HALO GUYS! CECAN COMEBACK~ KALIAN KANGEN AKU GAK??" Teriakan Aruna memenuhi ruang kelasnya padahal bisa dibilang Aruna baru berjalan selangkah memasuki kelas tapi sudah seribut itu.

Tak tahu siapa, seseorang tiba-tiba saja datang dan memukul kepalanya dari belakang dengan buku tebalnya. Aruna memejamkan mata menahan amarah di pagi harinya ini.

"Aduh! Kurang ajar— Anna ih.. Tega banget, sakit tau!" cibir Aruna mengusap belakang kepalanya.

Anna hanya mengedikkan bahu lalu melongos pergi berjalan ke arah mejanya. Beberapa siswa tersenyum melihat itu.

Anna menghembuskan napasnya, "Masih pagi udah berisik banget lo."

Tak merasa bersalah Aruna memutar bola matanya malas. Kini perhatiannya teralihkan pada laki-laki yang tengah tidur dengan tangan sebagai bantalannya.

Setelah mendudukkan bokongnya pada kursi kebangsaannya itu, Aruna langsung saja berbalik. Aruna terperanjat bukan main di kala ia berniat mengagetkan orang dibangku belakangnya ini namun orangnya malah sudah bangun dan menatapnya tajam.

Dengan mengusap dadanya perlahan berharap detak jantungnya kembali berdegup normal sambil mengucap istighfar Aruna menatap balik Langit.

Langit menaikkan sebelah alisnya heran, memangnya ia hantu sampai Aruna harus sekaget itu. "Apa?" tanya Langit datar.

"Engga, kaget aja."

Sekarang gantian Langit yang menatap Aruna dengan mata yang terbelalak. Aruna saja sampai takut melihatnya. "Aruna.." gumam Langit masih dengan ekspresi terkejut yang belum hilang.

Detik itu juga Aruna menoleh pada Anna yang tiba-tiba berteriak.

"Aruna lo mimisan!"

Aruna pikir keduanya berbohong, tapi setelah menyentuhnya Aruna pun ikut terkejut.

"Ah, sialan!" umpatnya kesal.

"Ah, sialan!" umpatnya kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang