Bab #2

871 48 0
                                    

Kenapa selalu mata dan wajah yang menjadi saksi? Apa tidak ada yang lain?

***

"Lo yakin bisa ngelakuin hal itu?" Lily menoleh ke arah sumber suara.

Bagas yang berdiri diambang pintu kenapa bisa mendengar suara Lily? Padahal nada bicaranya rendah. Kini pikiran itu berputar di kepala Lily.

Lily menatap lekat-lekat apa yang sedang dibawa oleh Bagas.

"Anjir Gas, Lo borong apaan?"

"Gak usah ngelak deh Li," Lily mendengus. Dia berdiri menghampiri Bagas yang kerepotan membawa jajanan kantin. Lily mengambil beberapa jajanan itu dari tangan Bagas tanpa kena protes.

"Gas, gue gak ngelak, gue seriusan nanya kenapa Lo borong jajanan sebanyak ini? Mau ada arisan kah?"

Mata Bagas menatap kedalam mata Lily. "Mata Lo gak bisa bohong, Li,"

Lily memutar bola matanya dengan malas. "Gak usah banyak omong! Mending sekarang kita anterin ini barang, kan siapa tau gue dapet jatah udah nolongin orang." Ucap Lily seraya menaik-turunkan alisnya.

Bagas menghela nafas pasrah. "Yaudah iya."

Akhirnya mereka berdua berjalan menuju tempat Eka dan Anta berada. Ditengah perjalanan Lily tersadar akan suatu hal.

"Bagas," panggil Lily.

"Apa cayang?"

Huh! Ternyata dugaan Lily benar.

"Gak usah mancing emosi gue deh kalo gak mau kena tonjok!"

"Ditonjok ama ayang itu rasanya brokoli, udah pasti enak dan nikmat kan?"

Penasaran deh, gue udh berapa kali ya ngomong goblok ke ini orang? Batin Lily sambil melirik tajam ke arah Bagas.

"Lily awas nab-"

Dugh

"brak,"

"Lah beneran nabrak nih?"

Lily mengusap keningnya yang menabrak pintu. Untung saja tangannya tidak lemah jadi, barang-barang yang dibeli oleh Bagas tidak jatuh. Kalo nggak rusak sih aman tapi, kalo rusak? Ck ck ck sia-sia deh Bagas beli sebanyak ini.

"Are you masih hidup?" Tanya bagas sambil memperhatikan wajah Lily.

Lily menatap sengit kearah Bagas.

"Pusing gue ngomong sama Lo!"

Dan Lily mendorong pintu itu dengan kakinya, untung saja pintunya tidak benar-benar tertutup.

Pintu terbuka lebar memperlihatkan dua orang lelaki berpostur tubuh tinggi tengah bermain basket secara sengit.

Lily terdiam melihat objek yang hampir terbilang sempurna itu. Mata Lily terlalu fokus melihat figur Anta sampai-sampai Bagas sudah lima kali memanggil namanya.

"Apaan?" Tanya Lily yang belum juga berpaling.

"Kalo diem terus gimana mau bisa ngedeketin Anta?"

Lily [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang