16

286 59 0
                                    

Gadis berambut panjang terikat itu kini tengah bergerak gusar, bagaimana bisa ia diam jika Anna terus saja menyenggol tubuh dan membisikinya.

"Run! Ih lo seriusan ga mau negur dia nih?" Lagi-lagi Anna berbisik padanya.

Aruna otomatis menatap tajam Anna yang malah menatapnya balik dengan tatapan tajam.

"Runa!" Anna menghela napas, lalu berdecak.

"Apa sih anjeng!" hardik Aruna mulai muak.

Anna mengedipkan sebelah matanya, sambil menunjuk meja belakang sembunyi-sembunyi. Aruna benar-benar ingin mencabik Anna rasanya.

Sejak awal Aruna tau jika Anna heboh karena Langit yang kembali turun sekolah karena batas waktu skorsingnya telah habis.

Aruna memanjatkan syukur berkali-kali kepada Tuhan karena akhirnya ia bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Langit baik-baik saja, namun di sisi lain ia tidak tenang karena rasa bersalahnya masih ada.

Terlebih ia teringat kata-kata Raka kemarin.

"Omongan terakhir kali lo itu kesannya jadi ga tau terima kasih Run."

Aruna memaki dirinya dalam hati, mengingat betapa bodohnya ia. Tapi hanya itu satu-satunya cara supaya Langit tidak terluka lagi karenanya.

ASTAGHFIRULLAH, SIAPA SIH YANG TIDAK GELISAH KARENA TERINGAT RASA BERSALAHNYA??!

Anna mengurungkan niatnya untuk bicara saat Aruna kembali menatapnya nyalang, seakan berkata "Diem atau lo mati."

Tapi bukan Anna namanya jika tidak membuat masalah. Anna melirik kebelakang, melihat Langit yang sibuk bermain dengan ponselnya. Hari ini jam pelajaran pertama diisi dengan keributan teman-teman mereka. Dikarenakan guru yang tidak bisa turun langsung mengajar alias sakit, maka kelas 12 IPA dinyatakan jamkos.

Langit awalnya ragu untuk turun sekolah hari ini, bahkan Langit sempat berniat bolos. Namun, Langit lebih kepo melihat Aruna ketimbang meloloskan diri dari guru.

"Cuy! Langittt."

Aruna membulatkan matanya tidak terima dengan apa yang dilakukan gadis di sampingnya ini. Karena Aruna tidak memperdulikannya, lebih baik Anna sendiri yang menegur Langit duluan.

Langit berdehem kemudian melirik Anna sebentar setelah itu Langit kembali fokus pada game-nya.

"Emm.. Lo gapapa kan? Orang tua lo gimana?" tanya Anna yang tidak langsung dijawab oleh Langit.

"Gitu deh," jawab Langit seadanya.

Anna diam sebentar, "Mereka tau kan?"

Langit berdehem kembali, tapi tidak menjawab hanya mengangguk. Setelah beberapa saat Langit mematikkan ponselnya, baru ia kini benar-benar menatap Anna. Sebenarnya sedikit ragu untuk Anna kembali bertanya, namun rasa keponya lebih jauh penting sekarang.

"Lo.. dimarahin?"

Langit mengangkat bahu sebagai jawaban.

Tiba-tiba saja kening Langit berkerut saat Anna memberikan kode lirikan ke arah Aruna. Saat itu Langit ikut menoleh, melihat Aruna yang tengah sibuk memainkan game balapan di handphone-nya.

Mulut Langit bergerak tanpa suara. "Hah?" ujar Langit tak paham.

Anna berdecak sambil menatap tajam Langit. Sejujurnya Langit paham, hanya saja ia malas membahas ini.

Dalam hati Aruna memaki Anna, walaupun ia sedang fokus pada arena balapnya tak menutup kemungkinan bahwa Aruna tidak tahu jika gadis disebelahnya ini sedang berbicara tentang pada Langit.

Langit mengangkat bahu tak acuh sambil memutar bola matanya malas membuat Anna membulatkan mata tidak percaya. Gaya Langit persis seperti ibu-ibu yang suka nyinyir mengghibahin orang.

"Dih dih?" kata Anna menahan tawanya melihat tingkah Langit.

"Dih dih?" kata Anna menahan tawanya melihat tingkah Langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang