Chapter 36 - Jadi Kenangan

27 10 0
                                    

Betapa senangnya aku tinggal di kampung Bandaru. Aku sangat betah berada disini. Malahan aku sungguh lupa tempat asalku sendiri.

Mau tahu berapa lama aku disini. Hahaha... sebenarnya aku tidak ingat kapan pertama kali masuk ke kampung Bandaru. Namun kalau dihitung sejak kegiatan rapat besar pertamaku bersama warga desa, sekarang ini sudah mencapai empat-lima bulan setelahnya, atau mungkin lebih dari itu.

Aku sangat kagum desa Bandaru terus mendapat kemajuan. Dari rapat besar itulah semua mata hati warga terbuka lebar, termasuk pemimpinnya. Terima kasih padaku yang sudah menyampaikan semua aspirasi kepada mereka.

Memang apa saja yang aku utarakan kepada mereka? Tidak... tidak... jangan disini. Sengaja aku minta penulisnya untuk tidak memberitahu kalian. Kalau tidak, bisa-bisa kisah diriku disini tidak akan selesai-selesai.

Hasil pertanian utama warga kampung Bandaru, mulai dari jagung, cabai, hingga kedelai melimpah. Bahkan berbagai tanaman rumahan—tomat, terong, dan sayuran—yang umumnya sulit ditanam di lahan sawah juga membantu menambah hasil panen. Sebagian besar panen dijual ke luar dengan pendapatan tinggi. Sebenarnya disini juga memiliki lahan khusus untuk ditanam pohon buah seperti mangga dan rambutan. Namun tentu saja ini masih terlalu dini untuk bisa berbuah, harus menunggu sampai satu tahun mungkin.

Untuk merayakan hasil panen yang luar biasa, warga pun mengadakan pesta panen yang cukup unik, yakni dengan saling bertukar bahan pokok atau olahan makanan. Itu seperti hari thanksgiving tetapi dalam bentuk yang lain. Aku jelas-jelas tidak ikut karena aku tidak ikut bertani. Beda lagi dengan Hartono dan Suryani yang bisa dibilang seorang petani handal. Tiba-tiba aku jadi memikirkan bagaimana sosok orang tua dari keduanya, jelas aku tidak pernah bertemu langsung. Ah, dengan begitu aku bisa saja bertemu kakek-nenek buyut dari masa lalu.

Nanny benar, aku harusnya sadar siapa aku sebenarnya. Aku... orang dari masa depan bagi orang-orang kampung.

Bicara soal sekolah dadakan, hampir semua warga yang mengikuti kegiatan itu dapat membaca, menulis, dan berhitung. Tenaga pengajar juga bertambah, rata-rata merupakan tokoh masyarakat yang dikagumi warganya. Namun mereka juga tetap belajar dari kami, aku dan Nanny, yang punya ilmu lebih banyak dari mereka—tidak juga, setiap orang punya kemampuan dan minat berbeda.

Ada lagi dampak besar yang didapat setelah rapat besar kampung Bandaru. Pertama, lingkungan desa terlihat jauh lebih asri dan tenteram. Kedua, berdiri pula bangunan khusus, seperti toko besar sekelas supermarket untuk memenuhi semua kebutuhan harian warga, dan pusat kesehatan untuk melayani pengobatan bahkan persalinan. Ketiga, pasukan keamanan desa semakin terorganisir demi menjaga desa dari semua bahaya dan ancaman dari luar.

Aku ingin menangis sekarang...hiks. Jujur aku tidak menyangka gagasan yang telah kulontarkan mampu mengubah kampung Bandaru yang sempat ingin menutup diri dari kehidupan luar. Iya sih, itu tetap disetujui namun dengan pengecualian tertentu. Paling tidak, kampung ini dirahasiakan alamat atau posisinya, anggap saja tersembunyi sehingga tidak ada di peta umum.

Semua gagasan itu terinspirasi buku-buku yang dimiliki Nanny. Bukan hanya dari buku pengetahuan saja, melainkan juga dari cerita fiksi seperti novel. Serius, kutipan cerita di novel aku ambil jadi ide untuk kegiatan baru, salah satunya rencana membuat harta karun.

 Serius, kutipan cerita di novel aku ambil jadi ide untuk kegiatan baru, salah satunya rencana membuat harta karun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang