6

8.4K 623 8
                                    

Rani tersenyum penuh luka. Kanzanya dewasa begitu cepat. Apa ia bisa masuk dan mengetahui lebih lanjut hati puterinya.

Tolong Tuhan, sekali sajah biarkan Kanzanya bahagia. Ingin sekali ia menangis. Kenapa dunia begitu kejam, semua orang pergi meninggalkan dirinya seorang. Terus mengeluh juga percuma. Hidupnya memang seperti ini. Namanya takdir. Mereka selalu bilang, harus sabar namanya takdir. Tapi mereka tidak benar-benar diposisinya. Mereka tidak tahu sakitnya seperti apa.

Rani masih mengelus kepala puterinya dengan sayang. Dengkuran halus menyadarkan dirinya jika puteri nakalnya sudah tertidur.

"Ma, apa yang harus Rani lakukan."

Air mata yang sedari tadi ia tahan jatuh juga.
Jika mereka bilang dirinya sangat kuat. Itu semua bohong. Setiap malam saat Kanza tidur, ia terus menangis. Menangisi semuanya. Kenapa ia yang mengalami semua ini, kenapa harus dirinya. Masih menangis dalam diam. Tidak ingin membagunkan Kanzanya.

*

Kanza menatap mata mamanya yang terlihat bengkak.

"Kenapa gak dimakan?"

"Ma, Kanza gak suka kalau mama nangis karena Kanza lagi."

Rani berhenti menuangkan susu digelas Kanza. Puterinya kembali makan roti dengan lahap. Seakan kalimat yang tadi dikeluarkan hanya angin lalu.

Rani berjongkok menatap wajah datar itu. Meneliti luka di kaki dan tangan Kanza.

"Za, lihat mama."

Rani menatap dua bola mata kanza yang menatapnya polos.

"Jika Kanza larang mama. Maaf mama gak bisa. Bagi mama, Kanza jiwa mama. Jika Kanza terluka, mama lebih terluka. Tolong maafin mama yang gak sempurna ini."

Tangan mungil itu menghapus air mata yang masih setia jatuh dipipih.

"Kalau begitu janji sama Aza. Jangan nangis lagi. Demi Kanza."

Rani memeluk Kanza dengan sayang. Tangisnya makin kencang, bahunya bergetar. Hatinya berdenyut sakit. Membiarkan ia meluapkan semua emosinya pada Kanza. Jika semua meninggalkanny, hanya ada Kanza. Kanzanya yang setia bertahan dengan semua luka yang semu orang torehkan pada puteri kecilnya, hanya karena ia hamil tampa suami. Semua orang menatapnya hina.

Setelah aksi menangisnya Rani merapikan tampilannya, puterinya kembali mengomel.

"Kalau Kanza terlmbat. Kanza gak mau masuk. Bolos ajah."

Rani mendengkus malas.

Selain nakal Kanzanya emang kayak gitu suka mengancam.

"Kamu tuh cewek. Gak boleh kayak gitu."

Dua perempuan beda usia itu bergandeng tangan menuju jalan umum. Kebetulan toko kuenya sudah dijaga oleh Briona.

Rani mengerutkan keningnya melihat mobil ferari hitam terparkir didepan rumahnya. Tangan gadis kecil dengan senyum manisnya melambai pada Kanza. Kanza menghentikan lajunya.

Hiro keluar dari mobilnya. Harus Rani akui Hiro semakin tampan dan dewasa.

"Hallo, Kanza."

"Loh mas Hiro ngapain pagi-pagi ke sini?"

Karena tidak ada balasan Rani mencoba membuka suara. Dirinya merasa tidak enak. Namun ia merasa aneh, dengan tingkah Hiro.
Tidak ingin salah paham, dan tidak ingin ditiduh aneh-aneh karena pria dihadapanya sudah beristri.

Keduanya tidak sadar jika Kanza sudah melangkah menuju remaja pria yang sedang duduk diatas motor menunggu kakaknya membeli kue.

"Hallo, calon bini masa depan."

Hate And Love(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang