Bab #7

435 29 5
                                    

Kalau kemarin aku menganggapnya biasa saja lantas, kenapa saat ini aku malah menganggapnya berlebihan?

Secepat itukah perasaan bisa berubah?

***

Anta menuruni anak tangga dengan tas hitam yang sudah tersampir dipundak kanannya. Anta berjalan menuju meja makan dan segera duduk begitu Shela mempersilahkannya. Shela tersenyum sembari mengoles selai kacang diatas roti tawar tanpa kulit. Anta menerimanya ketika Shela menyodorkan sarapan yang ia buat barusan.

"Anta-"

"Jangan merusak suasana pagi Anta, Bun." Ucapnya mendahului perkataan Shela. Shela menatap Anta dengan tajam. Dia membanting pisau itu hingga menimbulkan kebisingan.

"Asal kamu tau, waktu kamu itu nggak banyak, Ta. Jadi, pikirkan keputusan itu dengan matang!" Shela menghela nafasnya. "Nafsu makan Bunda hilang gara-gara kamu!"

Shela meninggalkan meja makan dan mengambil tas jinjing favoritnya. Anta hanya terdiam sedikit menunduk sambil mendengarkan langkah Shela yang semakin menjauh. Suara derum mobil terdengar bersamaan dengan pagar rumah yang mulai terbuka. Tak lama Mobil Alphard yang digunakan oleh Shela melaju meninggalkan pekarangan rumah.

Anta menelan suapan terakhirnya kemudian meminum segelas susu vanilla. Setelah selesai sarapan, Anta berpamitan kepada Asisten rumah tangganya lalu mengambil kunci motor yang menggantung di dinding ruang tamu. Anta menaiki motornya lalu memasang helm full face berwarna hitam pekat. Dia segera menyalakan motornya dan bergegas pergi menuju Sekolah.  

Pagi ini cukup ramai, tidak seperti hari biasanya. Padahal Anta yakin kalau dia tidak pernah melewati jam berangkatnya. Apa yang sedang terjadi? Pikir Anta.

Sesekali Anta menengok ke kanan dan  ke kiri untuk mendapatkan jawaban dari seseorang meski hanya mendengarkan. Tapi nihil. Semua orang sama bingungnya dengan Anta. Karena rasa penasaran yang kian memuncak, Anta nekat menyalip beberapa kendaraan walau dirinya mendapat komentar pedas.

Anta sedikit tercengang saat melihat seorang perempuan pingsan didekat trotoar. Anta tau siapa perempuan itu tapi, kalau dia menolongnya itu sama saja dia membuka kembali lembaran masalalu yang sudah ia tutup rapat-rapat.

"Maaf Pak, saya buru-buru. Saya udah telat."

Anta terpaksa menolak walau sebenarnya ia tidak ingin menolak. Walaupun perempuan itu tidak bisa melihat wajahnya tapi, dia tau siapa yang sedang berbicara barusan. Dalam kegelapan dan kesunyian didalam sana dia tersenyum. Tersenyum bahwa dirinya bisa menemukan seseorang yang pernah mengisi hari-harinya.

Anta kembali melajukan motornya tepat saat mobil Ambulance sudah tiba. Sebisa mungkin ia memenangkan perasaannya dan juga pikirannya.

Selama perjalanan pikiran Anta tertuju pada perempuan itu. Bagaimana bisa dia ada disini? Sebuah pertanyaan yang membuatnya kehilangan fokus. Anta membelokkan motornya memasuki lapangan sekolah tapi, berbagai macam pikiran yang sedang menguasai dirinya membuatnya hilang keseimbangan.

"Hati-hati ya Neng?"

"Siap Mang!"

Bruk

Lily yang sedang melambaikan tangan kepada supir pribadinya menoleh kearah sumber suara. Seperti ada yang terjatuh. Pikir Lily. Begitu menemukan sumbernya, Mata Lily membulat dan dia segera berlari menuju kearah Anta. Tepat berada didekatnya Lily kebingungan bagaimana caranya mengangkat motor yang cukup besar ini.

"Argh..." Suara erangan itu membuat Lily semakin panik. Tak ada orang lain selain mereka berdua. Pasalnya, mereka berdua berangkat terlalu cepat.

Aduh... gimana ini? Batin Lily sambil mengigit-gigit kukunya. Bingung.

Lily [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang