Bab #22

208 19 2
                                    

Vote and Comment ❤️

Happy Reading

***

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Mata Anta masih saja terjaga hingga saat ini. Hari ini ia tidak banyak bicara dengan kedua sahabatnya, meski mereka tau kalau Anta sudah jadian dengan Lily, tapi percakapan hari ini tidak sebanyak di hari-hari sebelumnya.

Anta sejak tadi hanya duduk diam di atas kasur sambil mengusap-usap sebuah foto gadis manis itu. Setiap kali ingatan buruknya muncul, Anta selalu mengusap wajah gadis itu untuk memberi ketenangan hati dan pikirannya.

Pertengkaran sudah menjadi hal yang biasa bagi Anta. Kecil besarnya pun sama saja Dimata dia. Anta benar-benar tidak habis pikir dengan cara kerja otak Bundanya.

Wanita itu hanya mementingkan kerja, kerja dan kerja. Tidak pernah mementingkan putra tunggalnya ini.

"Kalau aja kita masih bersama, pasti hasilnya gak akan kayak gini," lelah rasanya jika Anta terus-terusan menangis. Meski diluar terlihat cuek dan tidak berperasaan, tapi dibalik itu semua dia hanyalah lelaki biasa yang mudah sekali menangis.

Itulah salah satu alasan kenapa Anta ingin bersikap seperti sekarang ini. Cuek dan tidak punya hati.

Anta kembali menyalakan ponselnya dengan baterai yang tersisa 25%. Berkali-kali ia menghubungi Lily tadi gadis itu sama sekali tidak mengangkat telpon darinya.

"Lo kenapa sih gak angkat telpon gue?!" Geram Anta. Jelas kesal. Sudah ,20 kali dia menghubungi Lily tanpa jawaban. Jikapun ia harus pergi ke rumah gadis itu, Anta tetap tidak akan melakukannya. Dia masih terbawa emosi dan takut akan melukai fisik maupun hati Lily.

"ANTA LEBIH SUKA BUNDA MATI DARIPADA HIDUP TAPI SELALU BAWA KEHANCURAN!!!"

"GUE BENCI SAMA BUNDA!!!"

"GUE BENCIII...!!!"

Prank

Tanpa disengaja Anta melempar bingkai itu ke arah dinding. Pecahan beling berserakan kemana-mana. Anta hanya bisa menangis dan menangis seraya meninju-ninju udara. Kenapa sulit sekali berteriak? Padahal Anta ingin kalimat nya barusan yang ia teriaki dari dalam hatinya, bisa terdengar sampai ke Bundanya. Atau kalau bisa sih sampai tetangganya pun dengar.

Tapi pada nyatanya Anta hanya bisa berteriak dalam batinnya saja. Bukannya ia tidak tega, tetapi Anta harus menetapi janjinya yang diberikan oleh gadis itu. Se benci apapun dia dengan Shela, tapi untunglah semua itu tidak terucap dengan suaranya yang lantang.

"Demi kamu, aku rela ngelakuin hal ini,"

"Kalian berdua, gue harap kalian berdua adalah wanita yang gue tunggu selama ini."

Tepat pada kata terakhir mata Anta terpejam. Saking lelahnya ia sampai tertidur di lantai yang dingin. Bahkan pecahan beling tadi belum ia bersihkan dan bingkai foto yang sudah rusak itu masih setia berdiam ditempatnya.

Disisi lain Lily begitu panik karena melihat sebuah room chat Anta dimana lelaki itu berusaha menghubungi dirinya.

20 panggilan tak terjawab terlampau jelas di layar ponselnya. Lily sampai menutup mulutnya karena dia benar-benar tidak tau soal ini.

Lily berusaha untuk tenang dan mencoba menghubungi Anta kembali.

"Kok gak diangkat sih?!" Sudah panggilan ke lima tapi lelaki itu tak kunjung menjawabnya. Namanya juga orang tidur, udah gitu capek pula. Bisa jadi seratus panggilan pun tidak digubris oleh Anta.

Lily [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang