Bab #30

293 10 2
                                    

Happy Reading 💞

Tiba sudah waktunya. Kini SMA Tenggara sedang mengahadapi Ujian Tengah Semester. Mereka semua tertunduk menatap soal-soal yang akan mereka kerjakan. Tidak ada satupun dari mereka yang membawa tas seperti biasanya. Mereka hanya diperbolehkan membawa Papan Ujian dan juga alat tulis saja. Jika ada yang membawa handphone, mereka harus menaruhnya di ruang guru.

Itulah mengapa SMA Tenggara dijuluki gudangnya prestasi. Yang berarti rata-rata anak murid disini unggul dalam bidang akademik maupun non-akademik. Mereka tidak akan bisa bertanya jawaban kepada teman sehingga mereka harus belajar dengan keras. Meskipun dari mereka ada yang tidak masuk 10 besar baik di kelas maupun satu sekolah, nilai-nilai mereka masih terbilang baik.

Bayangkan seberapa pintarnya siswa-siswi di sekolah ini. Bahkan piala-piala perlombaan saja sampai tidak muat dan pada akhirnya terpajang di dinding lorong kelas ataupun di lobi.

Seperti Bagas contohnya. Baru 25 menit mengerjakan dia sudah selesai. Padahal waktu ujian 90 menit.

"Pak, saya udah boleh ngumpulin?" Tanya Bagas seraya mengangkat tangannya.

Pak Imron tidak percaya dengan anak itu. Pasti ngisinya asal tembak.

"Serius udah selesai? Bohong kamu mah. Cek dulu!" Bagas menghela nafas pelan. Daripada harus berdebat, lebih baik dia maju saja dan langsung meletakkan kertas ujian di depan guru itu.

Pak Imron menatap Bagas dengan perasaan ragu. Maklum, dia guru baru disini.

"Awas ya kalo banyak yang salah. Bapak gak mau tanggung jawab." Ucap Pak Imron seraya menunjuk Bagas.

Bagas sendiri tersenyum senang.

"Tapi kalo saya bener semua, Bapak teraktir saya Mie Ayam ya?"

"Kamu ini! Sudah sana kembali ke tempat!" Bagas pun kembali ke kursinya sambil terkekeh.

Guru itu menggeleng tidak yakin. Dia lebih baik memeriksa lebih awal dan memastikan kalimat Bagas barusan.

"Alamak! Kalo gini caranya dompet saya otw kempes ini mah." Ucap Pria berumur 40 tahun an sambil menatap Bagas tak percaya. Ia menggaruk kepalanya karena kecerdasan Bagas.

Bagas tersenyum senang ke arah guru itu.

Yes! Makan gratis lagi uhuyyyy. Batinnya kegirangan.

Bagas memperhatikan teman-temannya yang masih bergelut dengan soal-soal. Ada beberapa dari mereka yang sampai pusing mengerjakan soalnya. Kayak Eka contohnya.

"Sumpah ini jawabannya apa anjir? Perasaan kagak pernah dijelasin dah materinya." Dumal Eka kesal seraya memegang kepalanya dengan gemas.

Bagas menyuruh Eka untuk tetap tenang dan santai. Lelaki itu akhirnya lanjut mengerjakan meski jawabannya entah benar atau tidak.

"Bagas, kamu sudah bisa keluar. Tapi ingat, jangan berisik ya?" Ucap Pak Imron membuat Bagas sedikit kaget.

"Iya Pak. Kalo gitu saya permisi." Pak Imron pun mengangguk.

Sudah menjadi hal yang lumrah untuk mereka jika melihat Bagas si otak cerdas keluar terlebih dahulu. Selalu saja begitu dari kelas 10.

Lily [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang