"Kamu adalah orang yang bisa membuat ku lupa, kalau aku pernah terluka"
...............Kyra masih memegangi kepalanya yang terasa pusing, lambat laun penglihatannya pun mulai membaik. Namun, nyeri yang ada di rahangnya belum kunjung mereda.
"Udah bangun lo?" tanya seseorang, dengan suara berat khas laki-laki.
Kyra pun menoleh, kearah dimana sumber suara itu berasal. Terlihat Fino tengah berjalan kearahnya, sembari membawakannya segelas air hangat.
"Nih minum!" ujar Fino, sambil menyondorkan segelas air hangat itu kepada Kyra.
Karena kondisi Kyra yang masih lemah, Fino pun mendekat kearah Kyra, membantu mendudukan tubuh gadis itu agar ia bisa minum.
Kyra lalu menerima air putih itu, dan meneguknya perlahan. Namum, gadis itu tidak bisa memegang gelas dengan baik. Sehingga, laki-laki itu pun harus membantunya memegangi gelas.
Fino lalu menjauhkan gelas itu dari Kyra, saat air yang ada didalam gelas itu habis, dan menaruhnya ke atas meja kecil, yang berada tepat disamping ranjang tersebut.
"Revina, mana?" tanya Kyra dengan suaranya yang lirih.
Fino lalu berjalan ke sudut ruang, yang dimana teletak kotak P3K disana. Ia sibuk mencari sebuah obat untuk luka Kyra.
"Ruang BK." jawabnya, dengan mata yang masih terfokus menatap kotak P3K tersebut.
"Ruang BK? ngapain?"
"Gak usah banyak tanya, kalo lu ngomong terus, entar dagu lo tambah berdarah" ucap Fino, menunjuk luka yang cukup lebar pada dagu Kyra.
Setelah menemukan obat yang tepat untuk Kyra, Fino lalu memberikannya kepada gadis itu.
"Sini luka lo, biar gue obatin"
"Gak usah, aku bisa sendiri kok, sini mana rivanolnya." tolak Kyra
Fino tidak langsung memberikan obat itu kepada Kyra, tetapi Kyra tetap memaksa untuk mengobati lukanya sendiri, tanpa bantuan Fino.
"Emang lo bisa?" tanya Fino meragukan Kyra.
"Gak usah ngeremehin gitu dong, gini doang masa gak bisa!"
Kyra langsung mengambil selembar kapas dari tangan Fino, membasahinya dengan rivanol. Ia lalu mengusapkannya pada luka-lukanya itu. Namun, bukan membersihkannya, Kyra malah membulati lukanya dengan lingkaran rivanol.
"Lo ngapain?" kekeh Fino.
"Gak liat apa nih, orang lagi bersiin luka!" seru Kyra.
"Luka mana yang lo bersiin? itu masih ada debunya gitu!"
"E-enggak, tuh udah bersih" tunjuk Kyra.
"Mana kapasnya?" tanya Fino. Kyra pun memberikan kapas yang ia pakai tadi kepada Fino. Fino pun membuang kapas tersebut, dan menggantinya dengan yang baru.
"Sini siku lo!" pintanya.
Dengan ragu, Kyra pun menunjukkan kedua sikunya yang dipenuhi dengan bercak darah itu, kepada Fino.
"Awww, sakit tau. Pelan-pelan dikit napa!" keluh Kyra.
"Tahan bentar" tegas cowok itu. Setelah di berishkan, Fino pun memberikan betadine pada kedua siku Kyra. Memang rasanya cukup perih, namun rasa perih dari luka itu tidak sebanding, dengan segala perih dan luka yang selalu Kyra rasakan didalam hidupnya.
Fino tengah sibuk mengobati Kyra, matanya masih terus terfokus pada luka-luka gadis itu. Sehingga ia tidak sadar, kalau sedari tadi Kyra selalu memandangi dirinya.
"Tadi gimana lari estafetnya? Kita kalah?" ucap Kyra, memecah keheningan diantara mereka.
"Enggak!" jawab Fino singkat dengan tangan yang tengah sibuk menempelkan perban san plester pada luka Kyra.
