33

7.1K 517 29
                                    

Kanza versi dewasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kanza versi dewasa....saat bertemu dengan mama Rega.

Setelah kejadian dimana mama Rega menetapkan tanggal pernikahan sepihak di sinilah Eneng. Gadis cantik dengan tampilan sederhana memegang kue yang di bawa mama Rega. Bukan tanpa alasan ia memutuskan untuk membagi kue yang dibawa mama Rega. Ia hanya ingin kabur dari rumah itu semenit saja. Sungguh ia merasa aneh dan asing. Bisa-bisanya baru kenal, ikut sandiwara dan akan menikah. Sialnya dedektif itu hanya diam dan membiarkan dirinya terjebak dalam pikirannya. Sekarang Rega tanpa berbicara masalah ini telah pergi. Pekerjaannya menangkap penjahat.
Awalnya ia pikir mama Rega jahat da bersikap angkuh, tapi kenapa tanpa tahu asal-usulnya malah setuju saja dengan pernikahan ini. Eneng tidak habis pikir mama Rega dibalik wajah tegas dan penampilan glamournya ternyata memiliki sikap yang baik. Wanita paru bayah itu benar-benar ngebet anaknya untuk menikah. Padahal anaknya masih muda. Bukankah sekarang yang dipikirkan adalah kesuksesan? Ah, ia harus ingat jika Rega sudah kaya. Tanpa pria itu jadi dedektif juga tetap uangnya banyak. Kenapa juga harus kerja berat jika punya uang banyak?

Rega, kenapa diantara semua pria, harus Rega? Bukannya ia menolak takdir. Tapi Rega cowok itu ganteng. Sempurnah. Masa sih, polisis nikah sama maling kayak dirinya. Apa kata dunia?
Pria itu kenapa tidak jadi model saja? Kenapa sekaya dan setampan itu jadi dedektif? Kenapa juga tidak menikah dengan model, dokter atau perempuan cantik lainya. Mukanya tanpan.

Eneng mengusir pikirannya tentang Rega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Eneng mengusir pikirannya tentang Rega. Kenapa harus pria itu yang ia pikirkan? Yang penting ia bisa makan dan tidur nyenyak tanpa harus memikirkan kabur dari preman-preman.

Eneng berdiri menatap rumah besar di sampingnya. Rumah ini terlihat sepih. Beberapa jam yang lalu ia melihat perempuan paru baya yang membuat hatinya sakit. Wanita itu tetap cantik walau terlihat aneh.

"Ada perlu apa?"

"Astaga, naga, buah naga. Kaget njir."

Eneng berbalik menatap suara pria remaja di hadapannya. Matanya membelak.

"Kamu?!" Eneng menunjuk tepat di wajah Akio.

"Ada perlu apa?"

Eneng mendengkus malas. Kenapa pria ini dingin sekali. Ekspresi wajahnya tidak berbeda dengan Rega. Jangan-jangan keduanya satu spesies. Spesie es batu. Jangan bilang jika cowok ini adalah anak pemilik rumah ini. Lalu perempuan itu? Jangan bilang mama pria ini. Keadaan mamanya seperti tidak baik-baik saja. Eneng mengusir pikirannya, itu urusan orang.

"Ganti ekspresi. Gak enak banget lihatnya." Ketus Eneng menyerobot masuk.

Akio mengerutkan keningnya. Saat Eneng melangkah masuk begitu saja. Perempuan ini benar-benar tidak punya etika.

"Dimana letakkan kue ini. Kamu harus makan yang manis-manis. Soalnya wajah kamu jelek."

Akio memdengus malas. Perempuan ini benar-benar ceplas-ceplos. Benar-benar tidak beretika.
Eneng melangkah masuk tanpa tahu malu. Ia menyerobot masuk. Matanya menatap sekeliling, kemana semua pengawal yang menjemput bocah manja ini?
Sedangkan Akio merasa kesal dengan sikap perempuan asing yang menyebut sebagai tetangga. Sejak kapan keluarga mereka dekat dengan tetangga? Selama ini papanya sibuk  dengan pekerjaan dan mamanya gila. Ia benar-benar dilahirkan dari keluarga yang hancur. Walau kadang ia melihat papanya dengan senyum bahagia menyuapi mamanya yang malah melempari papanya dengan barang-barang di sekeliling. Ia benar-benar harus terjebak dalam nerakah ini.

"Apa kamu tidak ingin menunjukki jalan?"

Akio tersadar dalam lamunannya. Ia mengangkat wajahnya menatap Eneng dengan datar.

"Pintu keluar di sana. Silakan pergi."

Eneng membelakkan matanya.

"Aaaww."

Akio melotot saat satu pukulan bersarang di kepalanya.

"Kamu..."

Akio menunjuk Eneng dengan tidak suka. Berani-beraninya perempuan asing ini memukulnya.
Eneng menarik telunjuk Akio. Jika bisa ia akan mematahi jari kurang ajar bocah ini.

"Turunkan tangan bodoh mu ini."

Akio mengerutkan keningnya. Bukankah perempuan ini sudah kelewatan. Atau janga sampai ia seorang mata-mata?

"Mau apa kamu sebenarnya?"

Eneng menggaruk pipinya yang tak gatal.
Entahlah, mau apa sebenarnya ia. Semua terjadi begitu saja. Rasanya ia begitu akrab dengan remaja yang dipanggil Tuan muda ini. Pantas saja dipanggil Tuan muda, toh rumah ini mewah dan bagus.

"Ada air gak. Aku haus." Eneng memegang lehernya. Setelah berdebat banyak dengan Akio ia merasa haus. Akio mendengus malas. Ia meneriaki pembantunya untuk membawa air.

Eneng mengangkat sebelah bibirnya sinis. Bisa-bisanya bocah ini suka memerintah dan kesannya kasar.

"Setelah itu pergi dari sini."

Eneng berdiri. Ingin sekali ia menendang wajah Akio.

"Dasar angkuh."

Eneng ingin melangkah pergi, tapi kakinya terpaku tak bergerak. Dari arah pintu masuk pria paru baya yang ia lihat di kantor polisi, sedang mendorong perempuan yang ia lihat di taman samping rumah ini. Sama seperti waktu itu, masih memeluk erat boneka. Kedua pasang mata pria itu menatapnya tajam seakan merenggut semua oksigen di sekitarnya.

"Kanza jangan bandel ya." Perempuan itu mengelus bonekanya.

Eneng memegang kepalanya. Kenapa mendadak pusing. Telinganya seperti hanya mendengar nama Kanza dimana-mana. Dengan cepat ia berlari pergi. Melewati mama dan papa Akio di pintu masuk. Ia yakin itu mama dan papa Akio. Tapi kenapa nama Kanza membuat jantungnya berdetak krncang. Ia seperti dipanggil pulang.

Eneng memegang pagar depan rumah Rega.

"Kanza gak boleh nakal."

"Kanza. Ini luka, itu luka. Jangan bandel."

Bayang-bayang itu muncul begitu saja. Kepalanya benar-benar akan meledak. Hingga ia jatuh tak sadarkan diri.

**

Rega menatap wajah tidur Eneng yang begitu polos. Mendengar kabar Eneng jatuh pingsan ia segera pulang. Perempuan ini benar-benar tidak bisa ditebak. Kata pembantu rumahnya Eneng pergi mengantar cake dari mamanya ke tetangga. Tapi pingsan di depan gerbang. Entahlah, kata dokter keluarganya ia baik-baik saja.

Rega menatap teliti wajah dalam lelap tidur ini. Mereka benar-benar mirip. Kenapa ia malah diam saat mamanya bilang menikah? Entahlah hatinya benar-benar menginginkan pernikahan ini. Mungkinkah ia begitu karena pikir Eneng mirip Kanza.

"Ya, hallo Vans."

Rega menatap wajah tidur Eneng.

"Aku akan ke sana."

Sebelum pergi Rega menatap Eneng lagi.

Siapa perempuan ini sebenarnya?

Berikan cinta kalian untuk cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berikan cinta kalian untuk cerita ini.....

Hate And Love(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang