Hay, hay Hate and Love up yah. Rencanya aku pengen buat grup WA untuk Istri Ndeso Sang dokter. kira-kira ada yang join nggak sih.
Oh ya, berita buat pencinta Ningrum, Istri Ndeso Sang dokter bakal terbit loh. Jangan lupa nabung dari sekarang, biar bisa meluk bukunya langsung...
salam sayang,.
Rani menatap gerimis yang turun di luar sana. Sepertinya bunga-bunga itu akan bahagia. kadang ia iri dengan bunga-bunga di sana, walau diterpa panas dan hujan mereka tetap kokoh dan tetap cantik. Rani membuang nafas kasar. beban di pundaknya terasa berat. Gosip miring tentang dirinya tersebar begitu saja. Wanita bernama Dian itu berkelas dan cantik. Kenapa harus takut dirinya mengambil suaminya. Lagian tidak semua wanita yang tidak bersuami akan merebut suami orang. Dirinya memilih tidak akan menikah dan membesarkan puterinya dengan baik. Ia takut melukai puterinya dengan adanya sosok pria yang akan puterinya panggil ayah. Lagian secantik itu kenapa harus takut dengan dirinya yang tidak ada apa-apanya. Bukankah jika mereka saling mencintai tidak perlu takut. Rani mendesah lagi, ngapain mikiran rumah tangga orang. Mending dirinya melihat puterinya. Briona pasti akan kesulitan menangani Kanza. Kanzanya gadis kecil nakal yang pasti buat ulah.
Sekilas melihat rintik hujan lalu meninggalkan tempat itu begitu sajah. Rintik hujan hanya sebagai sinfoni indah yang menemani dukanya."Gak, Aza gak mau."
Rani mengerutkan keningnya melihat Briona yang tampak cemberut menatap Kanza yang membuang muka kesal.
"Ada apa ini?" Rani menatap Kanza dan Briona bergantian.
"Ini mbak, Kanza mati-matian mau bukain infusnya. Ya, aku nolak permintaannya."
Sontak saja Rani membelakkan matanya. Kedua matanya bisa saja melompat keluar, benar saja, Kanza bertingkah lagi. Rani melotot kesal pada Kanza yang juga menatapnya polos.
"Ck, bandel benar-benar bandel yah kamu. kalau nggak diinfus namanya nggak sakit. Makanya kalau nggak mau diinfus ya jangan sakit." Omel Rani panjang lebar.
Briona hanya tersenyum tidak enak pada pasien dan keluarga pasien yang satu ruang dengan ibu dan anak ini. merasa tidak enak dengan tingkah ibu dan anak ini.
"Kan Kanza mau pulang. Pokoknya nggak mau diinfus."
Rani menahan nafasnya. Kanza terlalu keras kepala.
"Bodo amat." Final Rani lalu menatap Briona yang hanya tersenyum canggung. Tersadar dengan senyum Briona yang aneh, Rani menatap sekeliling. Rani meringis pelan, merasa malu, semua orang sedang menatap mereka. ada enam orang yang dirawat, tiga gadis remaja, dan tiga gadis seusia Kanza, beserta keluarganya masing-masing.
Rani tersenyum malu lalu menundukkan kepalanya, sambil berucap maaf. Dirinya benar-benar malu. sepertinya hanya ia dan Kanza yang paling ribut.
"Apa aku dan Kanza sangat ribut?"
Rani meringis pelan ketika dengan polosnya Briona mengangguk.
"Mirip saat di toko. Sedari tadi jadi pusat perhatian." Brioana menggeleng pelan.
"Kadang aku iri sama Kanza, enak banget ada yang ngajak ribut setiap waktu." Tambah Briona lagi.
Rani membuka mulutnya tak menyangka dengan jalan pikirannya gadis cantik di hadapannya ini.
"Geger kamu Bri." Briona hanya menyengir.
Rani menggeleng kepalanya pelan, dimana-mana semua orang pengennya tenang adem.Nggak tahu apa Briona kalau kepalanya akan pecah dengan tingkah puterinya. Kalau diam, diam banget. Kalau bandel, bandel banget.
"Mbak, aku pamit pulang ya. Aku harus kerja jam tujuh nanti."
Rani mengangguk pelan, membiarkan Briona pergi. Gadis cantik itu pekerja keras. setelah kerja menjaga toko kuenya, Briona harus kerja part time sebagai seorang pelayan. Ternyata kehidupannya juga berat. Bersyukur aku karena papa dan mama masih meninggalkan uang sedikit untuk bisa mencukupi kehidupan kami sehari-hari. Tapi dengan jumlah sedikit itu tidak mungkin kami akan bertahan. Aku juga pernah diposisi Briona.
"ma."
Rani tersadar dari lamunannya, dan menatap puteri tersayangnya.
"Mama Aza mau makan Sate."
Rani terkekeh dengan tingkah polos Kanza. Jika polos seperti ini Kanzanya akan terlihat menggemaskan, ia selalu berdoa kenapa tidak sedari dulu Kanza bersikap imut begini.
"Ya udah, mama tinggal ya. Tapi janji jangan bandel."
Rani melangkah pergi setelah meminta ibu-ibu yang tadi siang berbicara padanya, untuk melihat Kanza juga. Walau merasa tidak enak, tapi mau bagaimana lagi. Dirinya tidak bisa diam saja, ia juga membutuhkan bantuan orang lain.
*
Kanza menatap wanita paruh baya seusia almarhum omanya.
"Apa nama kamu Kanza?"
Kanza mengangguk pelan.
"Siapa yang menjagamu?"
"Mama."
Wanita berwajah jepang itu mengangguk pelan. Mungkin ibunya sedang keluar.
"Keadaan kamu baik-baik saja?"
Kanza mengangguk lagi, tidak peduli dengan wajah menakutkan wanita tua di hadapannya ini. Bibi dari anak seusianya di sebelah baru saja pergi.
Rani mengerutkan keningnya bingung. Siapa wanita paruh baya ini. Ia belum pernah bertemu dengan ibu ini sebelumya. Dari tampilannya, sepertinya bukan orang sembarangan.
"permisi."
Kanza dan wanita seusia ibunya berbalik. Rani mengerutkan dahinya bingung, benar ia tidak mengenal wanita ini.
"Maaf cari siapa ya bu?"
"Kamu ibu dari anak ini?"
Rani mengerutkan keningnya, apa kanzanya berbuat ulah lagi saat ia pergi.
"Apa yang sedang mama lakukan di sini?"
Suara pria dengan suara beratnya mengagetkan ketiga perempuan yang sedari tadi bersitatap dengan tatapan berbeda.
"Mas Hiro?"
Rani membelakkan matanya. Di hadapannya ini adalah mama Hiro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate And Love(END)
RomanceAku dan segala kenangan di kota metropolitan. Segala pergaulan anak muda. Membawaku pada rumah kecil di kota ini. Dengan pelitaku yang cantik. Buah hatiku yang hadir tanpa sosok ayah. Tentu saja sampai detik ini aku sendiri tidak tahu siapa ayah bay...