"Hal yang paling menyakitkan buat ku adalah berpura-pura terlihat bahagia,
diatas penderitaan yang kurasakan."
.........Sinar mentari hangat menyilaukan mata Kyra, ia mencoba menghalau sinar yang sempat mengenai matanya dengan telapak tangan.
Hangatnya mentari menembus hangat kulitnya, semerbak aroma wangi tercium. Semilir angin berhebus, menghelus pelan rambut hitamnya.
Perlahan ia mencoba membuka matanya, menatap lekat sekelilingnya, alangkah heran dan terkejutnya ia, saat mendapati bahwa dirinya kini tengah berada di sebuah tempat yang begitu indah, layaknya surga.
"Di-dimana aku?" batin Kyra heran.
Seluas mata memandang ia disuguhi dengan, keindahan alam tempat ini. Tempat ini dipenuhi oleh berbagai macam pepohonan rindang, bunga-bunga indah yang bermekaran dengan kupu-kupu berwarna-warni yang sedang asik menari-nari diatasnya, dilengkapi oleh sebuah danau dengan air yang begitu jernih ditengahnya.
"T-tempat apa ini?" Kyra pun memandangi sekelilingnya, ia sangat heran kenapa tiba-tiba tempat ini sepeti nyata baginya, "Ke-kenapa aku bisa disini?" Gumamnya heran.
"Kyra, nak!" terdengar, seseorang tengah memanggil namanya dari arah belakang, sontak Kyra pun menoleh kearah sumber suara itu berasal.
"Papa?" Kyra menerjap-nerjapkan matanya tidak percaya, dihadapannya kini tengah berdiri sesosok tubuh tegap seorang pria yang sangat ia rindukan, seorang pria yang membuatnya kehilangan selama setahun belakangan
"Jangan sedih terus, tetaplah jadi Kyra Papa yang ceria seperti dulu. Papa sayang sama kamu Kyra!" ujar laki-laki dengan sebutan Papa itu, ia terseyum kepada Kyra. Dengan menganakan pakaian putih yang bersih dan bersinar.
Selang beberapa detik ia berbicara, tubuh pria itu pun kian lenyap, menbentuk butiran-butiran kecil seperti debu yang beterbangan.
"Pa-Papa ... Papa jangan pergi, jangan tinggalin Kyra Pa!" isak Kyra. "PAPA! JA ... JANGAN TI-TINGGALIN KYRA, KYRA SAYANG PAPA, KYRA MOHON JANGAN PERGI PAA!"
Kyra mencoba menangkapnya kedalam genggamannya. Namun apa daya, butiran-butiran tersebut telah leyap tak bersisa. Meninggalkan Kyra dalam balutan kesedihan.
• • •
"PAPA!" pekik dengan nafas yang tidak stabil. Mendapati dirinya kini tengah berada di sebuah ruangan, dengan dinding bercat biru muda. Yang tak lain adalah kamarnya sendiri, bukanlah sebuah taman yang indah yang bary saja ia lihat.
"Ternyata cu-cuman mimpi" ucapnya tertunduk lesu "Kyra juga sayang sama Papa, semoga Papa bahagia disana" isaknya lirih.
Kyra menyeka air matanya yang hampir menetes. Dengan malas, ia mulai mengambil jam bekernya yang sejak tadi terus berdering dan mematikannya. Bersiap-siap pergi kesekolah.
Setelah selesai dengan semua ritual kesibukannya, Kyra pun pergi menuju dapur. Senyumnya pun mengembang, saat mendapati kedua orang yang begitu ia sayangi tengah sarapan bersama.
"Pagi Ma !"sapanya kepada mama yang sedang menuangkan segelas susu.
"Pagi Sayang, ayo sini kita sarapan bersama!"ajak Mama.
"Egh ... Iya ma!" katanya ragu, seraya menatap adik kandungnya itu.
Tak lupa ia juga memberikan seulas senyuman hangat kepada adiknya. Namun itu rasanya hanya sia-sia saja, adiknya malah memalingkan mukanya, enggan menatap wajah Kyra. Mama yang menyaksikan tingkah laku anak bungsunya hanya bisa menggeleng-geleng pasrah.
"Ma, aku berangkat!" ucap Awi, ketika Kyra hendak menarik sebuah kursi untuk diduduki.
"Kok, buru-buru banget sayang?" tanya mamanya yang paham betul gelagat anak bungsunya ini.
"Ada piket disekolah!" jawabnya ketus seraya megendong tasnya.
"Sarapan dulu Awi, kita kan jarang loh sara-!" belum selesai mama melanjutkan kata-katanya, Kyra langsung mengelus hangat punggung telapak tangan mamanya. Mengisyaratkan agar mama tidak melanjutkan kata-katanya. Ia tidak mau jika Mama dan Awi harus bertengkar karena dirinya.
Mama hanya mentap Kyra dan dibalas senyuman hangat olehnya.
"Ya sudah, kamu berangkatnya naik apa? gak sekalian aja bareng kakak kamu!" mata Awi langsung melotot sadis, tatkala mendengar ucapan mamanya barusan."Lebih baik aku naik taksi atau ojek, dari pada naik satu mobil dengan seorang pembunuh!" ujarnya ketus.
"Awi! kamu jangan ngomong gitu, dia ini kan kakak kamu!"
"Kakak? Heh ... Dia bukan kakakku, dia adalah orang yang menyebabkan Papa meninggal, apalagi kalo bukan PEMBUNUH?!"
Awi pun pergi nyelonong begitu saja, meninggalkan Kyra yang terduduk sedih di meja makan. Mamanya hanya bisa mengelus halus punggung Kyra, mencoba membuat putri sulungnya ini tegar, dalam menghadapi tingkah adiknya itu.
Kyra pun hanya bisa tersenyum simpul kearah mamanya itu, seraya mengucapkan terima kasih, karena mama tidak membencinya layaknya Awi.
"Ma, makasih yah, Mama enggak benci Kyra, Mama enggak pernah nganggep Kyra itu pembunuh Papa, Mama-!" mama langsung memotong ucapan Kyra, seraya memeluk hangat putri sulungnya itu.
"Kamu jangan mikir yang aneh-aneh ya Sayang, Mama gak mungkin benci kamu, dan gak akan pernah nyalahin kamu, kamu itu anak Mama, Mama sayang sama Kyra. Yang terjadi sama papa itu udah kehendaknya Yang Maha Kuasa, jadi Kyra sayang gak boleh nyalahin diri kamu sendiri, atas kematian papa" jelas mamanya. "Dan Kyra tau gak? tidak ada di dunia ini seorang ibu yang tega membenci anaknya sendiri. Mama yakin kok, suatu saat nanti, Awi pasti berubah, dia enggak akan pernah ngomong dan nganggep Kyra gitu, jadi anak mama yang sabar yah. Awi masih berduka atas kematian papa, dia masih belum menerima kenyataan, untuk itu semua butuh waktu, mama yakin sayang!"
Ucapan mamanya sungguh mampu menenangkan hati Kyra, membuat dirinya yang sempat ragu, akan perubahan dari sifat adiknya itu kini sirna.
Tanpa sepengetahuan mama, diam-diam rintika air mata Kyra pun mulai turun, cepat-cepat ia pun menghapusnya, sebelum mama mengetahuinya.
Mungkin benar yang orang lain katakan, bahwa
"Senyuman adalah salah satu kamuflase terbaik dalam menutupi kesedihan" 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH STONE
Teen FictionTidak semua hal yang terjadi sesuai dengan kehendakmu, begitu pula dengan takdir. Bagaimana rasanya, ketika orang yang sangat kamu sayangi justru menyakitimu bahkan memperlakukanmu dengan begitu hina. Membencimu, menyiksamu, bahkan tak segan ingin m...