Udah up ya. Jangan lupa vote dan commentnya.
Kalau ada yang mau nanya tentang buku istri ndeso sang dokter langsung DM aja😅Hiro memegang kepalanya. Udara dingin menusuk kulitnya. Ia meringis ketika kepalanya berdenyut sakit.
Ia memijit kepalanya beberapa detik. Lalu tersadar jika udara semakin dingin. Matanya membelak saat menatap atas tubuhnya yang telanjang. Matanya menatap ke samping. Wanita mungil yang tertidur dengan polosnya. Hiro menjambak rambutnya. Mengingat apa yang ia lakukan pada Rani. Ia telah menghancurkan Rani yang ke dua kalinya. Semalam ia mabuk-mabukan. Dirinya terbakar cemburu melihat kedekatan Hans dan Rani. Ada satu hal yang harus ia pastikan saat ini. Hal itu juga yang membuat dirinya mabuk seperti ini. Disisi lain ia juga stres dengan hilangnya Kanza. Benar sekarang dirinya benar-benar bajingan. Tidak masalah jika dengan kejadian ini Rani bisa berada di sisinya. Tidak peduli dengan resiko yang akan ia dapatkan.*
Rani perlahan membuka matanya, rasa pening menghantam kepalanya. Matanya membengkak sulit untuk terbuka. Dengan susah payah ia membuka matanya, mungkin jika ia bercermin matanya akan sipit seperti orang cina.
Kesadarannya belum sepenuhnya kembali. Potong-potong memory masuk di kepalanya. Ia melirik tubuhnya yang tidak memakai sehelai benangpun. Tersadar dengan apa yang terjadi Rani tertawa menyedihkan. Air matanya sudah habis. Sudah kering ditelan kesakitan yang selama ini ia dapatkan. Bencinya pada Hiro mendara daging. Ia bahkan tak sudi untuk mengucapkan nama pria bajingan itu. Puterinya hilang, sekarang ia diperkosa lagi. Sungguh hina dan kotor dirinya. Bahkan mungkin pelacur lebih terhormat darinya. Hidupnya semakin hancur."Kamu sudah bangun? Aku harus pergi."
Rasa merasa mual dan muak mendengar suara Hiro. Pria tidak tahu malu. Hatinya benar-benar telah membatu. Ia bahkan tak ingin berhubungan dengan pria manapun. Hans, pria yang ingin mengajarinya untuk membuka hatinya malah harus terkikis dengan kenyataan. Hiro benar-benar menghancurkannya. Bahkan suaranya tidak bisa dikeluarkan. Ia ingin memaki pria di hadapannya yang menatap tak bersalah padanya. Suaranya hilang, air matanya sudah habis. Tuhan benar-benar menyayanginya ya? Sampai ia diberi cobaan yang begitu berat.
"Aku akan mengirim anak buahku ke sini untuk melihatmu."
Rani meremas sprei dengan emosi yang membara. Ia menggeretak giginya, emosinya benar-benar tidak stabil. Ia ingin mengambil pisau dan menikam pria ini.
Karena Rani masih diam, Hiro mendekati ranjang.
Rani masih menatap Hiro dengan wajah tanpa ekspresi. Dirinya sudah muak dengan semua yang Hiro lakukan. Ia hanya meminta Hiro kembalikan puterinya.
Hiro menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik Rani."Aku tahu kamu sangat marah. Tunggu sebentar saja. Ini tidak akan lama."
Rani ingin menampar Hiro. Tapi tubuhnya benar-benar mati rasa. Rani membuang wajahnya, tidak peduli dengan kalimat Hiro.*
"Gak. Aku gak mau makan."
Melodi membuang wajahnya. Emosi dipaksa makan oleh mamanya, Melodi mendorong piring berisi makanan hingga pecah.
"Melodi cuman mau papa. Hiks, Odi mau papa."
Melodi berlarian keluar.
"Mama bilang berhenti, Melodi mama bilang berhenti." Dian berteriak histeris saat Melodi berlarian.
Dian terhuyung ke belakang. Dengan sisa tenaga ia menatap nanar tubuh yang telah bergeletak penuh darah.
"Papa."
Dian masih syok dengan apa yang terjadi."Nona Melodi." Teriak pengasuh Melodi histeris melihat tubuh kecil itu telah bersimbah darah.
Dian yang tersadar merangkak menyentuh tubuh gadis kecil yang bersimbah darah.
"Rumah sakit cepat."
Dian masih memeluk tubuh kecil yang bersimbah darah. Bahkan sebelum tak sadarkan diri Melodi masih sempat menyebut nama papanya. Dia menangis, mengecup puterinya yang ia jaga layaknya permata. Puterinya adalah harta berharga, hubungannya dengan Hiro baik-baik saja karena kehadiran puterinya. Ia takut, benar-benar takut bila terjadi sesuatu dengan puterinya.
*
Rani hanya melamun dan melamun. Hidupnya benar-benar telah hancur."Mata kamu makin parah. Kamu nangis lagi?"
Rani masih tetap menatap luar. Telinganya masih mendengar kalimat Hans, yang seperti memohok hati kecilnya.
"Kamu juga harus jaga kesehatan, biar kita cari Kanza sama-sama. Kalau kamu kayak gini, gimana nanti mau ketemu Kanza h'm?"
Rani berusaha membuka suaranya. Tapi sulit untuk terbuka. Air matanya benar-benar habis untuk saat ini.
Ia ingin berbicara dengan Hans."Aku panggilin dokter ya? Kamu jangan pikirin yang aneh-aneh dulu."
Rani menunduk sedih. Kenapa Hans terlalu baik padanya? Ia benar-benar sudah kotor dan semakin kotor oleh pria yang sama. Satu-satunya pria yang menghancurkannya.
Dirinya tidak pantas untuk Hans. Lebih baik Hans bersama gadis baik-baik. Dirinya tidak ingin merusak hidup Hans.**
Di rumah sakit suasana semakin menegangkan. Aya ibu Hiro datang dan menampar Dian dengan kuat."Ibu macam apa kamu ha? Kamu bahkan tidak bisa menjaga cucuku dengan baik."
Dian menatap marah ibu mertuanya."Selama ini aku diam. Melodi kayak gini karena putera mama. Dia gak mau makan, dia maunya cuman papanya. Bahkan sampai ia bersimbah darah, Melodi masih bilang papa."
Dian menahan tangisnya, tapi tangisnya pecah juga. Ia juga khawatir, bukan mertuanya saja.Hiro yang baru saja datang langsung ditampar sang mama.
"Kamu benar-benar anak durhaka."
Hiro hanya memasang wajah tanpa ekspresi.Aya ingin melanjutkan makiannya pada sang anak, tapi diurungkan dengan keluarnya perawat. Cucunya dioperasi.
"Maaf, kami butuh donor dari keluarga korban, karena persediaan golongan darah habis."
Aya menatap Hiro yang masih bersikap datar.
"Hiro apa lagi yang kamu tunggu. Golongan darah kamu A kan sama dengan Melodi?"
Hiro tersenyum sinis. Membuat wanita tua itu melotot marah. Sedangkan Dian menatap Khawatir.
"Tunggu apa lagi Hiro? Kamu mau lihat puteri kamu mati?" Aya menatap marah puteranya yang tampak biasa."Puteri yang mana maksud mama?"
Dian menahan napasnya saat Hiro menatapnya tajam.
"Apa maksud kamu Hiro?" Aya melotot masih tidak percaya
dengan ucapan puteranya."Maaf, golongan darah pasien di dalam adalah B, tolong keluarga sediakan segera. Pasien sangat kritis."
Hiro tersenyum sinis menatap Dian yang membeku. Sedangkan Aya memegang dadanya. Ia hampir terjatuh jika saja asisten pribadi Hiro tidak memegangnya."Tentu saja karena Melodi bukan anakku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate And Love(END)
RomanceAku dan segala kenangan di kota metropolitan. Segala pergaulan anak muda. Membawaku pada rumah kecil di kota ini. Dengan pelitaku yang cantik. Buah hatiku yang hadir tanpa sosok ayah. Tentu saja sampai detik ini aku sendiri tidak tahu siapa ayah bay...