10

8.1K 598 15
                                    

Jangan lupa vote and commennya😘😘

Rani menatap Hiro terkejut. Matanya kembali menatap wanita paruh baya di hadapannya yang sedang menatap dirinya dari ujung kaki sampai kepala. Sungguh ada rasa risih, apa lagi tatapan dingin yang diberikan.

"Kenapa mama di sini?" Tanya Hiro lagi, karena sang mama tidak menanggapi pertanyaannya.

"Kamu ibu dari anak ini?"

"Iya bu." Rani tersenyum canggung. Bagaimanapun di depannya ibu Hiro. Yang pastinya nenek dari Melody. Pasti wanita paruh baya ini sudah tahu siapa yang menyebabkan puterinya dirawat.
Tampa mengucapkan sepatah kata lagi, mama Hiro pergi begitu saja. Rani menatap Hiro yang juga melangkah pergi mengikuti ibunya.

Rani menatap puterinya yang juga menatapanya.

"Aza baik-baik saja?"
"Apa ibu tadi menyakiti Kanza?"

Rani membuang nafasnya legah ketika Kanza menggeleng cepat. Setidaknya mama Hiro tidak menyakiti puterinya.

"Enak?"

Kanza mengangguk pelan. Rani mengelus lembut rambut puterinya.
Jika dengan hal kecil sajah sudah membuat puterinya senang, kenapa ia harus mencari hal besar.

"Apa yang dikatakan oma Melodi tadi?"

Kanza menatap sang mama sebentar, lalu mengangkat bahu tanda nggak tahu.

*

Keesokan paginya, Kanza kembali ditinggal. Rani harus segera pulang mengambil pakaian dan kebutuhan Kanza lainnya. Terpaksa ia harus meninggalkan puterinya lagi, dan menitipkan Kanza pada ibu yang kemarin.

Kanza menatap bosan. Dari kemarin hanya berbaring. Melirik infus di tangannya menambah ketidak sukaannya. Menurutnya sang mama terlalu berlebihan.

"Selamat pagi Kanza."

Kanza menatap pria yang berapa minggu belakangan ini ia kenal.

"Ngapain om di sini?"

Hiro tersenyum ketika mendapat balasan sinis dari Kanza.
Bagaimanapun dirinya yang salah.

"Maafin saya ya?"

Kanza memilih membalikkan punggungnya, dan kembali menutup matanya. Ia sangat benci mengingat pria ini mendorongnya begitu kuat. Ada rasa iri melihat Melodi yang punya papa. Dirinya tidak punya papa siapa yang akan membelanya walau tersakiti. Hanya mama, yang ia punya.

"Papa bawaain Kanza, banyak makanan. Kanza mau apa biar bisa maaifin papa?"
Hiro terus saja membujuk Kanza, walau gadis kecilnya tidak peduli dengan suaranya.

"Papa?"
Kanza sontak berbalik. Matanya memicing tajam.

Hiro tergagap. Ia keceplosan. Kanza menatapnya datar.

"Pergi. Kanza gak punya papa. Om papanya Melodi, bukan Kanza."

Hiro tercengang. Apa yang sudah ia lakukan. 

Kanza berteriak kesetanan mengusir Hiro pergi. 

"Nak Kanza kenapa? maaf tuan lebih baik pergi." Hiro menatap ibu asing yang tiba-tiba muncul. 

"Saya Tari, mamanya menitipkannya pada saya." Karena ditatap aneh, bu Tari kembali bersuara.

Hiro mengangguk pelan, lalu melangkah pergi. Sekilas melirik Kanza yang kambali memunggunginya. 

Bisik-bisik dalam ruangan kembali terdengar. Setelah kepergian pria tampan itu.

"Apa pria tampan itu papanya?"

"Dia sangat tampan."

"sepertinya Kanza membencinya."

"Hust, jangan kepo urusan orang."

Tari menegur ibu-ibu di dalam ruangan ini yang mulai menggosip.

"Kanza, mau makan apel. Kebetulan tante udah potong."

Kanza masih terdiam. 

Kanza mendengar semua bisik-bisik dalam diam. Kenapa pria itu menyebut papa. Ia tidak ingin berbagi papa. Ia tidak ingin punya papa yang punya anak lain. 

*

Rani membuang napas berat akhirnya tiba juga di rumah sakit. Rani mengerutkan keningnya saat semua yang berada dalam satu ruangan dengan puterinya mentapnya aneh. Apakah puterinya buat ulah lagi. Rani mengerutkan keningnya saat melihat Kanza yang memunggungi tubuhnya. Kebetulan posisi brankarnya paling pojok.

"Kanza." Panggil Rani pelan.

Kanza langsung berbalik menatap sang mama.

"Ma." Rani membeku menatap wajah puterinya yang memerah, menahan tangis. Kanzanya tidak pernah bersikap seperti ini. Kanzanya jarang menunjukkan kesedihannya. Siapa yang menyakitinya.

"Nak Rani, tadi saat pergi ada seorang pria yang datang. Sepertinya papa Kanza, soalnya Kanza berteriak mengusir pria itu dan mengatakan bukan papanya. Maaf kalau saya ikut campur."
Rani tercengang mendengar bu Tari. Siapa pria yang mengaku menjadi papanya Kanza.

"Makasih bu." Rani membungkukkan badannya sedikit lalu kembali mengangkatnya sebagai tanda terimakasih sudah menjelaskan. Kanzanya pasti tidak akan bercerita kalau tidak didesak.

"Kanza." Panggil Rani pelan.

"Ma, om Hiro tadi bilang Kanza mau apa supaya bisa maafin papa."

Rani makin membeku, Hiro maksudnya Hiro orang yang ia kenali.

"Kanza jangan bandel. Mama tinggal sebentar."

Rani melangkah pergi. Ia harus mencari Hiro. Pria itu pasti berada di rumah sakit, puterinya dirawat.
Benar sajah di ujung lorong sana, Rani menatap Hiro yang sedang berbicara pada dokter begitu seriusnya.
Setelah dokter itu pergi Hiro berbalik mata mereka bertemu.
Rani perlahan mendekat, begitu juga Hiro.

"Apa yang mas Hiro katakan pada Kanza?"
Hiro terpaku menatap mata Rani yang tajam menatapnya.

Rani benar-benar tidak habis pikir dengan pria di hadapannya. Kenapa ia menyebut dirinya papa pada Kanza.

"Kenapa kamu menyebut papa di hadapannya?"

Jangan lupa vote dan komennya.



Hate And Love(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang