Part 15

1.2K 125 17
                                    

Jungkook jadi terbiasa bangun pagi, pukul enam sudah berkutat dengan piring, dia belum berani otak-atik wajan. Masih terlalu awam untuk membuat karya masakan, apalagi jika dibuat untuk sarapan.

Taehyung masih mengenakan kaos putihnya, sudah bebersih walau belum merapikan diri, soalnya jam kerja masih lama, takut pakaian yang disetrika Jungkook jadi kusut sebelum pergi. Pria itu duduk di atas karpet sembari menyesap kopi, kebiasaan yang baru Jungkook ketahui setelah tinggal satu minggu di sini.

Jungkook segera menghampiri dengan dua piring berisi roti gandum yang ia lapisi iris sosis ditambah sedikit selada. Taehyung tersenyum sebelum menerima dengan senang hati sarapan yang diberikan mudanya, Jungkook duduk di samping menikmati sarapan pagi mereka.

Tayangan televisi sudah ganti pada kartun—bukan Pororo, kali ini tentang tiga beruang bersaudara, Jungkook menonton dengan saksama walau sedari tadi tangan Taehyung merayap masuk ke dalam piyama. Memang yang baru mandi hanya Taehyung, Jungkook bangun-bangun langsung siapkan air hangat dan pakaian pria itu.

"Apaan, sih?" Hardik Jungkook saat jari telunjuk suaminya memainkan puncak dada, bukan bermaksud marah tapi suasana mulai sedikit berbeda apalagi Taehyung mulai menjilati telinga.

Jungkook hanya ingin menikmati roti lapisnya dengan tenang, tapi bentuk perlakuan suaminya saat ini membuat gelisah seluruh tubuh. Taehyung enak saja karena sarapannya sudah kena telan semua, punya Jungkook masih tersisa separuh.

Taehyung menghentikan kegiatannya setelah Jungkook mendorong tubuh itu agar sedikit menjauh, wajahnya kentara kesal pun melahap roti dengan sekali suap. Pipi itu menggembung, Taehyung terkekeh melihat kelakuan yang lebih muda, jujur saja ia tiba-tiba ingin saat melihat piyama satin Jungkook melorot, memperlihatkan bahu putih dengan ruam yang mulai menghitam, bekas cumbuannya malam-malam kemarin.

Jungkook menandaskan makanan sebelum ambil piring keduanya untuk dibawa ke dapur dan disimpan pada wastafel sebelum kembali lagi ke ruang tengah yang terdapat prianya sedari tadi tak melepas tatapan. Taehyung menunjuk spasi kosong di antara paha pria itu, Jungkook segera duduk di sana sembari membelakangi sesuai perintah.

Lengan Taehyung memeluk melingkari perut dibarengi Jungkook yang terkejut saat dipaksa mundur hingga mereka saling menempel, tapi bukan itu yang membuat Jungkook mematung dengan jantung bertalu. Sesuatu yang besar mulai menusuk di antara belah pantatnya, dan Jungkook menelan ludah susah payah.

"Sebabnya kamu Jungkook, aku tak biasa ereksi pagi-pagi, apalagi hanya karena lihat bahu." Cepat bergidik, Jungkook tak sangka Taehyung akan berbisik segitu seduktif pada telinganya.

"T-tapi, Taehyung kan udah mandi, nanti kotor lagi." Jungkook berusaha untuk kabur dari aura tak enak ini, Taehyung menggigit telinga hingga Jungkook kembali jadi patung.

"Tak ada salahnya mandi dua kali," tutur pria itu, dan tubuh Jungkook menegang saat Taehyung menciptakan tanda baru pada tengkuk.

"Waktuku tak banyak, kita lakukan cepat-cepat, boleh, ya?" Taehyung meminta izin, walau Jungkook tak akan menjawab karena Taehyung memang tidak membutuhkannya, sebab kini celana yang dipakai sudah kena singkap dari pria itu.

Taehyung mengeluarkan miliknya yang sudah merembes sedikit cairan, lantas mengarahkan lubang istrinya untuk segera dimasukkan. Sesuai dugaan, Jungkook tak bisa menolak apalagi tubuhnya malah terlonjak kesenangan.

Tubuh masih membelakangi Taehyung, dan pria itu memegangi pinggul sesekali mengusap perutnya dengan ujung jari. Jungkook menyempitkan senggama dengan cengkeraman tangan pada lutut suaminya dan putih tiba-tiba sampai begitupun dengan orang yang ada di belakang.

Jungkook menyandarkan punggung pada tubuh Taehyung, napasnya kentara tersengal dengan tubuh gemetar dan lelah. Pagi ini yang paling berkenan, bercinta dekat jendela ruang tengah apartemen mereka hingga Grizzly terabaikan begitu saja. Taehyung tersenyum sembari mengecup pipi pun mendekap tubuh mudanya yang berkeringat.

"Aku cinta kamu."

