34

192 34 0
                                    

"Na, lo beneran ga apa-apa?"

"Pala lo tuh ga apa-apa! Puyeng gue ege," maki Aruna.

"Iya-iya maaf, galak banget deh.."

Setelah kejadian tadi, Anna bergegas membawa Aruna ke UKS dan sebentar lagi bel masuk berbunyi.

"Ya udah deh lo di sini aja deh, entar kalau udah mendingan baru ke kelas. Gue mau cabut, bentar lagi bel bunyi— eh, lo gapapa kan gue tinggal sendiri?"

"Hmm." Aruna berdehem singkat karena terlalu malas untuk meladeni gadis di depannya ini.

"Oke! Gue tinggal ya, dadah Runa! Muach!" Satu kecupan mendarat di pipi halus Aruna. Ia yang tadinya ingin tidur merasakan sesuatu tiba-tiba menyentuh pipinya membuat Aruna melebarkan matanya detik itu juga. Menatap dengan wajah Anna tak habis pikir.

"ANNA ANJ—" Belum selesai Aruna menyumpahinya, Anna sudah melesat pergi secepat kilat karena takut jika Aruna akan memakannya. Bisa-bisa satu gedung sekolah ikut hancur akibat amukan Aruna.

Diam-diam Aruna memejamkan mata sekaligus menyamankan posisi tidurnya. Sudah pasti sekarang ruangan yang Aruna tiduri terasa lebih hening akibat kepergian sahabatnya tadi.

Mungkin baru sekitar sepuluh menit berlalu, Aruna yang tadinya mulai terlelap mendengar suara decitan pintu UKS terbuka. Walau malas, Aruna memaksa untuk membuka matanya.

"Loh? Langit?"

Laki-laki itu mendaratkan mendaratkan bokongnya di kursi samping ranjang yang Aruna tempati saat ini.

"Keadaan lo gimana? Udah mendingan belum?"

"Lumayan.. Cuman rada pusing aja. Eh, lo ngapain di sini? Bukannya dari tadi udah bell masuk ya?"

Bukannya menjawab, Langit malah mengangguk-nganggukkan kepalanya. "Oh.. Syukur deh kalau gitu," jawab Langit santai.

"Langit!" Aruna menaikkan suaranya kesal.

"Apaaa?" tanya Langit tanpa merasa bersalah.

"Ish! Lo ngapain di sini? Sana, balik ke kelas," desak Aruna.

"Males ah," Langit menaikkan bahunya. "Emangnya gue ga boleh nengokin temen sakit?"

"Ck, sok iye juga lu. Nengokin ya nengokin, tapi kalau udah bel ya masuk ke kelas."

Langit tersenyum, "Udahlah lo istirahat aja sana, anggep gue ga ada."

"Lo mau bolos ya?" tebak Aruna sambil menyipitkan mata curiga.

Langit menghiraukan pertanyaan Aruna, ia malah merebahkan kepala di tepi ranjang dan kedua tangannya sebagai penyangga.

"Langit?"

Langit mengangkat kembali kepalanya lalu mendengus sebal, "Ya Tuhan, Aruna.. Gue mau tidur, lo bisa diem gak sih? Berisik banget."

"Dih? Heh, yang seharusnya istirahat terus tidur itu sekarang gue ya. Tapi lo dateng-dateng ke sini ganggu gue," protes Aruna bersedekap dada.

"Ya udah, tidur aja. Gitu doang ribet."

Aruna lantas menganga tak percaya, mungkin jika tidak ada hukum di negara ini Aruna sudah mencekik leher Langit saking kesalnya. Aruna sempat terdiam beberapa saat, mungkin yang orang sering bilang adalah dejavu. Dirinya teringat tentang ia yang berinisiatif mengobati Langit setelah berkelahi dengan Lungguh dan berakhir bertengkar. Ah, Aruna benci mengingatnya, membuat rasa bersalahnya kembali.

"Heh! Seenggaknya pindah dong, itu ada ranjang kosong di sebelah.." Aruna berdecak ketika Langit mencoba untuk merebahkan kepalanya lagi. Namun nihil, laki-laki itu terlanjur tidak perduli dan mencari posisi ternyamannya.

"Langit! Lo kalau sekolah emang niat tidur mending pulang deh!" usir Aruna memukul bahu Langit.

Akibat lelah dengan sikap Aruna yang tak kunjung berhenti mengomel, akhirnya Langit berdiri dengan mendengus kasar. Aruna hampir memukulnya lagi sebab Langit yang menghentakkan kakinya kuat pertanda kesal, padahal jarak ranjangnya hanya sekitar satu meter tapi masih sempat sempatnya begitu.

Satu menit.. Dua menit.. Tiga menit.. Hingga bermenit-menit berlalu, Aruna pada akhirnya tertidur. Padahal di menit awal ia bersumpah tidak akan tidur dan memilih terjaga karena ada Langit di ruangan yang sama dengannya.

Bukan maksud menuduh atau memikirkan hal yang tidak baik tentangnya, tapi Aruna memang bukan tipikal orang yang mudah tidur di tempat baru atau suasana yang baru, terlebih ada orang lain dan itu bukan Anna ataupun orang tuanya melainkan seorang laki-laki.

Langit membuka matanya perlahan seraya menghela napas, posisinya sekarang tengah berbaring memunggungi Aruna. Langit merasa gadis itu tidak nyaman karena kehadirannya jadi ia berpura-pura saja mengantuk dan ingin tidur.

Padahal, kenyataannya sebenarnya Langit punya maksud lain sampai bela-belain ngebolos gini.

Padahal, kenyataannya sebenarnya Langit punya maksud lain sampai bela-belain ngebolos gini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang