Chapter 4 - Kakek Siapa

72 19 0
                                    

"Nak, kamu baik-baik saja? Bangunlah, nak?"

Aku tidak tahu sejak kapan baru bisa merasakan sekujur tubuhku menyatu kembali. Samar-samar aku melihat sosok manusia dari jarak dekat tepat di depanku.

"Kamu bisa lihat sekarang, nak? Kamu pasti baru saja sadar," ucap kakek itu lagi.

"Ini si... kakek...?" Aku merasa seperti ilusi. Apakah dia ini kakek aku sendiri? Ah, tidak mungkin. Kakek aku sudah mati lumayan lama.

"Ah, syukurlah kamu masih selamat," sambungnya.

Kini aku bisa melihat dengan jelas. Sesaat kemudian ingatanku kembali seperti semula. "Tunggu, dia 'kan...,"

Aku baru ingat, dia sosok hantu yang kulihat di cermin waktu itu.

Seketika aku terperanjat hingga ambruk dari kursi kayu yang sudah aku tempati entah berapa lama. Aku bahkan nyaris teriak kencang namun dengan cepat kakek itu menyadarkan diriku.

 Aku bahkan nyaris teriak kencang namun dengan cepat kakek itu menyadarkan diriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, jangan takut, nak! Aku ini bukan hantu!"

Aku mendadak kaku, masih tidak percaya. "Serius?"

"Kau tidak percaya? Ambil golok di sebelah kanan kau itu!"

Aku terkejut ketika kakek menyebut nama senjata itu. Dan benar saja benda bernama golok tergantung di tembok di sebelah kursi yang aku duduki. Akhirnya aku pun mengambilnya. "Terus kenapa?"

"Pukul leher aku dengan golok itu."

"Eh, yang benar saja deh!" Aku protes. "Aku tidak mau jadi pembunuh dadakan. Umurku masih panjang."

Yang tak aku percaya sama sekali, kakek itu tertawa. Ya ampun, orang tua bisa bermulut lebar rupanya.

"HAHAHA... kau itu...," ucapnya di sela tertawa.

"Kenapa memang kalau aku lagi marah? Lucu 'kah?"

Kakek itu baru berhenti tertawa setelah beberapa detik. "Bagaimana bisa tau kalau umurmu masih panjang? Apa sudah dibisik sama malaikat?"

"Duh, enggak usah ngajak gelut!" Aku kembalikan golok aneh milik kakek itu. "Kakek sendiri sudah berumur panjang. Siapa tahu bulan depan kakek sudah tidak hidup lagi."

"Dasar kau ini, malah mendoakan seseorang biar cepat mati." Kakek itu bersedekap. "Tapi, kau pasti sudah yakin kalau aku ini bukan hantu."

Melihat gestur, ekspresi, dan pemikiran kakek itu, aku sependapat. Namun, "Boleh bersalaman untuk memastikan?"

Kami berdua bersalaman. Dan yang terjadi adalah,

"Aah... sakit tau!" Aku lepas pegangan tangan kakek dengan paksa. "Kalau lagi salaman enggak usah ditekan kuat kek gitu deh."

"Cuma memastikan bahwa kau ini juga bukan hantu." Kakek itu mengamati aku sekilas. "Kutebak kau hanya orang biasa dari luar desa yang tersesat kemari."

"Ah iya, memang di bukit penuh hutan ini ada perkampungan?" tanyaku mulai serius.

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang