Setelah sampai di mansion, langit sudah senja. Jessie pun memarkirkan mobilnya dan membawa masuk hasil belanjaan yang ia borong tadi.
Saat sudah berada di dalam mansion, ia melihat tiga orang pria dan satu gadis yang tengah mengobrol ria di ruang keluarga.
Jessie hanya menatap datar mereka, tidak ingin mengganggu apalagi berurusan dengan orang-orang yang menurutnya bodoh. Ya, cukup bodoh sampai-sampai bisa diperdaya oleh satu wanita.
"Darimana lo?" Gibran kini bersuara.
Jessie pun mengangkat dua kantong besar di tangannya, "Menjalankan roda perekonomian" ucapnya datar. Tepat setelah itu, dua pelayan yang menggunakan baju maid mengambil alih belanjaan Jessie, "Bawa ke kamar saya" ucap Jessie pada salah satu pelayan itu.
"Baik, Nona" balas pelayan itu sedikit membungkuk kemudian berjalan menuju kamar Jessie.
"Ish jadi cewek taunya ngabisin duit doang" gumam Leo yang terdengar jelas oleh Jessie.
Jessie pun melangkah mendekati Leo, namun Leo tidak sadar bahwa Jessie mendekatinya. Orang-orang di sekitar Leo pun hanya diam saat Jessie mendekatinya sambil menatapnya datar namun mengeluarkan aura membunuh.
Karena posisi sofa yang Leo duduki membelakangi Jessie, Jessie pun menunduk agar bibirnya kini begitu dekat dengan telinga Leo.
"Ngabisin duit? Gak sadar ya kalo lo sendiri lagi dikuras sama tuh cewek? Udah deh gausah bacot, kaya gue ngabisin duit lo aja. Lagian bukannya selama ini gue ya yang sering ngasih lo hadiah?" ucap Jessie tidak menahan diri.
Tersulut emosi, Leo langsung berdiri dari duduknya, "Jaga omongan lo Jeslyn! Zena jauh lebih baik dari lo!" ucap Leo yang langsung berdiri setelah Jessie mengucapkan kalimat yang menurutnya adalah fitnah terhadap Zena. Padahal Jessie tidak menyebut nama Zena sama sekali.
Jessie pun hanya menyeringai. "Iya deh iya, mentang-mentang dia mau diajak ini itu. Jadinya dia lebih baik dari gue" ucapnya sambil melirik ke arah Zena. Dan Jessie sama sekali tidak memfitnah kali ini, di memori Jeslyn ia pernah menangkap basah Leo dan Zena sedang melakukan 'itu'.
Zena menatap Jessie dengan penuh amarah, dan itu membuat Jessie semakin senang karenanya.
Kakak kembarnya menatap Jessie tajam, namun hal itu hanya dibalas dengan tatapan datar dari Jessie.
"Kenapa? Gabisa nyangkal kan lo semua? Udah ya, gue capek" ucap Jessie malas. Kemudian ia melangkahkan kaki menuju kamarnya, melihat wajah marah Zena menjadi hiburan tersendiri baginya.
Tanpa Zena sadari, wajah marahnya yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun kecuali Jeslyn itu tidak sengaja dilihat oleh Gibran yang sedari tadi hanya menyimak di sudut ruangan.
Setelah sampai di kamarnya, Jessie langsung merebahkan tubuhnya di kasur queen-size miliknya.
"Kasihan banget lo Jes" gumamnya sambil menatap kosong pada langit-langit.
"Gue janji bakal ngebalesin semua dendam lo. Gue...janji" akhirnya Jessie terlelap dalam tidurnya. Mungkin karena hari ini adalah hari yang melelahkan. Ini baru hari pertamanya dan sudah begitu banyak hal yang terjadi.
---//---
Keesokkan harinya, Jessie bangun dari tidur nyenyaknya. Dan segera bersiap untuk ke sekolah.
Penampilan Jessie nampak berbeda dari biasanya, ia tidak lagi menggunakan dandanan menor seperti kemarin-kemarin. Ia hanya menggunakan bedak tipis dan sedikit lipbalm agar bibirnya tidak nampak kering, rambutnya yang biasanya ia gerai kini ia ikat ekor kuda.
Jessie menuruni tangga pelan dengan satu tangan yang memegang pembatas tangga, tatapannya yang dingin membuat aura kepemimpinan, yang entah berasal dari mana, terasa menyeruak keluar dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villainess' Revenge
FantasyCOMPLETED - PREQUEL ARISE Jeslyn Aulia Puteri, atau sering dipanggil Jessie, seorang atlit karate yang telah mendapat banyak penghargaan atas prestasinya. Baik di tingkat kecamatan hingga internasional. Namun, sepulang dari pertandingannya yang tera...