Chapter 20 - Temuan Baru

29 11 0
                                    

"WOI... berhenti kalian.... ANYING...!"

Tolong—dengan sangat—jangan meniru aku menggonggong, kalau sudah benar-benar emosi berat.

Aku masih tidak merasa kehabisan energi meskipun sudah berlari-lari mengejar empat pasukan bocil—bocah cilik—yang melarikan diri membawa satu-satunya barang berharga yang aku miliki. Pokoknya, aku harus dapatkan tas milikku kembali!

Entah sampai mana aku berada, tahu-tahu keempat bocil itu berpencar satu-satu. Aku tak peduli dengan yang lain, hanya bocah pembawa tas yang aku kejar sekarang.

Masih berlari, kini hanya aku dan bocah pembawa tas—yang menurutnya dianggap sebagai pelindung diri dari senjata. Aku harus hati-hati karena dia juga membawa pedang sabit berukuran sedang.

Sampai akhirnya dia berhenti, masuk jalan buntu. Kecuali terlihat sebuah sungai di sebelah.

"Sudah berhenti di situ. Oke... hah... hah...," Aku memberitahu bocah itu seraya bernapas kuat-kuat. "Aku tidak akan bunuh kau. Cukup lempar tameng itu padaku, lalu kau bisa kabur."

Bocah yang merupakan pemimpin pasukan agak kebingungan. Apa aku harus memakai bahasa lokal agar dia mengerti?

"Paham nggak? Balik kan... itu... tameng," Aku tunjuk tas yang tergantung di depan dadanya, lalu jariku menunjuk ke arah diriku sendiri, "ke aku. Ya? Balik tameng itu padaku. Dan kau boleh pergi."

Dia masih berpikir keras. Aku rasa bocah itu tidak percaya padaku. Atau... dia mencoba membuatku lengah, aku tidak akan kalah darinya.

Perlahan ia lepas ikat tas itu—entah mengapa terlihat tali yang sangat kuat. Sampai ketika tas itu lepas dan diangkat ke depan, dia menatapku aneh.

"Tidak, kau harus lemparkan itu ke aku! Aku tahu kau pasti akan serang aku jika aku yang mendekat."

Tentu saja, siapa coba yang mau berurusan dengan pedang yang ada di sisi bocah itu?

Dia mulai memutar tas besar milikku, berkali-kali, dan akhirnya mulai terlempar.

Namun tetap saja aku harus berlari kesana.

"BODOH... KENAPA DILEMPAR JAUH KESANA!!" Aku mengamuk.

Sesaat aku berlari menggapai tas itu. Namun benar saja, bocah itu langsung menerjang senjata miliknya padaku.

Argh! Hampir... hampir... aku hampir saja terbunuh.

Karena sesaat kemudian aku didorong seseorang sampai jatuh, yang saat itu juga dia menendang—entah, aku lihat seperti ditendang—bocah ganas itu. Astaga lumayan kuat tendangannya.

Lantas bagaimana dengan tas yang dilempar bocah itu?

"AH... TIDAK! TASKU TERCEB—"

Byur! Tas milikku kembali tenggelam di sungai, kedua kalinya. Ingat yang pertama kali? Itu saat aku kabur dari rumah hantu—rumah pertama kakek Borhan—di tengah hutan, sebelum ke tempat ini.

Tiba-tiba badan aku terangkat oleh seseorang di belakang. "Kau tak apa, Sarah?"

Aku menyadari bahwa orang yang menyelamatkan diriku dari si bocah adalah Hartono. Sementara bocah berlagak preman sudah hilang entah kemana.

"Tenang saja. Thole yang melawan kau sudah dikejar sama pasukan aku," tambahnya.

Namun aku hanya sedang memikirkan tas milikku. Dengan lesu aku berjalan ke tepi sungai, meratapi barangku yang sudah berpulang dari genggamanku. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku tak—

Tiba-tiba sesuatu melompat dari dalam air sungai.

"AAHH!" jerit aku sesaat, dan kemudian. "Tunggu, Charlie kamu...,"

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang