"Terlalu begitu memaksan sesuatu, hingga lupa, sampai mana batas kemampuan itu."
................Dengan langkah yang terlatih-latih, gadis itu mulai berjalan masuk kedalam gerbang yang masih terbuka, walau tidak seluruhnya itu. Ia tiba 30 menit dari jam pulang sekolah. Dan mendapati, kalau ternyata area sekolah kini, sudah tidak seramai sewaktu ia datang dipagi hari.
Tak lupa, Kyra pun meminta izin terlebih dahulu kepada penjaga sekolahnya. Yang sejak tadi, sedang duduk manis di dalam pos penjaga, sembari menonton sebuah film, dari tv kecil yang memang disediakan oleh sekolah, untuk menemaninya disaat jenuh melanda.
"Gerbangnya sengaja gak ditutup, soalnya masih ada anak-anak yang sedang eskul basket." ucap penjaga tersebut, saat Kyra bertanya padanya.
Setelah mengantongi izin dari penjaga tersebut. Kyra langsung bergegas pergi, meninggalkan pos penjaga, menunju ke arah ruang kelasnya. Ia juga sempat melawati sekumpulan anak laki-laki, yang sedang asik bermain basket di lapangan. Ditemani oleh seorang pelatih yang sejak tadi terus memeperhatikan permainan mereka.
Sekilas, matanya sempat menangkap raut wajah lelaki itu, Fino. Ada semburat rasa lelah dari raut wajah lelaki itu. Ditambah lagi, dengan derasnya keringat yang sudah membanjiri sekujur tubuhnya, memperjelas kondisinnya saat ini.
Satu demi satu anak tangga telah ia lewati. Kini, sampailah Kyra di depan sebuah pintu kayu yang telah tertutup rapat itu. Tanpa aba-aba lagi, gadis itu langsung membuka kenop pintu itu, dan melangkah masuk, kedalam ruang kelasnya.
Tangannya mulai merogoh-rogoh tiap sudut laci mejanya dengan teliti. Memastikan, apakah benar barangnya memang tertinggal di dalam laci tersebut.
"Ini dia ... alhamdulilah ternyata masih ada, untung aja enggak hilang!" ucapnya yang langsung memasukan barang-barangnya kedalam saku jaket.Kyra pun telah keluar dari kelasnya, namun bukannya langsung pulang kerumah, ia malah diam mematung, di depan teras kelas 12 IPA A tersebut. Memandangi seorang lelaki yang sedang asik bermain basket di bawah.
Kyra merasa beruntung, karena ruang kelasnya berada di lantai 2, sedangkan lapangan bola basket terletak di bawahnya, lebih tepatnya di tengah-tengah sekolah. Jadi dia merasa memiliki peluang, untuk memperhatikan Fino dari atas secara diam-diam, tanpa di ketahui oleh lelaki itu sendiri.
Gadis itu masih saja memandangi gerak-gerik lelaki bernomer punggug 03 dibawanya tanpa berkedip. Sesekali, ia pun mencoba menahan rasa sakit yang menjalar di kakinya.
Merasa kalau sejak tadi ada seseorang yang terus saja memperhatikan dirinya. Lelaki itu langsung menoleh kearah, tempat Kyra berdiri saat ini.
Spontan hal itu membuat Kyra jadi salah tingkah, ia langsung mengeluarkan buku yang ada di dalam saku jaketnya. Dengan cepat gadis itu langsung menutupi separuh wajahnya dengan buku tersebut, berpura-pura kalau dirinya sedang asik membaca.
Dan tanpa sadar, kalau buku yang sejak tadi ia pegang itu ternyata terbalik. Sontak hal itu mebuat Fino yang melihatnya dari bawah terseyum geli.
Setelah sudah beberapa detik berpura-pura membaca, Kyra pun mulai menurunkan sedikit bukunya kebawah, mengintip kearah lapangan. Memastikan, apakah lelaki itu sudah tidak menoleh kearahnya lagi.
Namun Kyra malah merasa bingung, matanya sudah tidak lagi mendapati sosok lelaki itu disekitar area lapangan. Lelaki itu telah hilang entah kemana, membuat Kyra terheran-heran akan keberadaannya.
"Lagi baca apa?" tegur seseorang membuat Kyra mundur beberapa langkah karena kaget.
"Huh ... bisa gak sih, gak usah bikin orang lain jantungan!" dengus gadis itu, sembari menutup buku yang ia pegang.
"Salah sendiri ngelamun!" cibir Fino, yang entah sudah berapa lama ia berada disamping kyra.
"Ngelamun apanya, orang lagi baca buku gini!" tunjuk Kyra.
"Mana?" ucap Fino yang ikut melihat isi buku tersebut, "Dih ... lo baca apaan tuh, orang tulisannya kebalik gitu!" tawa Fino.
"Eh i-itu hum ... kamu ngapain disini?"ucap Kyra, mengalihkan pembicaraan mereka.
"Lo sendiri ngapain?" ucap Fino yang malah balik bertanya.
"Nga-ngambil barang yang ketinggal di laci" tunjuk Kyra.
"Kenapa Lo gak minta tolong orang lain aja buat ambilin? Ngapain juga harus pergi dengan kondisi lo sekarang?" ujar Fino.
"Aku cuman gak mau ngerepotin orang lain, lagian juga aku udah gapapa nih, udah baikan!" tunjuk Kyra, yang mengayunkan kaki dan lengan kanannya, kedepan-kebelakang."Aww...!" ringis gadis itu, saat merasakan rasa sakit di kakinya mulai kambuh.
"Hmm ... Dasar yah Lo, memang keras kepala!" ujar Fino, yang tanpa aba-aba langsung meninggalkan Kyra di tempat, sedirian.
"Eh ... mau kemana woy! jangan pergi! bantuin dulu bisa gak sih. Aww...!" cercah Kyra, dengan satu tangan yang berpegangan erat pada tembok pembatas di hadapannya. Gadis itu sudah tidak sanggup berdiri lagi. Sehingga, ia pun memutuskan untuk duduk di atas lantai keramik yang berdebu itu, tanpa menggunakan alas apapun.
Perlahan-lahan Kyra mulai meluruskan kaki-kakinya yang terasa sangat menyakitkan.
"Dasar tuh anak, nyebelin banget dah, masa orang lagi sakit gini kakinya bukannya dibantuin, eh ... malah ditinggalin!" gumamnya kesal.Kyra langsung mengeluarkan sebuah handphone dari saku jaketnya, dan mulai mencari nomor telepon milik seseorang, yang sekiranya bisa dia hubungi. Sekedar untuk dimintai tolong, karena dirinya sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan maupun bergerak.
Namun, belum sempat ia ingin meminta bantuan. Tiba-tiba saja, sebuah telapak tangan terulur tepat didepan wajahnya. Membuat gadis itu langsung mendongakkan kepalanya, melihat wajah orang di depannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH STONE
Teen FictionTidak semua hal yang terjadi sesuai dengan kehendakmu, begitu pula dengan takdir. Bagaimana rasanya, ketika orang yang sangat kamu sayangi justru menyakitimu bahkan memperlakukanmu dengan begitu hina. Membencimu, menyiksamu, bahkan tak segan ingin m...