Chapter 44 - Mari Bersatu

34 9 0
                                    

Aku dan Suryani berusaha berlari secepat mungkin. Hingga tak lama kemudian kami langsung menjumpai rumah kakek Borhan yang sudah berantakan. Teras depan sudah obrak-abrik. Kursi dan meja tergeletak tak karuan, begitu pula barang-barang seisi rumah. Aku masuk dan mencari sambil memanggil orang entah Nanny dan kakeknya yang mungkin masih ada disini.

Keluar dari rumah, Hartono muncul memanggil Suryani membawa sebuah pedang khas besarnya.

"Gawat! Ada pasukan, bawa pedang dan senapan tapi lebih besar dan ganas! Pakaiannya gelap dan agak aneh, mirip tentara," ucap Hartono panik. "Mereka sekarang menyerang lalu membantai semua warga desa, termasuk menangkap Tuan Burhan. Nani sedang mengejarnya kesana."

"Siapa lagi tentara itu? Apa ada orang luar yang sudah tahu tempat ini?" tanya Suryani.

Hartono menggeleng. "Aku tak ingin bilang, tapi kalau Heri yang—"

"Ton, apa yang terjadi di tempat ini? Ada perang kah?" Aku langsung memotong ucapan.

Orang itu tampak gelisah.

"Katakan, Tono. Jelaskan apa yang terjadi." Suryani mencoba meyakinkan.

"Kita kedatangan orang luar." Hartono mulai berbicara perlahan. "Ada banyak orang. Aku tak tahu mereka siapa. Tapi yang jelas mereka seperti tentara. Pemimpin mereka sempat bicara sama Tuan Burhan. Tapi mungkin karena tuan tidak suka pemimpin itu marah, akhirnya mereka semua langsung menembak orang-orang juga menculik Tuan."

Astaga, ini tahun berapa sekarang? Apakah ada peristiwa dalam pelajaran sejarah yang mengisahkan tragedi satu ini?

"Oke. Kalau begitu kamu selamatkan dulu para warga dan bawa ke puncak bukit. Aku akan susul Nani sekarang," pinta Suryani pada Hartono. Lalu, "Sarah, kamu ikut dan bantu Hartono."

"Jangan! Kita bertiga harus selamatkan orang-orang. Mustahil kamu bisa menyusul dan menyerang mereka, bahkan sebentar lagi waktu malam," tolakku.

"Tapi Tuan dan Nanny dalam bahaya,"

"Yani," Hartono menggenggam tangan Suryani, "Jangan kemana-mana dulu. Kau tak bisa pergi sendiri."

"Ton, mumpung ada waktu aku—"

"Aku mohon jangan!" Aku langsung membentak. Lalu menatap tajam Suryani. "Aku ingin kalian berdua harus bersama-sama. Jangan sampai satu dari kalian terluka!"

Suryani diam, lalu menghadap Hartono. Aku tidak tahu isi pikiran perempuan itu saat ini. Maaf jika aku harus jadi egois kali ini, setidaknya agar aku tidak akan lenyap dari kehidupan.

Dia pasti akan patuh pada perintahku. Bukankah begitu yang dia katakan tadi?

Suryani akhirnya mengangguk pelan. Hartono mengajak kami segera pergi untuk menyelamatkan warga kampung Bandaru.

 Hartono mengajak kami segera pergi untuk menyelamatkan warga kampung Bandaru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

oooooo

Nyaliku sedang diuji sekarang. Aku sama sekali tak terbiasa berada dalam suasana perang. Iya sebelumnya memang ada penyerangan yang sudah terlihat seperti perang. Tetapi kali ini...

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang