Chapter 5 - Jalan Tak Terduga

78 18 0
                                    

Meskipun aku dan Nanny sudah bebas dari hutan perbukitan itu dan sawah yang sempat dilewati sebelumnya, kami berdua tidak saling bicara. Sejak kakek bernama Burhan—sebenarnya nama panggilan yang benar "Bor" atau "Bur" sih?—pamit memasuki jalan menanjak curam ke arah hutan itu, Nanny seolah bersikap cuek padaku. Dan sekarang aku tidak tahan lagi.

"Nanny, kamu tadi sebenarnya pergi kemana?" tanyaku terus terang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nanny, kamu tadi sebenarnya pergi kemana?" tanyaku terus terang.

Diam selama beberapa detik. Kemudian, "Kau tak harus tahu soal itu."

"Kenapa?" Aku langsung menghentikannya. "Kau sembunyikan sesuatu dariku, begitu? Apa kau tidak mau orang lain mengunjungi rumah tinggalmu di hutan sana?"

"Mengapa kamu bilang rumahku di sana?"

"Jadi, dimana rumahmu sebenarnya?"

Nanny mengangkat kedua tangannya. "Aku sebenarnya tidak punya rumah."

"Serius, Nan! Aku tidak suka bercanda," protesku.

"Aku memang jujur kok. Sejak kapan usia remaja seperti kita punya rumah? Seharusnya kita menumpang rumah orang lain, bukan memiliki rumah."

"Maksudmu?"

"Coba pikirkan, kau sendiri sekarang tinggal di rumah siapa?"

Aku berpikir singkat. "Paman dan bibi."

"Nah, lalu apakah paman kamu membeli rumah itu atau membangunnya sendiri?"

"Tidak tahu. Tapi yang jelas aku masih belum dewasa saat tinggal di rumah itu," jelasku. "Sebelumnya aku tidak tinggal di kota ini. Sampai ketika ayahku menghilang, ibu memutuskan bawa aku pindah kesini."

"Baiklah. Kalau begitu rumah yang ada di kota tempatmu dulu juga rumahmu sendiri?"

Aku semakin bingung. "Uh... iya?"

"Ah, benarkah? Bagaimana kau bisa mendapat rumah itu? Apa kau membelinya dari seseorang? Apa kamu ajak orang lain membangun rumahmu sendiri? Uangnya dapat dari mana buat bangun atau beli rumahmu itu?"

"Duh maksudmu apa sih? Itu semua ayahku yang tahu."

"Nah, itu dia yang aku maksud, Sarah." Nanny mencondongkan badannya, menatap diriku amat serius. "Itu bukan rumahmu sendiri, tapi itu... rumah ayahmu. Kamu ini... hanya menumpang tinggal di rumah ayahmu. Paham?"

Jangan mempersulit aku, Nanny, keluh aku dalam hati. "Terus apa hubungannya?"

"Iya sudahlah, kau tidak akan mengerti." Nanny kembali berjalan. Namun tidak berlangsung lama karena kami sampai di rumah kost yang sempat aku lewati.

"Lihat, itu rumah kost. Tulisan papan di pagar saja sudah jelas."

Nanny mengamati sebuah papan bertuliskan, "Kost Putri, Mawar Merah". Dahinya berkerut, bola matanya ikut menipis.

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang