"Aku ingin hidup dalam ilusi,
agar semua sesuai skenario"
............"ALFINO!"
Mendengar namanya di panggil, laki-laki bernetra coklat itu pun menghentikan langkah kakinya hendak menuju ketempat duduk.
"Iya miss, ada apa?" jawabnya santai, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
"Kamu habis darimana saja?" tanya seorang guru muda tersebut, yang tak lain adalah seorang guru bahas inggris, sembari menatap murid di depannya curiga.
"Abis dari toilet miss, tadi kan saya juga sudah izin sama miss!"tukas murid laki-laki itu
"Iya, kamu memang sudah izin sama miss, katanya mau ke toilet, tapi kenapa lama sekali?" omel guru tersebut dengan raut wajah kesal.
"Yah miss, kaya gak tau Fino aja, dia mah bilangnya ketoilet, tapi asal miss tau aja toiletnya di belakang sekolah, hahaha !" ledek Guntur, dengan suara berat dan lantang khasnya, seperti namanya.
"Eh Tur, belakang sekolah emang ada toilet?" tanya temannya yang bernama Putra itu.
"Itu loh Put warungnya Mbok Inem" Timpal Bayu.
"Warungnya Mbok Inem jadi toilet umum? Sejak kapan?" tanya Putra terlalu goblok.
"Haduh Putra-Putra lo kok gak peka-peka sih, mangknya tuh otak jangan kepenuhan ama cewek mulu!" timpal Agung teman mereka.
"Serius euy! Mbok Inem kapan renovasi warungnya jadi toilet? Terus entar kita nongkrongnya dimana dong?" cerocos Putra. Ya begitulah dia, mau dijelasin soal apapun toh dia pasti tidak akan mengerti, karena isi kepala Putra hanya dipenuhi oleh makanan, cewek, dan pesta.
"Putra ... Putra, kalo sekolah itu otaknya di bawa, jangan di laundry, jadi konslet kan tuh otak" ledek Bayu, dihadiai tawa heboh seluruh teman-teman sekelasnya.
"Silent please students, miss talking to Alfino Caustin Aldivaro understand!"
"Yes miss understand !" jawab seluruh siswa kompak, kecuali satu orang, yang raut wajahnya kelihatan sangat bingung.
"And you fino, please go back to your seat" titah guru tersebut.
"Thank you miss" Jawabnya, sambil pergi berlalu menuju ke tempat duduknya.
"Gung, lo paham miss tadi bilang apa?" tanya Putra yang duduk di belakangnya.
"Yeh ... emang kayak lo, yang bahasa inggrisnya cuman taunya "no" sama "yes" doang" cibir Bayu ikut menimpali.
"Yah lu mah ... gapapa kali, yang pentingkan nyantol dikit" belanya yang dihadiai kekehan ke tiga orang sahabat baiknya.
💮❄❄❄💮
Sebelum ia beristirahat usai pulang dari sekolah, Kyra memutuskan untuk memandangi sekelilingnya. Rumah tingkat dengan nuansa minimalis ini mampu nenukik perih kenangan indah yang dulu penah ia lewati, kenangan yang tidak bisa dia lupakan, saat-saat kebersamaannya dan keluarga tercinta.Kyra ingat rumah ini adalah rumah pertama mereka, sebelum ayahnya pindah dinas ke Jakarta untuk urusan pekerjaan, yang mengharuskan diirnya serta sang mama harus ikut pindah. Di tempat inilah menjadi saksi canda dan tawa mereka bersama, sebelum semuanya berubah.
Yah ... Kyra ingat betul, tiap sudut di rumah ini begitu sangat berarti, terdapat banyak sekali kenangan disegala penjuru rumah. Moment-moment indah pernah terukir di rumah ini, kenangan saat ia pertama kali ia belajar membaca serta melakukan pesta ulang tahunnya ke-6. Terkadang Kyra juga sering duduk didepan jendela tiap malam menunggu sebuah bintang jatuh dengan satu permohonan agar ia lekas mempunyai adik. Dirumah ini pula lah keluarga mereka merekrut Bi Sri dan Mang Jaka sebagai asisten. Halaman belakang rumah tak luput akan ingatan, ingatan tentang mereka yang sering mengadakan acara piknik kecil keluarga mereka.
Namun sungguh malang, semua itu kini tinggal angan, kenangan itu kini tidak bisa terulang kembali, ia tidak bisa merasakannya lagi, rasanya mustahil untuk mewujudkan itu semua.
Karena, kini semuanya telah berubah, semuanya sudah tak sama dan tak lengkap seperti dulu lagi.
Hai Reader's...!
Segini dulu yah part nya semoga kalian suka
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara vote dan komen, biar mimin tambah semangat ngelanjutin part selanjutnya
Votenya gratis kok jadi,jangan pelit-pelit yah
Klo ada yang typo komen yah biar nanti aku perbaiki
See you...gais
Selamat baca part selanjutnyanya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH STONE
Teen FictionTidak semua hal yang terjadi sesuai dengan kehendakmu, begitu pula dengan takdir. Bagaimana rasanya, ketika orang yang sangat kamu sayangi justru menyakitimu bahkan memperlakukanmu dengan begitu hina. Membencimu, menyiksamu, bahkan tak segan ingin m...