Seharusnya, waktu itu aku tidak usah peduli terhadap dirimu.
Kenapa?
Karena hari itu adalah hari paling menyakitkan untuk diriku.
***
Refleks Lily dan Anta saling melepaskan genggamannya ketika mendengar suara teriakan dari mulut Eka dan Bagas. Lily mundur perlahan menjauh dari Anta lalu membalikkan tubuhnya supaya bisa melihat dua makhluk berwajah tampan itu. Tidak. Ada tiga sebenarnya.
Eka dan Bagas saling berbisik yang membuat Lily menaruh kecurigaan untuk mereka. Anta masih merintih karena kakinya yang masih terasa sakit walau sudah diberi pengobatan oleh Lily. Oh ya, ngomong-ngomong soal pengobatan bukan berarti Lily ini adalah anggota PMR. Tidak. Dia samasekali tidak minat dengan hal-hal yang harus berurusan dengan rasa sakit. Tapi bukan berarti dia jadi tidak peduli saat orang lain terluka.
Lily ngedumel tidak jelas karena melihat tingkah mereka berdua. Anta yang melihatnya hanya bisa mendecih dan sedikit mengumpat. Duh, baru saja mau dipuji karena hatinya sudah luluh eh, malah makin jadi sifatnya yang cuek itu. Ck ck ck.
Eka dan Bagas yang paham akan raut wajah Lily langsung menghampiri mereka berdua yang sama-sama tengah menatap dengan ekspresi malas. Bagas langsung duduk disamping Anta sementara Eka berdiri disamping Lily. Lily menatap tajam bercampur rasa curiga kepada Eka dan juga Bagas secara bergantian.
"Ya Allah Li, gue punya utang berapa sampe mata Lo mau mencolot gitu?"
Lily memutar malas bola matanya. Lalu melihat arlojinya yang dirasa Nara tengah menunggu kehadirannya.
"Gue cabut dulu ya, selir-selir Lo udah pada dateng," Bagas dan Eka melotot. Sementara Anta hanya melihat Lily dari ekor matanya tanpa minat untuk membalas perkataannya barusan.
"Eh sebentar,"
Lily menghentikan langkahnya saat hampir sampai di daun pintu. Dia teringat sesuatu dan akhirnya berbalik menatap keberadaan Anta. Baru saja Lily ingin mengucapkan satu kata, Bagas dengan cepat memotong ucapannya.
"Pasti lo lupa bawa hati gue, makannya balik lagi. Iya kan?" Ucap Bagas dengan tingkat percaya dirinya yang tinggi.
Lily melotot dan langsung berlagak seolah-olah ia sedang memuntahkan isi perutnya.
"Eh, buaya kaki tiga! Jadi orang tuh nggak usah kepedean. Siapa juga yang mau bawa hati Lo? Sorry ya, Gue cuman mau bilang sama-sama buat si Anta." Jelas Lily.
Anta menghela nafasnya lalu mengacungkan jari jempol sebagai respons ucapan Lily. Lily juga membalas nya dengan ekspresi yang sama-sama datar seperti yang Anta tunjukan. Tak sengaja mata Lily melihat kembali tubuh tegap Bagas.
"Wlee, Bye!"
Lily menjulurkan lidahnya bermaksud untuk meledek Bagas. Tapi sepertinya, Lelaki itu menganggap perbuatan Lily barusan sebagai bahan candaan. Eka hanya bisa menatap sambil geleng-geleng kepala karena melihat tingkah Lily barusan.
Sepeninggal kepergian Lily, mereka berdua terdiam sesaat karena terjebak pikiran masing-masing. Eka yang merasa tidak nyaman dengan situasi yang seperti ini akhirnya membuka suara.
"Eh, Buaya kaki tiga!" Seru Eka yang mengikuti gaya bicara Lily. Bagas tak segan-segan menjitak kepala Eka dengan keras. Lelaki itu langsung melayangkan tinju yang malah mengarah ke bahu Anta.
"Sakit bego!" Pekik Anta seraya mengusap bahunya sekilas.
"Sakit bego, Ka!" Sambung Bagas.
Eka langsung menatap tajam ke arah Bagas. Mereka saling bertatapan yang pada akhirnya menjadi sebuah perdebatan
KAMU SEDANG MEMBACA
Lily [COMPLETED]
Ficção Adolescente| ABOUT LILY | Tentang Gadis remaja yang mencintai sosok lelaki dengan sifatnya yang aneh. Kadang romantis, kadang dingin, kadang juga omongannya suka nyelekit. Dia tau bagaimana rasanya berjuang sendirian dan mencoba bertahan walau sudah tersakiti...