Part 9

1.3K 162 20
                                    

Merenung dan melamun adalah kegiatan Jungkook akhir-akhir ini, setelah kandasnya hubungan antara dia dan kekasih hati pemuda itu tampak terpuruk sekali. Bahkan jadi mengurangi porsi piring walau Bunda sudah sangat marah, Taehyung pun tak dapat membujuk karena Jungkook benar-benar tak ingin mendengar ucapan orang.

Jungkook sedang memandangi jendela dari kamar dengan pandangan redup, Taehyung dari tadi hanya memperhatikan saja, tak berani menegur kalau tak ingin kena kacang. Kalau dibicarakan Taehyung mencelos melihatnya? Tentu saja, siapa yang tak ikut sedih saat istrimu begitu berkabung atas hatinya yang sakit?

Tapi sekalipun Taehyung membujuk tak pernah didengar, mau sekencang apapun Taehyung berteriak tidak akan ada gubrisan, dan itu cukup menguras emosi yang selama ini Taehyung simpan baik-baik dalam kepala.

Mata bulat itu menyirat kosong, memperlihatkan wajah nelangsa, dan bibir itu terkatup dan yang selalu membuat Taehyung ikut sedih adalah ... satu titik air mata akan ikut turun selagi pemuda itu menerawang.

Pipi yang biasa penuh lemak kini terlihat agak tirus, tangan yang bertenaga bahkan sanggup membuat Taehyung tersungkur waktu tak sengaja mencubit ruam merah yang dibuatnya, kini terlihat ringkih. Wajah yang biasa memperlihatkan kesombongan bahkan tampak kusam, muram dan tak bercahaya seperti sewaktu di Daegu sana.

Bahkan gigi kelinci yang biasa timbul ketika pemuda itu tersenyum atau tertawa kini benar tak memperlihatkan eksistensi walau Taehyung sudah menghiburnya, dan tibalah Taehyung bingung harus melakukan apalagi selain memperhatikan mudanya yang masih sakit hati atas keputusan diri sendiri.

"Sudah cukup, Jungkook! Kamu kira aku tak marah kamu terus bersedih seperti ini?!" Oktaf suara meninggi, tanda satu pria dewasa itu marah sekali.

Tapi Jungkook terus bergeming, tetap jadi patung dengan mata memandang ke arah luar jendela, padahal hanya ada ujung pantai dan atap-atap tetangga yang terlihat, pun Taehyung sudah mencapai limitnya, limit rasa sabar.

Tangan besar menyentak tubuh Jungkook agar berhadapan dengannya, dihalusi tidak berhasil berarti Jungkook lebih memilih dikasari dan Taehyung tak segan melakukannya.

"Tatap aku!" Perintah Taehyung mutlak, Jungkook menurut masih dengan wajah datar kentara sakit hati, mata bulat itu kelam.

"Sudah satu bulan kamu begini! Dikira aku orang yang teramat sabar, hah?!" Semua perasaan tumpah ruah, Taehyung benar-benar mengeluarkan unek-unek yang selama ini ia simpan apik, kalau dikeluarkan takut menyinggung, tapi sekarang masa bodoh, Jungkook keterlaluan.

"Kamu gak paham!" Desis Jungkook dingin seakan semua ini memang salah Taehyung karena pria itu tak coba memahami hati, ucapannya salah, teramat salah hingga Taehyung semakin terpelatuk.

"Apanya yang tak paham? Sial! Kamu berlebihan!" Setiap kata yang terlontar memiliki emosi tersendiri bahkan pria itu tak segan mengumpat, Jungkook malah memasang wajah tak suka.

"Memang kamu yang gak paham!"

Melawan orang yang sedang marah berarti kamu memantik api yang tengah membara hingga api itu berkobar semakin besar, dan Jungkook terlalu berani melawan perkataan sembari memandang dengan remeh.

"Katakan itu pada dirimu sendiri! Masih pantaskah kamu bicara begitu pada orang yang menungguimu! Begini caranya aku bisa muak, Jungkook!"

Telak membuat Jungkook menahan napas kala telapak tangan besar itu melayang kencang dan mendarat pada pipi hingga timbul gema, tapi Bunda maupun Ayah tak mau sedikitpun membantunya, malah mematung di ambang pintu lantas keluar dan membiarkan Taehyung bertindak semaunya, itu menurut Jungkook.