Tiga kata, membuat Jungkook memelototkan mata saat dengar satu kalimat yang asing dari bibir Taehyung. Cepat menoleh dan dia disuguhkan sebuah senyum lembut yang menjanjikan ketenteraman. Jungkook tersihir, apa Taehyung seseorang yang ahli mengucapkan mantera?

"Taehyung? Kita baru tujuh minggu, kamu benar udah cinta?" Tanya si gigi kelinci tak habis pikir, Taehyung malah mengecup dahi sebelum membalik tubuh Jungkook untuk saling berhadapan dengan kepunyaan yang saling bergesekan.

"Iya, alasan aku berdebar tiap dekat kamu memangnya apa jika bukan cinta? Terus ketika lihat wajahmu aku selalu tak bisa mengontrol perasaan, selalu hangat dan berdentum nyaring, coba kamu rasakan."

Tangan Taehyung meraih telapak istrinya untuk disimpan pada dada, membiarkan Jungkook tahu resah yang selama ini ia pikirkan tiap malam. Kini ia tahu harus diberi nama apa perasaanya, kini ia tahu untuk alasan apa jantungnya bekerja, ada Jungkook yang ia perhatikan dua bulan ini, memberi gelenyar aneh pada hati.

"Tapi Taehyung, aku belum bisa kasih jawaban pasti sama pernyataanmu, aku masih telaah hati." Maka yang lebih tua hanya bisa mengusap pucuk kepala Jungkook, memberi afeksi yang hangat pada hati.

"Jangan terburu-buru, pelan saja, aku akan sabar tunggu kamu." Selesai dengan ucapannya, maka Jungkook tak segan memeluk leher pria itu sembari menenggelamkan wajah.

"Jangan berdiri lagi, dong!" Jungkook mencubit kepunyaan Taehyung yang awalnya turun kini mencuat tiba-tiba, dan pria itu meringis kesakitan, lubang kencingnya dicubit tak main-main.

"Kalau tak mau puaskan tidak usah dicubit juga, Aws—sakit, Jungkook!" Tapi setelah itu Taehyung menggeram saat Jungkook mau memuaskannya walau hanya dengan tangan, katanya lubang masih terasa perih bekas tadi jadi Taehyung iyakan saja daripada acara mencapai angkasa batal tiba-tiba.

"Jung—Jungkook!" Pekik Taehyung di akhir puncak, lelehan memenuhi tangan Jungkook, separuh melesat pada piyama yang tengah dikenakannya.

Taehyung kotor lagi, pun sesuai perkataan setengah jam tadi kalau ia tak keberatan jika harus mandi dua kali, juga harus bertanggung jawab memandikan mudanya yang terkulai lemas terkadang meringis karena lubangnya terasa berdenyut.

Taehyung berangkat jam delapan, Jungkook antar hingga daun pintu disertai kecupan pada kening, kini hatinya berdebar mendapat perlakuan seperti itu. Karena apalagi kalau bukan bekas pernyataan cinta suaminya, walau ia belum bisa membalas hal serupa, karena perasaannya masihlah gamang, belum bisa didefinisikan.

"Eh, ternyata Taehyung-ssi punya Adik?" Seorang lelaki dengan paras semampai menghampiri, segera mendekat pada Jungkook yang urung masuk saat tiba-tiba disapa tetangga sebelah.

"Hai, Adik kecil, maaf baru menyapa, saya tinggal di unit sebelah tapi baru tahu kalau kamu juga tinggal di dalam sini."

Jungkook tersenyum saja, masih kentara kurang nyaman atas percakapan tetangga yang menyapa. Pria itu tampaknya seorang Dokter, tinggi sekali dengan lesung di kedua pipi, begitu mencolok dengan jas putih.

"Aku istri Taehyung, Paman Namjoon," terang Jungkook sembari membaca name tag di dada bagian kanan pemuda itu, juga terdapat gelar di belakang namanya.

"Saya baru dua delapan, terlalu tua jika dipanggil Paman. Yang betul kamu, Dik? Kelihatan masih muda lho, harusnya masih leha-leha nikmati main dengan teman."

Dan orang yang diajak bicara tercenung setelah mendengar ucapan Dokter tersebut, sampai pria itu melipir pamit karena waktunya terbuang percuma sehabis bicara dengan Jungkook. Pun si gigi kelinci kini benar-benar masuk ke dalam rumah, merenungi setiap ucapan tetangganya, tak ada yang bisa diajak diskusi karena Yoongi pun sudah dapat pekerjaan, sedangkan dia belum mulai kuliah karena ikut pendaftaran gelombang tiga.

Benar, seharusnya Jungkook tidak di sini, harusnya ia tengah senang-senang dengan teman sembari menghabiskan hari diselingi tugas menumpuk, bukan malah mengurusi satu laki-laki yang selalu menggagahi tiap malam.

Kenapa pikiran ini baru hadir setelah  dua bulan? Kenapa pula ia tak kepikiran sejak awal? Tapi yang pasti ia merasa kalut saat ini, dan lagi ... dirinya tak punya teman bicara.





Tbc

👉👈

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang