Bab #58

260 17 0
                                    

Selamat Membaca
.
.
.
.
.

Sudah satu jam mereka berada di atas Bukit Bintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah satu jam mereka berada di atas Bukit Bintang. Mereka saling bercerita satu sama lain, meluapkan masalahnya, bernyanyi bersama. Intinya, mereka sangat menikmati liburan ini.

Layaknya seperti keluarga, pembahasan mereka saling terbuka. Dan tanpa mereka tau, selama ini Bagas menyimpan rahasia besar dalam hidupnya.

"Gue depresi." Dua kata yang sejak tadi Bagas tunda, akhirnya terucap juga.

Mereka semua terkejut. Namun Eka malah tertawa terbahak-bahak seolah-olah Bagas sedang membuat leluconnya. Lain halnya dengan Anta yang tampak begitu tenang tapi pikirannya satu jalur dengan Eka.

"Nggak mungkin lah anying! Orang kayak Lo mana bisa?" Ejek Eka sambil tertawa.

"Tapi Lo seriusan, Gas?" Tanya Nara, khawatir. Bagas mengangguk seraya mengulum bibirnya ke dalam.

Bagas menghela nafas pelan. Dia memijit batang hidungnya.

"Yang Lo liat gue ini emang orang yang ceria. Bikin emosi dan suka cari perhatian. Gue ngelakuin itu semua buat nyembunyiin depresi gue," terangnya lagi.

"Lo emang nggak liat gejalanya. Karena gua selalu sembunyi ketika itu mulai timbul. Sekalipun tanpa sadar, Lo nggak akan nyadar." Ungkapan Bagas menyentuh hati mereka. Sudah selama ini mereka bersahabat, tapi ternyata mereka benar-benar belum mengetahui sisi terdalamnya. Sejauh ini hanyalah Eka dan Anta saja yang memang diketahui.

"Terus kenapa Lo nggak pernah cerita anjir?! Lo pikir itu hal yang keren, karena Lo bisa nyembunyiin penyakit itu?" Sungut Eka. Raut wajahnya begitu kecewa.

Bagas malah cengengesan. Dia bilang, "Iya. Itu artinya gue berhasil mengurangi beban kalian. Keren kan?" Akhir kata dia terkekeh, merasa bangga atas tindakannya.

Eka mengepalkan tangannya secara sembunyi. Untuk meluapkan emosi, Eka melempar batu sebesar genggaman tangannya, ia lempar sejauh mungkin.

Nggak lucu sumpah! Gue gagal jadi sahabat yang baik buat dia! Batin Eka.

Semuanya memandang Bagas dengan intens. Apalagi Sisil, satu-satunya adik kelas yang tau masalah ini.

"Kenapa Kakak bisa depresi?" Spontan Sisil bertanya. Bagas kembali terkekeh.

"Selama ini gue gak menikmati pengetahuan gue. Gue dipaksa buat pinter dan jadi nomor satu. Gue sih santai aja, tapi cara mereka salah," jelasnya lagi. "Di rumah, gue menderita. Makanya, waktu sama kalian gue bertindak bodoh, kayak anak kecil. Lo pada kaget kan? Kaget lah masa nggak!" Imbuhnya.

Bahkan sempat-sempatnya dia tertawa dan masih membuat lelucon. Sampai pada akhirnya, Anta berdiri. Berjalan ke arah Bagas lalu mengulurkan tangannya.

Lily [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang