18

7.1K 504 28
                                    

Yuhuu udah update.
Ada yang nunggu?
Jangan lupa beritahu kalau ada typo😃

Selamat hari raya idul adha bagi yang merayakan
Minal Aidzin wal Faidzin ya❤

Satu minggu telah berlalu. Rani dengan sisa tenaganya menunjukkan foto puterinya pada orang-orang yang lewat. Toko kuenya sudah seminggu tutup. Ia terus mencari keberadaan Kanza.

Mati-matian ia menahan tangis mendengar kata tidak pernah lihat, atau kata tidak lihat yang dikeluarkan orang-orang yang ia tanyai.
Rani jatuh terduduk di terotoar, hari semakin gelap. Apa puterinya baik-baik saja? Apa puterinya makan dengan baik? Apa puterinya tidur dengan baik?
Rani menutup matanya frustasi. Ia menangis kesekian kalinya. Menangis dalam kesendirian. Puterinya benar-benar hilang.  Rani memeluk lututnya, wajahnya ia tenggelamkan berharap ini semua hanya mimpi yang panjang. Ia hanya punya Kanza, kenapa mereka mengambil pelitanya. Sekarang hidupnya gelap. Hidupnya benar-benar berakhir jika Kanza tidak ditemukan. Selama ini dirinya bertahan karena Kanza. Ia hanya berharap Kanza baik-baik saja di suatu tempat.

Tidak jauh dari Rani duduk memeluk lututnya, Hiro hanya bisa menatap wanita itu dari jauh. Selama satu minggu ini dirinya juga mencari Kanza, hingga nama Kanza muncul di media. Tapi sampai sekarang belum ada satu jejak ditemukan. Kanza benar-benar hilang.
Hiro menatap langit yang semakin gelap. Sepertinya akan turun hujan, langit mendung sedari sore.  Hatinya kecewa, kecewa dengan dirinya sendiri. Ia terlalu bajingan. Jika terjadi sesuatu pada Kanza ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Benar hujan perlahan turun.

Rani mengangkat kepalanya saat rintikan hujan tiba-tiba tidak mengenainya. Matanya masih sembab. Wajahnya mengeras saat melihat pria yang paling ia benci, pria yang membuat hidupnya hancur berani menampakkan wajanya.

Rani bangun dan mendorong kuat payung yang digenggam Hiro, hingga terjatuh.

"Apa kamu pikir dengan memayungi ku, aku akan memaafkan mu?"

Rani menatap marah Hiro yang masih tetap dengan wajah tenangnya.

"Jangan berpura-pura kamu mencari Kanza padahal kalian yang menyembunyikannya."

Rani menarik kerak baju Hiro dengan kuat. Wajah memerah marah.

"Kenapa kamu hanya diam. Beritahu aku, katakan jika kalian yang menyembunyikan Kanza."

Rani mendorong tubuh tegap Hiro yang tidak bergerak pada posisinya.

"Aku jijik melihatmu. Bajingan kamu. Jangan muncul di hadapan ku sebelum kamu kembalikan puteriku."

Rani melangkah pergi, tidak peduli hujan membasahi tubuhnya. Sebelum ia melihat puterinya ia tidak akan peduli dengan sakit atau luka yang ia dapatkan. Ia lebih memilih Kanzanya nakal bermain sepeda atau memukul samsak di depan rumahnya. Kanza adalah pelitanya, tapi pelitanya sekarang redup. Cahaya itu hilang. Puterinya bukan aib seperti omongan mama Hiro. Keluarga iblis. Apa mereka pikir dirinya sudi membiarkan Kanza menjadi bagian keluarga mereka? Tidak dirinya tidak sebodoh itu. Apa mereka pikir kekayaan mereka bisa membeli puterinya? Bagaimana bisa ia tega melukai sesama perempuan? Padahal ia tahu melahirkan sama dengan pertaruhkan nyawa.

*
Hiro menatap dalam diam kepergian Rani. Ini semua kesalahannya. Rani pantas membencinya. Pantas menyiksanya. Bertahun-tahun ia mencari Rani dan Kanza. Bukan ia tidak peduli, tapi lagi-lagi takdir mempermainkan mereka. Mamanya memaksanya menikah dengan Dian, semua demi bisnis. Balas budi karena papa Dian telah membantu papanya dulu. Ia harus terjebak dalam pernikahan bisnis.
Lalu mamanya tahu Kanza adalah anaknya dari tes DNA yang ia lakukan saat pertama kali tahu Rani punya anak.
Hujan semakin lebat mengguyur tubuhnya. Ia masih tetap diam, memikirkan semua yang terjadi. Jujur ia sangat bahagia tahu Rani membesarkan Kanza dengan baik. Walau ia tahu sifat Kanza duplikat dirinya, sangat keras kepala.
Disaat seperti ini, Rani tidak akan mendengar penjelasannya. Tentu saja,  wanita mana yang akan terima kenyataan pahit seperti ini. Benar kata Rani ia bajingan. Bukan hanya Rani yang kehilangan. Ia juga seorang ayah, sejelek apapun dirinya ia tetap papa Kanza.

"Papa kenapa baru pulang, Odi kangen hiks."

Hiro tertegun, langkahnya terhenti menatap Melodi yang terisak ingin memeluk tubuhnya yang basa.

"Papa kehujanan. Papa cepat ganti nanti sakit."

Hiro menatap lembut puterinya yang menyentuh tangannya yang dingin.

"Odi sayang biarin papa ganti, sini sama mama dulu."

Dian menarik Melodi membiarkan Hiro pergi begitu saja.
Matanya masih menatap punggung pria yang hampir enam tahun ini menjadi suaminya. Walau ia begitu dekat, hati Hiro benar-benar jauh untuk digapai. Hati istri mana yang akan terima jika suaminya mencintai wanita lain?

Ia takut Hiro meninggalkan dirinya dan Melodi. Melodi sangat menyayangi Hiro dari pada ia yang ibunya sendiri. Ia tidak tega menyakiti hati puterinya. Puterinya sudah cukup menderita dengan penyakit yang dideritanya.

**

Rani mengeratkan selimut.
Dalam kesunyian ia menangis lagi. Matanya menatap sekeliling kamar puterinya. Kamar gadis kecilnya penuh boneka, semua ini karena paksaan dirinya. Di atas meja tersusun mobil-mobilan dan beberapa robot. Rani menangis lagi, ia selalu keras dengan puterinya jika nakal.
Lebih baik Kanzanya nakal dari pada hilang seperti ini.

"Kanza. Mama di sini. Kanza dimana? Hiks."

Rani tidak tahan dengan semua ini, ibu mana yang rela jika buah hati yang ia lahirkan dengan mempertaruhkan nyawanya? Apa lagi usianya masih muda waktu itu, harus hilang. Hilang dalam jangkauannya. Rani meringkuk di bawa tempat tidur puterinya. Sejak kehilangan Kanza, ia bahkan tidak berfikir untuk makan. Ia merasa tidak lapar sepanjang hari. Kenapa Tuhan harus memberi penderitaan ini?
Sepanjang malam ia berdoa agar Tuhan mengembalikan puterinya.
Mengembalikan pelitanya. Hidupnya begitu hancur.

"Mbak. Mbak ada di dalam?"
Pintu kamar terbuka begitu saja.
Rani menatap sayu Briona.

"Mbak belum makankan? Aku bawaain mbak makanan. Hujan di luar besar mbak, gak baik duduk di lantai nanti mbak sakit gak bisa nyari Kanza lagi."

Mendengar kalimat Briona, ia menangis. Kalau dirinya sakit siapa yang mau cari Kanza? Pikirannya buntu.

"Hiks, Kanza mama kangen."
Briona memeluk Rani dengan sedih saat Rani terisak pilu.

"Sabar mbak, percaya Allah, Kanza pasti kembali."

Rani terisak makin kencang, rasanya sakit sekali. Ia kehilangan arah hidupnya. Kanzanya yang malang. Bahkan polisi sampai sekarang belum menemukan puterinya.

 Bahkan polisi sampai sekarang belum menemukan puterinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hate And Love(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang