Bab #15

327 21 5
                                    

***

Anta memasuki rumahnya dengan ekspresi datar dan dingin. Begitu masuk, sudah ada Shela yang sedang membantu Bi Eli menyiapkan makan malam, tapi ia tidak menghiraukan keberadaan Shela, Bi Eli dan juga Pak Ade. Ia masuk dengan sikap yang begitu dingin dan tidak peduli apa yang ada disekitarnya. Seolah-olah tidak ada orang lain. Hanya dirinya sendiri saja.

Anta juga tidak peduli saat Shela memangil namanya, bertanya kepadanya perihal sekolah dan juga perasaannya saat ini. Tapi, dia sempat melirik Bi Eli dengan senyum yang begitu tipis. Saking tipisnya Bi Eli menganggap kalau majikannya itu sedang dalam keadaan marah. Hampir saja dia menjatuhkan gelas kaca karena gemetar melihat tatapannya yang tajam itu.

Anta menghentikan langkahnya saat sudah sampai di atas. Lalu dia melihat kebawah dan menatap Bi Eli seraya memberikan senyuman sekilas.

Sepertinya mereka sudah selesai memasak, cepat sekali. Kalau begitu, ini waktu yang pas untuk Anta berbicara kepada Bi Eli.

"Bi, jam delapan ke kamar ya?"

Lagi dan lagi. Hampir saja Bi Eli menjatuhkan semangkuk Sup Ayam. Ia lalu meletakkannya di atas meja dan kemudian melirik Shela yang tampaknya terlihat kecewa. Bukannya bertanya kepada dia yang jelas-jelas adalah Ibu kandungnya, tapi dia malah bertanya kepada Bi Eli yang notabennya adalah asisten rumah tangga.

Jujur saja, selama 17 tahun Shela tidak pernah menginjakkan kakinya ke dalam kamar Anta. Dia memang merawat Anta, tapi dia tidak pernah berkunjung ke kamar putranya. Paling-paling ia hanya mengintip saja dari jauh, ntah dalam keadaan baik ataupun buruk. Oh iya, terakhir kali ia berada di lantai dua, saat Anta berusia delapan tahun. Setelahnya ia tidak pernah naik ke atas lagi, karena dia takut kalau kakinya jadi pegal-pegal.

Hm. Ibu yang buruk.

"Ma-maaf, Den, na-nanti malam Bibi ada perlu keluar," ucapnya terbata dan ia terpaksa berbohong karena tidak enak dengan perasaan Nyonya Shela. Anta mengerutkan keningnya. Dia jadi ragu untuk percaya akan ucapan Bi Eli.

Tapi kemudian ia menarik sudut bibir kanannya.

"Ada perlu? Yaudah, Anta anter,"

Sontak Bi Eli terkejut. Shela meremas celana tidurnya sebagai pelampiasan amarah dan juga menguatkan dirinya agar tidak menangis. Jangan sampai hubungannya dengan Anta semakin hancur hanya karena dia adalah tipe yang emosian.

"Aduh, Den, gak perlu. Kan ada Pak Ade si supir ganteng, hehe,"

"Ck! Gak usah bantah." Perintahnya dengan nada yang cukup tinggi. Bi Eli hanya bisa mengelus dada melihat majikannya yang berubah drastis. Omongannya suka gak dipikir dulu dan kadang juga sikapnya jadi kasar.

Anta melanjutkan langkahnya tanpa peduli bagaimana perasaan dua Perempuan itu. Anta membanting pintu kamarnya karena kesal. Dan dia langsung berbaring di atas kasur tanpa membersihkan diri terlebih dahulu.

Ya Allah, gimana ya perasaan Nyonya sekarang? Kalo aku tolak, pasti Aden makin maksa, haduhhh Gustiii... Batin Bi Eli. Gelisah dan Bimbang.

"Nyonya-"

"Tenang aja, Bi. Saya nggak papa kok. Oh iya, saya lupa kalo sekarang ada meeting, tolong sampaikan salam saya, ya, Bi?" Alibinya tiba-tiba.

Lily [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang