"Kok kalian baru pulang?" tanya Raka yang masih memeluk Aruna.
"Iya, tadi di sekolah sebelum pulang kita semua di suruh bersih-bersih dulu. Terus nih, si kak OSIS akhirnya lengser dari jabatannya." Aruna menoel-noel tubuh Anna bermaksud menggodanya.
Mata Anna menatap nyalang ke arah Aruna. Tak berselang lama, karena setelah itu Anna langsung mengadahkan telapak tangannya bak berdo'a seraya mengucap hamdalah. Walau mungkin Anna sudah melakukannya berulang kali sebagai tanda syukur kepada Tuhan, Aruna tetap saja tak kuasa menahan tawanya.
"Sumpah, gue sujud syukur banget akhirnya bisa lengser dari OSIS!" seru Anna dengan mata yang berseri-seri.
Raka ikut tertawa dibuatnya. "Orang di mana-mana bersyukur bisa masuk OSIS, lah ini bisa berenti jadi OSIS yang malah bahagia banget."
Anna menggeleng, tak terima dengan pernyataan Raka. "Anjir ya! Gue tiga tahun sekolah di situ, tiga kali juga kepilih jadi OSIS mulu, capek tau ga?! Belum lagi dikatain babu, inilah itulah. Ahhhhh! Muak banget gue!"
"Sabar atuh kak," celetuk Aruna.
"Lo stop ya panggil gue kakak, gue patahin juga leher lo lama-lama."
Aruna bergidik, Anna tuh paling sensitif kalau ngomongin pasal OSIS. Aruna ingat bagaimana Anna memaki akibat seharusnya ia sudah lama berhenti dari jabatan OSIS-nya karena sudah menduduki kelas akhir, dan harus fokus dengan ujian mereka tapi malah terus diundur.
"Eh iya, lo ngapain ke sini?" tanya Aruna yang akhirnya membuyarkan lamunan Anna.
Anna ikut menganggukkan kepalanya. "Nah iya tuh, mana lucu banget lagi manggilnya. Kayak bocil ngajak main temennya."
"Ya lo pikir gue apaan? Gue emang masih muda kok."
"Orang tua yang terjebak di tubuh anak muda," ujar Aruna memperbaiki.
"Emang gue setua apa sih?" tanya Raka bersedekap dada.
"Ga keliatan tuanya, makanya ini tuh kayak jebakan batman. Hahaha!"
Ini nih, kebiasaan cewek, kalau lagi ketawa pasti mukul yang di sampingnya. Aruna mengelus kasar lengannya yang berdenyut, merasakan panas sekaligus pedasnya pukulan Anna.
"SAKIT BANGKEEE!"
**********
Sebenarnya Raka bingung, sekarang ia harus senang atau mau marah saja. Bagaimana tidak? Kini Raka berjalan ke tempat dimana biasanya Mang Ahman berjualan sate ditemani dua kurcaci di sebelah kanan dan kiri sambil menggandeng kedua tangannya.
Gelak tawa menggema di telinga Raka. Rasanya percuma ngomel sama ni orang berdua, ga bakal mempan. Anna sekarang malah berjalan melambat sambil seolah-olah membantu kakek-kakek yang tengah berjalan.
"Di bilangin ga usah ikut, kalau pinggangnya encok gimana? Kan Anna ribet, Kek."
Raka menghentikan langkahnya seraya menatap sinis keduanya. "Apa-apaan sih? Udahlah ga jadi gue traktir, gue mau pulang aja."
Anna dan Aruna reflek memegang tangan Raka secara bersamaan kala laki-laki itu ingin berjalan balik meninggalkan mereka.
"Bercandaaa.. Si Kakek sensi banget deh," ucap Anna.
"Iya tuh, masa gitu doang ngambek?" Aruna ikut menyahut.
"Biarin."
Akhirnya Aruna dan Anna mengapit Raka diantara mereka sembari menarik paksanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.