Chapter 30 - Tentang Buku

34 9 0
                                    

Dalam perjalanan kembali ke rumah kakek Borhan. Aku maupun Charlie tak saling bicara. Rasanya begitu canggung. Usai yang terjadi di balai desa, dia tidak seperti biasanya.

"Kamu tidak apa-apa?" sahut aku sesekali.

Charlie hanya diam.

Kami pun melintasi tempat lapang di tengah hutan, tempat yang sama ketika kami menghadang seorang bocah nakal yang mengambil tas milikku. Sebenarnya aku lebih penasaran dengan reruntuhan rangkaian besi disana.

 Sebenarnya aku lebih penasaran dengan reruntuhan rangkaian besi disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tunggu sebentar!" Aku berhenti sejenak. "Aku ingin kesana dulu."

Tanpa menunggu jawaban Charlie aku bergegas ke tempat kosong itu, lalu berhenti di depan reruntuhan. Sebenarnya aku tidak paham bekas apa itu. Apa disini sempat dipakai warga kampung Bandaru atau orang lain?

"Kira-kira kamu tahu ini bekas apa?" Aku bertanya.

Namun Charlie masih saja diam.

"Ada apa? Kamu memikirkan sesuatu?"

Lelaki itu menggeleng pelan, kemudian memandang sembarang arah.

"Katakan apa yang sedang terjadi padamu? Aku takut kamu kenapa-napa."

Dia menggeleng lagi. "Lupakan. Kamu tanya apa tadi?"

"Aku... lupa mau tanya apa tadi," ucapku tak enak hati.

"Oh, reruntuhan ini... seperti bekas tambang."

"Tambang apa?"

"Entah. Karena sudah hancur aku tidak tahu." Charlie melihat sesuatu. " Tampaknya ada drum besi di dalamnya."

"Mungkin apa bisa keluarkan drum itu?"

"Tidak perlu. Aku bisa melihat... cairan hitam."

"Oli? Memang ada tambang oli?"

"Aku pikir itu semacam minyak. Tapi belum pasti."

Aku mengangguk. "Ya sudah. Ayo balik ke rumah."

Kami berdua melanjutkan perjalanan. Namun Charlie lagi-lagi diam seperti sebelumnya. Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengannya.

oooooo

Kali ini Nanny mengajakku masuk dalam kamarnya di rumah Borhan. Sepertinya ia kewalahan setelah mengemas buku-buku "curian"—tidak semua, katanya dia juga membeli buku lainnya. Kakek Borhan suruh memilih beberapa buku untuk ditujukan pada warganya. Itu ide yang konyol menurutnya, mereka belum tentu bisa membaca.

"Aku harusnya membeli buku tentang belajar cara membaca dan menulis," ungkap Nanny. "Aku bisa sih buat versi sendiri. Tapi kertas di balai desa tidak boleh dihabiskan banyak-banyak."

"Ada kertas buangan atau tak dipakai?"

"Kamu mau apakan kertas itu?"

"Aku sempat bilang bahwa kertas bisa didaur-ulang. Aku sudah menemukan buku yang kamu punya tentang itu," kataku percaya diri. "Aku akan buktikan pada kakekmu itu!"

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang