Chapter 27 - Sentuhan Candu

40 10 0
                                    

Akhirnya sudah kembali tiba waktu malam. Namun acara besar di kampung Bandaru masih tak kunjung usai. Menariknya, beragam makanan dan minuman tersaji di depan balai desa. Panggung yang berdiri di depan balai desa tadi sudah berubah sangat megah dan luar biasa. Sebentar lagi akan ada lakon drama tradisional dan pewayangan. Benar juga, jarang sekali aku melihat wayang.

Aku dan Charlie baru selesai makan malam di tempat semacam tenda yang memang membuka semacam warung. Anehnya orang lain membeli seperti biasa, kami berdua sebaliknya. Lagi-lagi mengapa kami selalu mendapat fasilitas gratis.

Di jalan melewati panggung utama, aku sempat melihat rombongan orang mengenakan kostum bagus yang bersiap naik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di jalan melewati panggung utama, aku sempat melihat rombongan orang mengenakan kostum bagus yang bersiap naik. Ada kakek Borhan juga disana, terlihat asyik bercengkrama dengan beberapa warga kampung di sisi panggung. Tak jauh dari sana, muncul Suryani dan Hartono yang tengah membagikan makanan dan minuman kepada anak-anak kampung. Sesekali Hartono tampak memberi sedikit lelucon kepada mereka.

Sesaat aku sadar bahwa saat ini masih berada di masa lalu. Melihat Suryani dan Hartono dekat, mengingat bahwa nama itu persis nama kakek dan nenekku, aku harus menjaga hubungan kedua supaya semakin dekat. Bukan tanpa alasan, kalau mereka pisah, ibuku tidak lahir, begitu juga denganku. Aku akan lenyap tanpa melewati proses kematian seperti orang pada umumnya. Bukankah itu tidak masuk akal?

Ada satu hal lain. Dimana Nanny? Aku sama sekali tidak melihat keberadaan sahabatku malam ini, bahkan sejak kemarin.

"Sarah, ada apa kamu berhenti?" tanya Charlie yang masih ada di sisiku.

"Oh, bukan apa-apa," balasku.

"Kita cari tempat yang aman untuk menonton. Ayo!"

Aku hampir terkesiap. Tanganku dipegang oleh lelaki itu, lalu ditarik agar mulai berjalan.

Entah apa yang muncul di pikiranku. Sentuhan tangannya terasa berbeda dari biasanya. Apa hanya aku saja yang jarang menyentuhnya.

Menyadari sikapku yang aneh, kami berhenti lagi. Charlie mulai khawatir.

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya.

Aku hendak menjawab. Namun tak disangka Charlie langsung memegang dahiku. Tunggu, ini persis dengan yang aku lakukan padanya. Lalu tangan lelaki itu juga menyentuh leherku.

"Kurasa tubuh kamu hangat. Mungkin kamu harus istirahat di rumah," kata Charlie.

"Ah, jangan! Aku hanya sedikit kelelahan. Istirahat disini saja sudah cukup." Aku mengelak. "Lagi pula siapa yang ada di rumah kalau semua orang pada berkumpul disini."

Charlie mengangguk lalu menoleh sekitar. Dan akhirnya, "Ah, aku tahu dimana tempat yang cocok."

Kemudian kami berdua bergerak ke sebuah rumah yang tertutup, entah ada penghuninya atau tidak. tempat itu agak jauh dari panggung dan sedikit tertutup tanaman yang sulit kulihat. Namun kami masih bisa melihat panggung yang memang lumayan besar.

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang