Chapter 3 - Manakah Rumahmu?

92 22 0
                                    

Waktu terus berjalan. Kini aku hanya perlu mengambil ijazah dan surat kelulusan lainnya. Dan setelah itu, aku tidak akan pernah kembali ke sekolah ini. Aku rasa ini hari terakhir. Aku tidak akan bertemu siapapun yang pernah kenal atau bertemu denganku di sekolah ini. Termasuk Nanny, dia juga akan pulang kampung dalam waktu dekat.

Maka dari itu, aku harus mengetahui satu hal terakhir sebelum dia pergi.

"Nanny, sebelum kau pergi... boleh enggak aku mampir ke rumahmu?" tanyaku.

Tiba-tiba ekspresi Nanny berubah. Terlihat kecemasan di raut wajahnya.

"Padahal aku sudah lama menantikannya," sambungku. "Kau sudah beberapa kali ke rumahku. Dan kau bilang, selama di kota ini kamu tinggal di rumah kontrakan. Jujur aku salut denganmu, bisa hidup mandiri dan kau barangkali sanggup membayar sewa kontrak rumah itu sampai sekarang. Aku ingin banyak belajar darimu, mungkin akan berguna setelah kita tidak bertemu lagi."

Nanny masih terdiam. Ruang perpustakaan yang menjadi tempat pertemuan favorit kami berdua mendadak senyap.

 Ruang perpustakaan yang menjadi tempat pertemuan favorit kami berdua mendadak senyap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Omong-omong, aku sekarang juga lagi hidup sendirian di rumah. Semua keluargaku—termasuk bibi yang pernah kau temui saat main di rumahku—sudah pergi dari rumah, ya melakukan urusannya. Tentu saja aku masih bingung cara urus rumah sendiri."

"Kau bisa ingat-ingat bagaimana ibumu mengurus rumah besar itu," respon Nanny tiba-tiba.

Aku sedikit tercengang. "Ibuku... tapi aku masih kecil saat itu. Ibuku sudah pergi sejak aku masuk SMP sih."

"Kalau begitu bibimu," lanjutnya. "Kau perhatikan apa saja yang dia lakukan selama di rumah."

"Apa kau tidak tahu?" ucapku lesu, "Bibi aku tidak sepenuhnya tulus menjagaku. Dia sering keluar rumah lama sekali. Dan sekali tiba di rumah dia hanya memasak, makan, lalu cuci piring begitu saja. Aku jarang melihat bibi membersihkan rumah, mencuci pakaian, atau menyiram tanaman. Aku tidak tahu apakah bibiku juga berlangganan tempat cucian atau punya pembantu rumah."

Belum ada jawaban dari Nanny, aku kembali melanjutkan. "Jadi, apa aku boleh mampir ke rumahmu hari ini?"

"Sarah, aku sebentar lagi sudah tidak tinggal di disini, atau di rumah kontrakan aku," balasnya. "Aku tidak bisa memberitahu alasannya padamu."

"Nanny, aku tahu kau bukan orang sini. Dan kampung halamanmu juga jauh dari sini. Tapi... kenapa kau merahasiakan tempat tinggal yang pastinya akan segera kau tinggalkan. Apa ada sesuatu yang buruk disana?"

"Bukan begitu, tapi... aku akan beritahu lain kali. Sekarang aku harus pergi ambil ijazah. Permisi." Nanny buru-buru meninggalkan diriku dan keluar dari perpustakaan.

"Nan, kamu serius...," Ucapan aku sudah tidak berlanjut.

Aku terdiam. Sudah sekian kalinya Nanny enggan menunjukkan alamat tempat tinggalnya di kota ini. Padahal itu pertanyaan yang sangat mudah, sederhana sekali.

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang