"Raut wajahmu menjelaskan semunya kepadaku"
..........Bel istirahat telah berbunyi beberapa detik yang lalu, semua anak telah bersiap untuk meninggalkan kelas mereka. Tak luput, Revina pun segera merapikan buku-buku dan alat tulisnya ke dalam laci.
Ia mulai mengarahkan pandangannya kepada Kyra, yang tengah asik menyalin beberapa catatan ke dalam bukunya.
"Ky, kantin yuk!" ucapnya, dengan tangan yang masih memasukkan barang-barang miliknya kedalam laci meja.
"I-iya bentar aku selesaiin catetanku dulunya!"
"Yah ... lama Ky, mendingan lo lanjutinnya di rumah aja deh!"
"Tapi kan, bukunya punyamu? aku bawa pulang emang boleh?"
"Iya bolehlah, bawa aja, gapapa kok!"
"Hum ... yaudah deh. Bentar yah, aku mau ngemasin barang-barangku dulu" ucap Kyra, sembari menutup semua buku-bukunya dan menatanya rapi di dalam laci meja.
"Oke, siap!" Ucap Revina yang ikut membantunya memasukkan semua alat tulis, kedalam kotak pensil kecil bergambar kucing milik Kyra.
"Udah ayo!" Ucap Kyra, disaat ia merasa semuanya telah tersusun rapi.
Revina dan Kyra pun mulai beranjak pergi ke kantin bersama-sama. Mereka berdua telah menjadi sepasang teman baik sekarang ini.
Sebelum Revina datang, Kyra tidak pernah memiliki satu teman pun di sekolahnya. Entah karena sebab apa, semua teman-temannya selalu saja menjauhi dirinya.
Mereka seperti ditahan oleh seseorang atau oleh sesuatu, yang membuat mereka tidak berani untuk melanggarnya.
Tak pernah ada kata 'pergi kekantin bersama', ia selalu pergi kekantin sendiri tanpa adanya teman. Itu pun jarang, biasanya, Kyra lebih suka menghabiskan waktu istirahatnya, hanya sekedar jalan-jalan berkeliling area sekolah, atau pergi keperpustakaan sekolah, yang merupakan tempat favorit bagi dirinya.
Saat tiba dikantin, mereka berdua terlihat sangat bingung. Mendapati keramaian yang telah menyelimuti seisi kantin tersebut, tidak ada satu meja pun yang masih tersisa untuk diduduki oleh mereka berdua. Seluruh meja yang ada, telah terisikan oleh sekumpulan manusia-manusia kelaparan.
"Yah, kita gak kebagian tempat nih!" gerutu Revina kesal.
Namun tak lama, terdengar seseorang telah memanggil nama Kyra dengan sangat keras. Sontak, membuat seluruh pasang sorot mata yang ada dikantin itu pun, langsung menoleh kearah sumber suara tersebut.
"Eh ... nyet, kalo teriak itu, bisa gak kecilan dikit enggak. Tuh liat, orang-orang pada liat kesini kan!" cerocos Agung menahan malu, karena sekarang mereka berempat telah menjadi pusat perhatian ditempat itu.
"Yeh ... kalo teriak itu harus keras, kalo gak keras bukan teriak namanya, tapi kentut. Tuh kaya kentutnya Bayu, gak bunyi tapi baunya, Innalillahi, buat orang sekampung pingsan mendadak!" Cibir Putra.
"Anjim ... kenapa jadi gue sih? gue kalo kentut gak bau yah, nih lo mau cium" ucap Bayu, yang masih mengunyah sepotong gorengan dimulutnya.
"EBUSET, GUE MAH OGAH KALI!" Ucap Guntur, kini membuat seluruh orang menoleh kembali kearahnya.
"Maafkan kelakuan temen-temen gue yah semua, emang nih anak pada gak ada ahlak, maklum anak dakjal emang gini kelakuannya. Silahkan, kalian semua lanjutkan kegiatan kalian tadi!" ucap Putra yang sok bijak.