"Bukanya, kelompok kita doang yang gak selesai? karena tadikan aku jatuh" ucap Kyra sedikit lesu.
"Lo gak usah khawatir. Tadi pas lo jatuh, semua permainan langsung dihentikan, jadi gak ada yang menang dan gak ada yang kalah" jelas Fino, menatap Kyra sebentar. Lalu melanjutkan kembali aktivitasnya. "Siku sama lutut lo udah selesai gue obatin, sekarang tinggal dagu lo!" ucap Fino.
Fino pun menggeret kusinya agar lebih dekat dengan ranjang Kyra. Ia lalu memajukan tubuhnya, sehingga membuat wajah mereka kini hanya berjarak beberapa centimeter. Kyra merasakan dengan jelas, hembusan hangat nafas Fino, yang menerpa wajahnya. Begitu pula dengan Fino, napas cewek itu terasa sangat lembut, saat berhembus mengenai wajahnya.
"Aduh ... jantung, jangan dag-dig-dug deh, ntar kalo dia dengerkan bahaya" batin Kyra.
"Dongak!" pinta Fino
"Hah?"
"Dongak ... luka yang ada didagu lo kan belum gue bersiin!"
"I-iya!" Kyra pun menurut, ia lalu mendongakkan kepalanya, dan mulai menutup mata, tatkala wajah Fino semakin dekat. Karena terlalu gugup.
Setelah beberapa menit, dagu Kyra pun telah selesai diobati oleh Fino. Tak lupa, ia juga memasangkan sebuah perban pada luka itu.
"Udah!" ucap Fino, membuat Kyra langsung membuka matanya."Makasih!" ucap Kyra, dibalas senyum tipis oleh Fino. Fino langsung mengemasi semua obat itu, dan menaruhnya kembali kedalam kotak P3K.
"Nyeri yang ada di rahang lo, masih sakit?" tanya Fino.
"M-masih sedikit, tapi gapapa kok, entar sembuh sendiri!" ujar Kyra yakin.
Cowok itu lantas berjalan ke arah, sebuah peranti elektronik yang secara otomatis dapat memanaskan dan mendinginkan air yang siap diminum, atau yang biasa kita kenal dengan nama dispenser. Ia mengisikan segelas air putih dan mengeluarkan sebuah kantong plastik yang ada diatas dispenser itu. Lalu memberikannya kepada Kyra.
"Nih makan!" Menyondorkan sebuah bungkusan kecil itu kepada Kyra.
"Apa ini?" tanya Kyra.
"Nasi bungkus, didalamnya juga ada obat maag, jangan lupa diminum abis lo makan!" ujar Fino.
"Makasih!" Kyra lantas menerimanya dan langsung menyantap nasi bungkus yang diberikan oleh Fini dengan lahap.
"Dokter yang meriksa lo tadi bilang kalo lo belum sarapan, mangkanya tadi pas lo pingsan gue beliin nasi bungkus itu buat lo. Dokter tadi juga pesen, supaya lo memperbanyak istirahat dan minun air putih yang cukup, supaya tubuh lo kuat dan gak dehidrasi lagi."
Selang beberapa detik, tiba-tiba saja pintu UKS tersebut terbuka, menampilkan sesosok tubuh seseorang dibaliknya.
Hai Reader's...!
Gimana ceritanya menarik? Kalo menarik jangan lupa buat tinggalkan jejak yah .... dengan cara vote biar mimin tambah semangat ngelanjutin part selanjutnya 🔆
Votenya gratis kok jadi, angan pelit-pelit yah
Klo ada yang typo komen atau DM yah, biar nanti mimin author perbaiki, jangan sungkan gpp kok 😇
See you...gais, selamat baca part selanjutnyanya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH STONE
Teen FictionTidak semua hal yang terjadi sesuai dengan kehendakmu, begitu pula dengan takdir. Bagaimana rasanya, ketika orang yang sangat kamu sayangi justru menyakitimu bahkan memperlakukanmu dengan begitu hina. Membencimu, menyiksamu, bahkan tak segan ingin m...