28

7.4K 518 30
                                    

Ada yang Rindu😁
Maaf baru bisa update, kemarin kehabisan data🤣
Thanks buat yang nunggu. Jangan lupa berikan banyak komtar.
Dan untuk yang nanya Kanza. Pasti ada kejelasannya. Bersabar ya😉

Hujan lebat mengguruyi bumi. Rani dan Hiro masih bertahan dengan posisi keduanya.
Hiro menunduk dalam. Hujan membasahinya, tidak peduli tubuhnya kedinginan. Yang ia pikirkan hanya, Kanza yang mungkin tak kembali, dan Rani yang akan semakin membencinya. Semua adalah perbuatan mamanya, tapi tetap ia yang menerima imbasnya. Rani menatap kosong bingkai foto besar dirinya dan Kanza. Berjam-jam ia larut dalam kesedihannya. Bagaimana bisa seorang nenek menjual cucunya sendiri. Puterinya tak akan kembali. Ia capek menangis. Air matanya tak lagi menetes. Ia seperti tak bernyawa. Bunyi gemuru menambah kepedihan. Bisakah Tuhan mengambilnya sekarang ? Bisakah hujan di luar membawa ia pergi. Tidak, sebelum ia melihat mayat puterinya sendiri, ia anggap puterinya masih ada. Ia akan mencari puterinya. Rani bangkit berdiri, ia menatap Hiro yang masih berlutut di luar sana. Ia tahu bukan Hiro yang melakukan semua itu. Tapi mamanya terlibat. Hatinya tidak bisa menerima. Hatinya terlanjur kecewa.
Ia tidak bisa menyalahkan Hiro, selama ini ia berpikir jika Kanza ada juga karena Hiro. Tapi ia tidak bisa memaafkan Hiro. Luka itu melebar dan semakin basa. Rani menutup pintu, lalu merosot di balik pintu. Ia pernah mencintai Hiro begitu dalam, mungkin hingga detik ini. Tapi hatinya telah dikuasai benci. Cinta mereka benar-benar tidak sampai. Tuhan benar-benar mempermainkan mereka.

*
Detik demi detik berlalu dengan cepat. Rani menatap Hiro dari balik jendela. Ia pikir Hiro sudah pulang. Tapi kenyataannya Hiro masih dalam posisinya. Pria itu masih berlutut di tengah hujan. Hatinya sedikit terguncang. Ia ingin melangkah keluar. Tapi, ia tidak bisa. Mengingat puterinya, ia memilih menatap Hiro dari balik jendela.

¶¶

Hiro masih dalam posisinya. Ia mengangkat wajahnya. Matanya sayu, wajahnya pucat. Tubuhnya membeku.  Ia bisa melihat Rani yang juga menatapnya dari balik jendela. Lalu perempuan itu berbalik. Bibirnya semakin pucat. Jas yang melekat di tubuhnya telah basa. Tubuhnya telah basah kuyup. Jika ia mati kehujanan tidak masalah. Jika dengan ia mati Rani tidak lagi membencinya.

Rani membalikkan tubuhnya. Hatinya sedikit tersentuh tapi ia tepis dengan cepat. Biarkan saja pria kejam itu mati. Rani melangkah pergi, tapi akhirnya ia berbalik melangkah ke pintu.  Matanya dan Hiro bertemu. Pria itu semakin pucat. Rani melangkah mendekat. Ia benci Hiro selalu membuatnya terlihat jahat.

"Pulanglah."

Hiro mengangkat kepalanya. Rani membuang wajahnya. Ia capek dengan ini semua. Ia hanya ingin puterinya kembali.

"Apa kalian tidak bisa mengembalikan Kanza?" Rani menatap tepat di bola mata Hiro. Hujan masih turun tapi tidak sederas tadi.  Ia menatap Hiro penuh harap.

"Maafin aku. Mama menjual Kanza pada organisasi gelap. Ini terlalu sulit. Mama juga tidak tahu organisasi itu."

Sedetik kemudian jantung Rani seperti lari maraton. Kepalanya menyerap kalimat yang Hiro ucapkan. Ia jatuh terduduk. Itu artinya Kanzanya tak akan kembali?

"Maksudmu Kanza tak akan kembali?"

Hiro yang awalnya menatap Rani menundukkan wajahnya. Ia tidak tahu akan menjawab apa.
Rani mendekati Hiro, alhasil ia juga basah.

"Aku maafin kamu tapi minta mama kamu balikin Kanza ya."
Rani memegang tangan Hiro, ia memohon. Memohon agar pria itu mengembalikan puterinya. Tutur katanyapun lemah lembut. Ia sudah capek dengan semua ini.

"Kamu tahu, dia puteriku yang malang. Dia gak pernah minta hal mewah. Kamu lihat samsak itu."

Rani terdiam sejenak. Ia menangis lagi. Ia berusaha menahan suaranya yang bergetar.

"Dia cuman minta samsak itu. Dia gak minta kamu. Dia bilang gak, gak mau kamu karena kamu buat dia menderita."

Rani, wajahnya juga penuh air mata diiringi hujan yang turun. Sedangkan Hiro juga menangis dalam hujan. Ia telah menyia-nyiakan puterinya yang nakal. Puterinya tidak menginginkannya.

"Kembaliin Kanza please. Aku mohon."

Rani menghapus air matanya. Ia menangis kejer seperti anak kecil.

"Tolong kembalikan puteriku."
Hiro masih diam terpaku menatap dua bola mata Rani yang penuh air mata. Wajah Rani begitu putus asa. Perlahan Hiro mengangkat tangannya menyentuh kulit wajah Rani. Menghapus air mata yang bercampur dengan air hujan.

"Andai aku bisa putar kembali waktu." Wajah Hiro makin pucat.

"Kembalikan Kanza ku yang malang. Aku gak butuh apapun dari kamu selain Kanza. Pulangin dia hmm. Pulangin dia dari mama kamu."

Hiro menurunkan tangannya. Wajahnya pias. Ia tidak tahu jika keadaan akan semakin rumit.

Rani berdiri perlahan melangkah mundur.

"Aku coba ngerti diposisi kamu. Tapi aku gak bisa maafin kamu. Aku hanya minta Kanzaku kembali. Dia tidak pernah menerima kebahagian dari keluargamu. Aku menyusuinya saat dia menangis. Aku menidurinya dan siaga setiap malam. Aku yang menemaninya saat ia merangkak."
Rani menghentikan kalimatnya. Ia menghapus air matanya.

"Aku yang selalu jadi saksi saat wajahnya penuh lebam, berkelahi dengan teman-temannya karena tidak punya papa."

Rani terisak piluh.
"Aku yang selalu ada saat bangun dan tidurnya. Aku pertaruhkan nyawaku untuknya."
Rani menatap tepat pada dua bola mata Hiro. Menatap pria itu penuh luka dan kecewa.

"Lalu kenapa mamamu harus menjualnya, padahal tidak pernah memberi puteriku sesuap nasi. Kenapa mamamu tega  pada Kanza ku? Jawab aku."

Rani jatuh terduduk di lantai beranda rumah. Ia berusaha kuat dan tegar. Tapi ia juga manusia biasa. Ia tidak bisa tahan sakit di hatinya. Ia hanya ingin puterinya kembali. Ia yang melahirkan, pertaruhkan nyawa. Tapi mereka yang merenggut Kanzanya. Pikirannya benar-bebar kacau.
Rani bangun dengan sisa tenaganya.

"Walau saat ini kamu matipun, aku tak akan memaafkan mu."

Rani melangkah pergi dengan lemah. Ia menutup pintu dengan sisa tenaganya. Mengunci pintu lalu merosot ke lantai.
Ia benar-benar telah menjadi jahat.

Hate And Love(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang