Selepas kejadian malam itu Yoongi jarang sekali minta hal-hal aneh lagi, cukup sampai situ Jimin bertindak berlebihan hanya untuk menyenangkannya. Memang senang tapi melihat Jimin sakit setelahnya malah membuat rasa semringah itu menguap entah kemana, malah membuat hati tak tenang saat pemuda Park menggigil.
Jimin sudah baik untuk saat ini, walau sempat demam tapi tak meluncurkan semua semangat dalam belajar, bahkan dalam beberes rumah pun masih pemuda itu yang kerjakan. Yoongi belum ambil cuti dari semasa trimester pertama, hanya ambil libur beberapa hari saat mengalami morning sickness setelah itu ia kerja seperti biasa.
Hari Jumat yang tenang ini disuguhi lagi hujan karena mulai memasukki awal November, siang tadi Yoongi sudah kembali dari penatnya menjalani hari, dijemput menggunakan motor yang baru saja diterima minggu kemarin.
Awalnya Yoongi menolak keras karena tabungan Jimin pasti akan habis jika dibelikan kendaraan tersebut, tapi pemuda itu kukuh ingin beli, katanya tak ingin Yoongi harus berdesakan naik bus dan perutnya nanti terhimpit. Demi apapun Jimin lucu sekali saat mengatakannya dengan nada menggebu, padahal bus pagi atau sore sudah lenggang dan jadwal Yoongi pulang maupun pergi selalu pada saat bus tidak terlalu padat.
Kaki Yoongi sudah dipijat sedari tadi, padahal tidak pegal karena dia bekerja banyak duduk dibanding menggunakan tungkai kaki. Pemuda Park masih telaten merawat istri manisnya, sampai-sampai mengipasi tubuh berpeluh itu oleh kipas lipat.
"Kakak, gak mau sesuatu gitu?" Tanya si bibir tebal tiba-tiba, sebenarnya merasa aneh saat Yoongi tak menginginkan apa-apa.
Si kulit pucat menggeleng pelan sembari menurunkan kakinya dari pangkuan Jimin, mengendurkan dasi dan membuka beberapa kancing kemeja saat dirasa tubuh butuh lebih banyak ruang.
"Bohong, kalo ada maunya bilang aja Kak, aku gatal pengen gerak kelimpungan pas ngidamnya kamu aneh." Kekeh jenaka bisa didengar rungu dari pemuda Park, Yoongi agak tercenung sebentar, sebenarnya ia memang menginginkan sesuatu, tapi takut membuat Jimin kesusahan.
"Ayo Kak, aku tahu pasti Aegi lagi pengen ngerjain ayahnya," ujar Jimin percaya diri, mengusap perut sang istri dengan gerakan halus, kemudian mengecup pucuk hidung si manis sebelum kembali menerbitkan senyum.
"Aku ingin ramen," cicit yang lebih tua, ikut meletakkan tangan pada punggung tangan suaminya yang berada di atas pusar.
"Cuma it—"
"Pakai pasta cokelat, atasnya ditabur keju, bisa?" Baru saja Jimin akan bernapas lega, tapi kelanjutan informasi dari Yoongi membuat ia agak tercekat.
Kalau pasta cokelat masih bisa dimaklumi karena sebelumnya Yoongi ingin makan telur mata sapi diolesi cokelat di atasnya, tapi Jimin dibuat bingung pada keju, dia maupun Yoongi memang kurang menyukai makanan itu, tapi kini malah tiba-tiba ingin memakannya.
"Kakak, tunggu di sini, ya? Aku mau beli kejunya dulu." Cepat berdiri dan bersiap-siap pergi dengan membawa dompet yang berisi sedikit uang.
Yoongi mengangguk saja sembari melihat kepergian suaminya yang tersenyum sebelum hilang dari ambang pintu. Jimin ingin sekali mengumpat saat Jungkook tiba-tiba muncul dan membuat dirinya berjengkit, pemuda itu habis sepulang kuliah dilihat dari dandanannya yang masih memakai jas almamater dengan wajah kecut.
"Mau kemana, heh? Siang begini, mau ujan lho bentar lagi," ujar Jungkook menghentikan niat awal Jimin yang ingin sesegera mungkin pergi ke swalayan dekat flat untuk membeli satu keju kemasan.
"Ke supermarket, awas ah, mau cepat-cepat biar gak kena ujan." Tangan cepat menyingkirkan tubuh buntal si gigi kelinci yang menghalangi jalan.
"Beli apa?" Tanya Kim satu itu yang kini merentangkan kedua lengan agar Jimin tak bisa melaluinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
FanfictionKetika Daegu jadi titik temu takdir. Bertemu dengan sosok asing dan ... Menikah begitu saja. (Taekook; Tae-top, Kook-bottom) (Minyoon; Jim-top, Yoon-bottom) Don't like, don't read!