"Kelemahan terbesarku adalah ketika aku melihat seseorang yang aku sayangi terluka."
...........
Suara gemuruh air berjatuhan, mampu memendam kesunyian kala itu. Kyra tengah sibuk memainkan ponselnya tanpa henti. Terkadang sesekali menatap kearah luar jendela rumahnya, yang mulai basah karena terkena tetesan air hujan.Sudah beberapa jam lamanya, sedari tadi Kyra masih saja duduk mematung diruang tamu. Terlihat jelas dari raut wajahnya, bahwa gadis itu begitu khawatir, dengan kondisi adik kandungnya, Awi. Yang sejak tadi belum kunjung pulang.
Bi Sri yang melihat Kyra begitu khwatir akan kondisi adiknya, membuatnya merasa iba pada gadis malang tersebut.
"Non Kyra makan dulu gih, udah bibi masakkin menu kesukaannya Non Kyra!" ujar bibi."Entar aja bi Kyra belum laper!" jawab Kyra.
Bi Sri hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah Kyra, ia sangat tau bahwa Kyra memang sangat sayang pada adiknya, namun ia juga tidak bisa menyiksa dirinya sendiri hanya karena adiknya itu, Awi."Yaudah kalau gitu, Non Kyra tidur aja dulu, biar bibi yang nunggu Non Awi pulang, lagian Non Kyra kan belum tidur dari tadi siang !"
"Enggak bi, Kyra belum ngantuk kok" kata Kyra bersikeras.
"Gimana kalo bibi buatin cokelat panas?" timpal bibi tidak mau kalah.
Karena males meladeni Bi Sri, Kyra hanya diam saja, ia masih sibuk memengetik suatu pesan untuk sang adik.
Tak berapa lama wanita paruh baya itu datang dari arah dapur, dengan membawa secangkir cokelat panas dalam genggamannya.
"Ini non diminum dulu!" meletakkan secangkir cokelat panas itu diatas meja, sambil mengamati Kyra yang masih sibuk mengotak-atik handphone nya.
"Non Awi belum ngasih kabar ya non?" tanya bibi, ikut khawatir.
"Belum bi!"
Bi Sri yang iba melihat Kyra pun hanya bisa menghela nafas pasrah. Tak lama kemudian, dari arah luar, terdengar suara deru motor yang begitu memekakkan telinga, selang suara motor tersebut hilang pintu depan pun terbuka.
Terlihat sesosok gadis muncul dari balik pintu, dengan tubuh yang basah kuyup dan juga rambut yang acak-acakan. Kyra langsung bangkit dari sofa, dengan langkah kaki cepat ia pun berjalan mendekati sang adik.
"Awi ! darimana saja kamu? liat baju kamu basah kuyup begini, rambut kamu acak-acakan lagi, kamu ini kalo hujankan bisa telepon kakak atau Mang Jaka, entar kamu sakit loh kalo hujan-hujanan kaya gini!" ucal Kyra khawatir.
Awi pun mendorong keras tangan Kyra dari bahunya.
"GAK USAH SOK, PEDULI!" jawabnya ketus.
"Awi kakak ini khawatir dengan kondisi kamu, dari tadi kakak selalu hubungi kamu, ngechat kamu, tapi gak pernah kamu jawab, kemana aja sih kamu? Liat ini udah jam berapa? Ini udah jam 10 malam, Awi!" seru Kyra."Lo bukan nyokap gue, jadi lo gak berhak ngatur-ngatur hidup gue, PAHAM!!!" tegas Awi kasar.
"Awi, kakak ini kakak kamu, jadi kakak berhak tau keadaan, serta-!" belum selesai Kyra melanjutkan kata-katanya, Awi terlebih dulu memotongnya.
"Belum selesai lo ngomongnya? Gue ngantuk nih denger ocehan lu mulu, bikin otak sama telinga gue panas!"Sebelum pergi meninggalkan Kyra, Awi pun mengucapkan satu kata yang membuat sekujur tubuh Kyra membeku seketika.
"Gak usah sok peduli, gue benci sama lo PEMBUNUH! dan gue gak akan pernah maafin lo, SAMPAI KAPAN PUN!" ujarnya sinis.
Ia pun pergi berlalu meninggalkan Kyra, yang masih berdiri mematung diruang tamu, sembari memandangi punggugnya yang kian menjauh.Rintikan air pun mulai turun membasahi pipinya, sungguh hatinya kini terasa begitu sesak, mengapa adik yang begitu ia sayangi ternyata sangat membenci dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH STONE
Teen FictionTidak semua hal yang terjadi sesuai dengan kehendakmu, begitu pula dengan takdir. Bagaimana rasanya, ketika orang yang sangat kamu sayangi justru menyakitimu bahkan memperlakukanmu dengan begitu hina. Membencimu, menyiksamu, bahkan tak segan ingin m...