Udah up yah. Please vote and commentnya dong😣
Kanza membuang ice cream yang sedari tadi ia makan. Lalu berlari pergi. Rani menatap bingung sekaligus tidak enak dengan pria tampan dihadapannya. Rani sendiri bingung. Kanzanya kenapa bersikap tidak sopan seperti itu.
"Maafkan sikap Kanza mas. Mungkin dia masih marah."
Rani menggaruk lehernya tanda tidak enak dengan sikap puterinya.
"Tidak masalah. Aku yang salah tadi."
"Wajarlah mas spontan lakukan itu, karena anak mas dalam bahaya. Permisi yah mas."
Rani berlari kecil. Takut terjadi apa-apa dengan puterinya. Hiro menatap punggung Rani yang perlahan menjauh dengan tatapan bersalah. Bagaimana ia bisa menenangkan puteri kecilnya. Lalu bagaimana cara menjelaskan kesalahannya pada Rani.
Rani mengedarkan pandangannya, matanya menangkap sang puteri yang sedang duduk menyelonyorkan kakinya di teras depan sana. Rani membuang nafas berat.
"Mama lama banget."
Rani menunduk dihadapan Kanza. Meneliti wajah cemberut puterinya.
"Aza, mama tahu Anza anak baik. Kenapa bersikap tidak sopan hm."
Rani bersikap lembut. Bagaimanapun puterinya adalah sosok yang rapuh. Ia tidak bisa memaksa kehendak puterinya. Keras kepala dan pendendam.
"Aza, ngantuk."
Rani menghembuskan nafas kasar. Sudahlah mungkin puterinya butuh waktu. Menurutnya wajar jika seorang ayah menghawatirkan anaknya, hanya cara Hiro juga salah. Bagaimanapun Kanzanya masih kecil.
Rani menuntun anaknya dan melangkah pergi.
Sekilas Kanza berbalik dan melirik pria tinggi dan tampan yang juga menatapnya dari kejauhan. Lalu dengan cepat membalikkan wajahnya. Menurutnya pria itu jahat, dan kasar. Ia tidak ingin pria kasar itu mendekati mamanya.
*
Rani menata kue-kue yang baru saja ia buat. Awal yang baru untuk membuka usaha kecil-kecilan.
Mungkin dirinya tidak pandai memasak. Tapi dulu ia sering membantu mamanya membuat kue. Kue tart untuk ulang tahun, dan cake lainnya. Sederhana dulu.
Rani tersenyum kecil ketika mendengar suar merdu milik puterinya.
"Kenapa udah bangun? Bobo lagi gih sayang."
Baginya Kanza adalah Ratu hatinya. Walau gadis kecilnya terlihat tomboy dan masa bodoh. Kamarnya saja yang penuh boneka. Walau ia tolak tidak ingin ada boneka di kamarnya. Tapi sebagai ibunya, tetap membiasakan hidup puterinya feminim.
Hari ini hari sabtu. Sekolah puterinya libur."Gak, Kanza mau main sepeda."
Rani tersenyum kecil pada puterinya.
"Tapi sayang. Di luar berbahaya. Mama harus jaga toko kue."
Rani menatap khawatir puterinya. Walau baru buka. Tapi sudah ada beberapa pelanggan yang membeli cakenya.
"Gak apa-apa kok ma. Kan udah biasa. Kanza udah gede. Tamannya dekat."
Rani memijat frustasi keningnya. Puterinya ini keras kepala. Dikurung saja bakal loncat dari jendela.
Walau taman dikomplek rumah sederhananya dekat rumah. Tapi tetap berbahaya. Sekarang marak penculikan anak."Za sayang. Di luar banyak penculik. Mama gak mau kamu kenapa-kenapa."
Rani masih terus membujuk puteri nakalnya.
"Hallo selamat pagi."
Suara remaja pria menghentikan perdebatan antara ibu dan anak. Kanza menatap cemberut ibunya.
"Kanza pengen main sepeda?"
Kanza menatap cowok tampan memakai kaos hitam itu dengan anggukan kecil.
"Mbak Rani biar Kanza bareng aku aja."
Rani menatap bingung Rega, remaja SMP tampan di hadapannya. Tumben remaja irit bicara ini mau bermain dengan Kanza.
"Kamu gak masalah? Kanza nakal lo."
Rega tersenyum kecil. Lalu menatap Kanza yang masih cemberut karena mamanya tidak mngizinkan dirinya main ke taman.
" Enggak apa-apa kok mbak."
Rani mengangguk pelan. Ia percaya Rega bisa menjaga puteri bandelnya.
"Jangan nakal yah sama kak Reganya."
Kanza mengangguk paham. Padahal ia seperti bocah lainnya. Masuk kiri keluar kanan. Wejengan mamanya bagai angin yang berlalu.
Rega juga bersepeda mengikuti Kanza yang ngebut-ngebutan.
Beberapa kali remaja pria itu mengumpat saat Kanza hampir menabrak kendaraan lain. Astaga bisa dikuliti ibu anak kecil bandel ini.
Kanza tertawa kecil saat melihat wajah Rega yang menahan kesal.
Kaki kecilnya tersandung batu. Hampir sajah terjatuh jika tangan kekar seorang pria tidak segera menolongnya.
Mata hitamnya menatap polos sosok pria putih tampan di depannya.
Wajahnya berubah drastis."Hati-hati princess. Nanti bisa terluka."
Kanza menatap sinis pria di hadapannya.
Gadis kecil itu mengingat pria di hadapannya ini yang mendorongnya dengan kasar."Papa."
Kanza menarik tanganya lalu berlarian pergi memeluk Rega. Remaja pria itu menggaruk kepalanya bingung. Kanza sulit ditebak.
Hiro masih menatap penolakkan Kanza dengan hambar. Apa ini karma untuknya. Mengbaikan panggilan Melodi di samping tubuhnya. Matanya menatap Kanza yang telah melangkah pergi. Kanzanya sangat membencinya. Lalu bagaimana jika puterinya tahu, jika Melodi adalah saudari tirinya.
Hatinya dilema. Seharusnya ia menolak dengan tegas perjodohan dari sang mama. Jika bukan karena mama sakit, semua tidak akan terjadi. Jika saja ia tidak egois waktu itu. Mungkin Kanzanya akan memeluknya saat ini.
Penyesalan selalu datang terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate And Love(END)
RomanceAku dan segala kenangan di kota metropolitan. Segala pergaulan anak muda. Membawaku pada rumah kecil di kota ini. Dengan pelitaku yang cantik. Buah hatiku yang hadir tanpa sosok ayah. Tentu saja sampai detik ini aku sendiri tidak tahu siapa ayah bay...