[TAMAT - Kembali direvisi pada Juli 2024]
Genre : Petualangan (Adventure), Fantasi, Perjalanan Waktu (Time Travel)
~ Dimana aku sekarang? Dan tempat apa ini?
Sarah sudah kehilangan kedua orang tua hingga pamannya sendiri tanpa jejak. Bahkan satu-sat...
Aku tidur terlalu nyenyak tanpa menyadari bahwa sekarang masih dalam situasi menegangkan.
Terdengar suara bisikan lembut. "Oh, tuan puteri akhirnya bangun juga."
Aku seketika bangkit dan terkesiap. Lalu berbalik badan dan melihat Hartono yang masih duduk santai dan Suryani yang juga duduk dengan kepala bersandar di pundak orang itu. Aku baru ingat selama ini aku tertidur di pangkuan Hartono sejak kami bertiga berpelukan tadi malam.
"Kalian berdua sudah bangun? Tapi mengapa aku tidak dibangunkan juga?" tanyaku heran.
Hartono terlihat mesam-mesem. "Bukan apa-apa. Lagipula tempat ini masih aman. Tidak ada musuh yang menyerang kita. Jadi kita bisa santai sedikit."
Suryani awalnya menatap sedikit curiga kepada Hartono. Namun akhirnya kembali tenang ketika hadap diriku. "Kita harus pergi mencari Tuan Burhan dan Nani."
Benar juga. Aku tak bisa mengabaikan mereka berdua.
oooooo
Singkat cerita, kami sudah bersiap kembali ke medan tempur—astaga aku tidak serius menyatakan itu. Kami bertiga berjalan turun ke rumah kakek Borhan dan sudah bersiap dengan senjata masing-masing. Oh, aku sendiri sudah menyimpan pisau kecil yang diberikan Suryani di dalam saku rok. Dan aku juga diberikan ketapel langsung dari Hartono. Dia bilang itu milik Charlie yang tidak sempat dikembalikan. Sesaat aku kembali mengingat lelaki itu. Masih ada momen yang membekas dalam jiwaku sewaktu dia masih bersamaku.
Namun aku juga menyadari bahwa Hartono lebih sering mendekati diriku—tidak seperti Hartono yang biasanya. Suryani sesekali menoleh ke arah kami dengan tatapan seperti orang sedang cemburu. Bila dipikirkan, usia aku kurang lebih beda tiga sampai lima tahun lebih muda dari mereka berdua. Mereka sudah seperti kakak dan abang kalau berada di masa ini, padahal mereka sebenarnya kakek dan nenek di masa asalku. Tetapi sepertinya aku pantas-pantas saja menjadi pendamping Hartono. Eh, astaga! Aku tidak boleh sembarangan mengubah takdir orang lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kalau kamu mau pegang tangan Sarah bilang saja. Tidak usah malu-malu harimau." Suryani langsung berkata membelakangi diriku. Dia sedang memimpin jalan.
Aku agak terkejut bila Hartono hanya ingin menyentuh diriku—maksudku bukan yang aneh-aneh... 'kan? Akhirnya aku inisiatif menggenggam tangannya. Seketika Hartono terasa seperti kesetrum. Dan aku pun tertawa tanpa sengaja.
"Jangan takut, Mas. Aku bukan harimau yang suka gigit," kataku bercanda. "Omong-omong, aku juga begini kalau sama Charli—eh, maksudku Heri. Ya rasanya asik-asik begitu... ah, bagaimana ya jelasnya...."
"Oh, begitu. Pantas kau berdua dekat sekali." Hartono mulai membuang muka.
Aku merasa orang itu tak terbiasa digenggam tangan dari lawan jenis. Ini pasti pengalaman baru baginya.
"Kalau begitu, coba kamu genggam tangan mbak Yani. Pasti rasanya luar biasa," godaku.
Saat itu juga Suryani langsung berdeham, masih berjalan membelakangi kami berdua... malah lebih cepat.