"Dih ... sok iye lu nyet!" nyinyir Guntur menyudul kepada Putra dengan kepalan tangannya diikuti oleh kekehan keempat temannya itu.
"Apaan sih Lu, pala Gue benjol tau lama-lama!"
Awalnya Kyra tidak mau duduk bersama mereka berempat, karena ia merasa sedikit kurang nyaman. Jika nanti, dirinya harus menjadi sorotan seisi kantin, karena telah dengan beraninya, duduk bersama meraka. Para laki-laki tampan yang menjadi most wanted disekolahnya ini.
Namun, belum sempat Kyra menolak. Revina langsung saja menarik pergelangan tangannya. Membawanya duduk bersama mereka.
"Woyy ... minggir, ayang beb gue mau duduk!" usir Putra kepada Guntur yang duduk di samping kirinya.
"Yeh ... gue baru juga duduk Put, udah main usir aja lu!" Cerocos Guntur namun sama sekali tidak dihiraukan oleh Putra. Dengan terpaksa, Guntur pun pindah tempat duduk, tepat di samping Bayu, Agung dan Fino,
"Silahkan duduk Kyra, disamping a'ak nih!" seru Putra, sembari menepuk-nepuk pelan tempat duduk kosong yang berada di sampingnya.
"Apaan sih, gak ada yah Kyra duduk sama lu, bisa bahaya entar, pokoknya Kyra duduk deket gue" timpal Revina
"Duduk sini Ky!" titah Revina untuk segera duduk disebelahnya, atau lebih tepatnya di pinggir, berseberangan dengan Fino yang duduk tepat dihadapannya.
"Yeh dasar, gak bisa liat gue deket ama Kyra dikit aja lu mah" cerocos Putra
"Bodo amat!" ucap Revina, memutar bola matanya malas.
Tak putus asa, Putra mulai melancarkam aksinya, dia langsung mencoba untuk mengeluarkan jurus jitu miliknya. Belum sempat menyerukan satu gombalan receh miliknya. Dengan sigap, Guntur pun langsung menyumpel mulut Putra menggunakan tissue.
"WOYY NYEET, LO KIRA MULUT GUE INI TONG SAMPAH, HAH !?" Ucap Putra, mengambil tissue itu dari mulutnya dan melemparkannya ke arah Guntur.
"Sorry Bay, abis mulut lo mirip tong sampah sih, sama-sama kotor dan isinya banyak hal-hal yang gak berpakedah!" kekeh Guntur di ikuti oleh gelak tawa teman-temannya.
"Aihh si ayingg Guntur mah emang, enak aja mulut gue lo samain ama tong sampah!"tukas Bayu.
"Eh ...Tur, bukannya tuh tissue, tadi bekas ngelap keringet lo yah?" tanya Bayu, yang masih terkekeh pelan.
"Eh ... iya, gue baru inget!" ujar Guntur, sembari menepuk jidatnya, ia baru sadar kalau tissue itu barusan saja ia pakai buat mengelap keringatnya.
"Bangsat lu yah, pantesan aja tadi gue ngerasa itu tissue kaya ada rasa asin pahitnya gitu. Emang temen gak ada ahlak lo yeh. Bekas keringet lo masukiin kemulut gue, ngajak gelud lo hah?!" Ucap Putra yang mulai menaikkan lengan bajunya keatas, memamerkan otot-otot lengannya.
"WOYY INI KANTIN, RIBUT MULU, GUE DISINI MAU MAKAN, BUKAN DENGER LU PADA DEBAT!" Ucap fino, membuat seisi kantin itu pun langsung sunyi seketika.
Entah, ada aura apa yang menyelimuti seisi kantin tersebut ketika Fino mulai bicara. Rasanya, aura yang terpancar dari dalam dirinya, mampu membuat siapa saja tunduk di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH STONE
Fiksi RemajaTidak semua hal yang terjadi sesuai dengan kehendakmu, begitu pula dengan takdir. Bagaimana rasanya, ketika orang yang sangat kamu sayangi justru menyakitimu bahkan memperlakukanmu dengan begitu hina. Membencimu, menyiksamu, bahkan tak segan ingin m...