"Apa harus kutampar dulu baru kamu sadar, hah? Sialan!" Taehyung hilang kendali dan itu bukan sesuatu yang baik, Jungkook memegangi pipinya yang terasa panas, dipastikan memerah.

Mata bulat itu mengeluarkan air lagi, menangis sembari menatap Taehyung yang masih tampak memburu menahan emosi yang sudah mencapai batas. Mata tajam itu bagai menelisik sampai ulu hati, telak menghujam jantung dan Jungkook tak sanggup lagi bertutur kata.

"Terus menangis, aku muak melihat pemandangan ini, kau tahu aku lebih suka melihatmu mencebik kesal padaku dibanding melamun." Lontaran kata yang menyindir itu membuat Jungkook terisak hebat, pipi yang semula dipegangi Jungkook kini Taehyung ikut merambatkan telapaknya untuk mengusap bekas tamparan yang dibubuhkan.

Mengusap pipi itu menggunakan ibu jari, dan Jungkook tak mau membalas tatap mata, mengalihkan pandangan asal jangan melihat pada Taehyung, yang kini mimik wajahnya kembali melembut.

"Aku minta maaf, tamparanku pasti sakit," bisik Taehyung masih membelai pipi itu penuh kehati-hatian serta sangat lembut, menyalurkan rasa hangat dan itu membuat Jungkook semakin menangis dalam diamnya.

Melihat Jungkook malah semakin terisak parah, maka Taehyung menarik tubuh itu untuk masuk pada pelukan, diciumi pelipis dan pucuk kepala memberi pemuda itu sedikit perhatian agak tak selalu melihat kesedihan.

Jungkook mencengkeram erat baju bagian dada Taehyung, meremat hingga kusut dengan bibir terus tersengguk, membiarkan dada suaminya basah oleh air mata yang tak mau dibuat berhenti.

"J-jangan marah lagi, a-aku takut, tampar itu sakit—ya?" Tersendat-sendat saat mengucapkan beberapa kalimat, dan kini giliran Taehyung yang merasa sangat bersalah.

Perlakuannya kelewat batas, tapi mau diapakan lagi? Jungkook harus dibuat sadar akan perbuatan.

Taehyung memundurkan tubuh untuk duduk pada sisi ranjang, dan Jungkook dibawanya pada pangkuan, memeluk pinggang itu agar tak terjatuh, membiarkan Jungkook menangis sepuasnya pada dekapan yang menjanjikan perlindungan.

Menepuk pantat itu agar berhenti dari tangis atau mengusap punggung bergetar tersebut, dan akhirnya tangis Jungkook berhenti saat si gigi kelinci menyamankan diri pada pelukan hangat itu untuk terlelap. Menyandarkan kepala pada bahu suaminya dan deru napas teratur menerpa leher Taehyung, hingga si empu terkekeh melihat Jungkook bagai anak kecil yang menangis karena permennya jatuh ke tanah.

Perlahan Taehyung rebahkan tubuh Jungkook untuk berbaring nyaman di atas ranjang empuk, melepaskan rangkulan kaki dari pinggangnya yang terasa erat, menyelimuti tubuh lelah itu dan membiarkan pemuda tersebut tertidur selagi ia meratapi perlakuannya.

Rokok dinyalakan di halaman belakang, hanya disesap beberapa kali, seringnya ampas rokok jatuh sendiri karena terbakar bukan karena disesap candu, membiarkan batang nikotin itu mengeluarkan asap menyesakkan selama Taehyung menyadari tindakan keterlaluan yang ia lakukan.

Tampar  tidak ada dalam kamus Taehyung untuk membuat Jungkook takut padanya, sama sekali tak pernah terlintas untuk melakukan tindakan itu, tangan tiba-tiba bereaksi saat Jungkook berani menjawab semua ucapan. Sumpah demi apapun, Taehyung mulai ingin melabuhkan hatinya untuk pemuda itu, tapi karena Jungkook akhir-akhir ini bersedih dan menghiraukan eksistensi siapapun jadi Taehyung kalap juga.

Bunda dan Ayah hanya mengintip dari dalam, tak berani ikut campur rumah tangga anaknya, apalagi jika benar anak mereka yang buat salah.

Apa Jungkook bisa mencintai Taehyung atau justru ini awal mula bahaya besar menimpa mereka?






Tbc

Yahhh, Taehyung kasar 😢

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang