PART 38

40 16 0
                                    

"Luka yang kurasakan saat ini tidak sebanding, dengan luka yang selama ini selalu kurasakan."

.................


Seluruh siswa telah berbaris rapi, sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Begitu pula dengan Kyra, ia kedapatan tugas menjadi pemain ketiga, sedang pemain pertama dipegang oleh Riko, dan pemain terkahir dipegang oleh Fino. Sisanya pemain ke dua, yang dipegang oleh Diva.

"Pak, kelompok saya kok masih kurang satu orang lagi yah Pak?" tanya seorang siswi perempuan, yang baru menyadari, bahwa kelompoknya hanya berisikan tiga pemain.

"Bentar, Bapak cek dulu!" ujar Pak Heri, sambil menelitu ulang daftar absen dari kedua kelas tersebut. "Oh iya ... Bapak lupa mau bilang, kalau Arga Lusianno Naufal, murid kelas 12 IPA A, sudah pindah sekolah. Jadi, untuk kelompok kalian hanya berisikan tiga pemain saja. Tidak apa-apa, nanti waktunya akan Bapak atur, biar kelompok kalian nanti bisa berjalan kompak, menyamakan dengan yang lain!" lanjut Pak Heri.

"Iya Pak, terimakasih!" siswi tersebut langsung pamit dan kembali kedalam kebarisanya.

"Dia pindah?" batin Kyra. "jadi orang yang waktu itu keluar dari kantor guru, terus papasan sama aku di depan toilet itu dia?" ujar Kyra, mengingat-ingat kembali, saat dimana maniak matanya, bertubrukan dengan sepsang sorot mata lelaki bermasker dan bertopi hitam tersebut. "Pantes aja kaya kenal sama tuh mata" gumam Kyra.

Lamunan Kyra pun buyar seketika, tatkala mendengar suara peluit, yang telah ditiup oleh Pak Heri, sebagai tanda dimulainya permainan.

Kyra yang mulai tersadar pun bersiap-siap menunggu gilirannya tiba. Riko telah menyelesaikan permainannya terlebih dahulu, ia langsung memberikan tongkat itu kepada Diva. Tidak butuh waktu lama, kini tibalah giliran Kyra yang harus memberikan tongkat itu kepada Fino, pemain terakhir yang sedang menunggunya digaris Finish.

Dengan sigap Kyra pun menerima tongkat itu dari tangan Diva. Namun saking antusiasnya gadis itu sampai tidak sadar, kalau sedari tadi tali yang mengikat sepatunya itu telah terlepas. Spontan saja saat ia hendak membuka langkahnya untuk maju, tiba-tiba saja Kyra itu hilang keseimbangan. Dan....

Brrugghhh!

Dagunya menghantam keras ketanah, diikuti kedua lutut dan sikunya yang mulai memerah, mengeluarkan setetes darah. Sontak hal itu menjadi sorotan orang sesisi lapangan, mereka semua langsung meninggalkan kegiatan yang sedang mereka lakukan, dan berhamburan menuju ke arah Kyra.

"KYRA!" pekik Revina, yang langsung berlari mendekati sahabatnya itu. Ia langsung bantu mendudukan tubuh Kyra tepat disampingnya, "Kyra lutut sama siku Lo berdarah!" ujar Revina histeris, saat melihat darah segar yang merembes keluar, membasahi celana olahraganya.

Tanpa pikir panjang Revina pun langsung membantu Kyra untuk menggulung celana olahraganya itu. "Lo kalo main yang sportif dong, gak gini juga caranya!" pekik Revina, kepada Diva yang berdiri dihadapan mereka,  menampilkan wajah cuek dan tidak perduli.

"Lah ... Lo kok kenapa jadi nyalahin gue gitu? Salahin aja tuh anak, emang dasar dia gak bisa main, gak becus!" cibir Diva.

"LO KIRA GUE BUTA HAH? GUE LIAT TADI LO NGAPAIN KYRA!" pekik Revina makin lantang.

Suara gaduh itu pun membuat kepala Kyra terasa sangat pusing, diikuti oleh penglihatannya yang mulai buram dan dagunya yang terasa nyeri. Kyra mulai memegangi kepalanya yang sakit itu. Samar-samar ia masih mendengar suara Revina yang sedang bertanya tentang kondisinya. Sebelum, semuanya menjadi gelap dan ia tidak mendengar apapun lagi.

WISH STONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang