25

276 45 1
                                    

"Ogah, eneg gue ngeliat muka lo."

"Masa?" Langit mencondongkan tubuhnya ke arah Aruna seraya tersenyum. Batang nikotin yang dipegang Langit sudah tidak ada. Sekarang hanya menyisakan bau khasnya.

Jari telunjuk Aruna terulur menyentuh dahi Langit, hingga persekian detik kemudian mendorongnya dengan kasar.

"Ga usah deket-deket lo bau begoo!"

Untungnya Langit sigap menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Namun, bukannya marah kepalanya abis ditoyor sama Aruna, Langit malah tertawa.

"Nyokap lo ngidam apa sih? Gemes deh." Tangan Langit bersiap menggapai pipi Aruna tapi langsung ditepis oleh pemiliknya.

"Apaan sih anjir?!!"

Rooftop hari itu dipenuhi gelak tawa Langit. Kalau ketawanya biasa aja mah kurang lebih, ini ngakak udah gitu nyaring banget lagi. Duh, gendang telinga Aruna mau pecah rasanya.

"Hahaha! Kenapa sih? Orang gue gemes, pengen cubit pipi lo."

"Ngga ada ya! Gue lindes juga pala lu lama-lama!"

Ya gimana ga marah, orang mukanya Langit deketnya keterlaluan. Kan ngeri jadinya.

"Eh Lang, emang lo ga takut gue aduin ke Guru BK?" Aruna bertanya bersamaan dengan dirinya beranjak berdiri.

"Enggak. Lo mau kemana?"

Tidak menjawab pertanyaan Langit, Aruna balik bertanya. "Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

"Kok lo berani sih? Beneran ga takut?"

Langit mengedikkan bahu, "Kenapa harus takut? Lagian lo mana mungkin ngelaporin gue."

"Idih, siapa lo? Pede banget."

"Calon imam lo."

"Najis."

Lagi-lagi Langit tertawa mendengar jawaban Aruna. Bagaimana bisa Langit tidak gemas? Pipi Aruna saja terlihat sangat jelas memerah saat ini. Hati sama ucapaan gak sinkron.

"Yaaa, kalau lo ngelaporin gue juga gapapa sih. Terserah lo aja."

"Pasrah banget."

"Ya gimana? Dari awal gue juga udah tau konsekuensinya, bisa aja ada orang yang liat terus ngelaporin gue."

"Kalau udah tau kenapa masih dilakukan bego?"

"Ya karena gue mau lah! Kok lo sewot sih?"

Mendengar itu Aruna lekas menggeleng, "Ngga tuh, biasa aja. Emang ga boleh gue nanya?"

"Lo lagi ada masalah ya? Cerita dong," sambung Aruna.

"Tuh kan, sewot."

Aruna hanya tersenyum menanggapi perkataan itu. Berikutnya, ia melangkah meninggalkan Langit yang masih duduk santai di tempatnya.

"Eh lo tadi belum jawab pertanyaan gue!" Langit berteriak namun Aruna tidak berhenti maupun menyahut.

"Aruna!"

Merasa kesal Aruna pun menoleh, dengan berdecak sambil menghentakkan kakinya, Aruna menatap ke arah anak laki-laki yang lebih tua beberapa bulan darinya itu. "Apa lagi sih?"

"Mau kemana?"

"Ga denger?"

"Hah?"

"Udah bell sayangggg.."

**********

Langit yang tadinya cerah kini berubah menjadi warna jingga. Matahari mulai turun namun tak dapat menghentikan aktivitas orang-orang yang masih tengah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Raka perlahan mengetuk sebuah pintu di depannya. Raka sedang mampir ke rumah Aruna dan Anna. Lama tidak berjumpa dengan kedua gadis itu.

Raka mendengus, tidak terdengar jawaban dari balik pintu kayu itu seperti yang ia harapkan.

Sudah sekitar sepuluh menit Raka berdiri di depan kost-an Aruna dan Anna. Lama banget ngebukain pintu doang. Apa ga ada orang ya?

"Arunaaaa! Annaaaaa! Woy! Main yukk!"

Raka menoleh saat mendengar suara gelak tawa, ia bersyukur karena ternyata itu adalah orang yang di carinya sedari tadi. Jika sampai ia melirik dan tidak ada orang, bisa dipastikan itu adalah Mba Kun Kun yang lagi pengen kenalan sama cogan alias sama Raka. Membayangkan seringai dari si Mba saja membuat Raka merinding sebadan-badan.

Masa, cerita romansa anak sekolahan jadi cerita horor "Kuntilanak kepincut anak kuliahan inceran para gadis-gadis!" aduh ga lucu banget, tapi cocok deh dijadiin judul FTV.

Raka reflek tersenyum, melihat kedua gadis yang tengah berjalan semakin dekat ke arahnya itu masih memakai baju sekolahnya dengan lengkap.

"EH SUMPAH KAK RAKA LUCU BANGETTTTT!" Aruna bertepuk tangan sambil tertawa, berbeda dengan gadis di sampingnya yang mengaga tak percaya dengan apa yang di lihatnya barusan.

Raka menatap datar Aruna yang tak berhenti menatapnya gemas, namun tak berselang lama karena Raka dengan cepat tersenyum hangat lalu membuka kedua tangannya. Menyambut Aruna yang berlari agar masuk ke dalam pelukkannya. Aruna dengan senang hati membalas pelukan Raka dengan semangat.

"DEMI ALEK GEMESSS BANGETT! KAK RAKA KAYAK ANAK KECIL! UTUTUTU TAYANGGGG!" ujar Aruna mengencangkan pelukkannya karena terlalu gemas.

Kalau Anna cuman bisa geleng-geleng kepala, ga habis pikir. "Stres ni bocah."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang