Kegiatan hari ini hanya masuk dua kelas, pukul sepuluh dan pukul satu, itupun tugasnya begitu menumpuk sampai-sampai bingung harus mengerjakan dari mana terlebih dahulu. Kaki menjejak lunglai dengan bahu turun, air muka sudah jangan ditanya sesuram apa, begitu mengerikan dengan kantung mata yang tersemat nyalang, memaksakan diri untuk terus menjalani hari walau nyatanya sedang dilanda merana yang tidak berkesudahan.
Bus tampak lenggang, padahal biasanya selalu padat kalau jam-jam segini, kebanyakan anak seumuran Jungkook yang memenuhi bus menjelang sore. Si gigi kelinci menatap jendela dengan pandangan kosong, masih kentara banyak pikiran yang tidak bisa dienyahkan, apalagi itu tentang rumah tangga.
Bus berhenti di terminal dekat flat, segera saja Jungkook turun dan mulai kembali melangkahkan kaki dengan gerakan lambat, rasanya hari ini sangat berat dijalani, Taehyung yang biasa suka ia ajak diskusi perihal mata kuliah malah sedang tidak ingin diganggu bahkan mendiami semalaman.
Jimin melewatinya menggunakan motor baru yang tampak mengkilat, tak susah menawarkan tumpangan karena jarak Jungkook sudah sangat dekat dengan parkiran, si pemuda Park melepas helm pun menunggu Jungkook agar mereka berbarengan naik ke atas.
"Apaan, tuh?" Tunjuk Jimin pada kantung di bawah mata milik Jungkook, terdengar nada ngeri dari pemuda itu.
"Berisik, Jim," ujar Jungkook dengan suara lemah, bahunya masih merunduk turun disertai helaan napas panjang.
Akhirnya malah bungkam saat Jungkook tampaknya tak ingin diusili, padahal Jimin gatal ingin jahil pada pemuda itu, tapi kalau dipaksakan takut dibanting oleh si gigi kelinci, mengingat Jungkook pandai bela diri.
"Gak mau curhat? Keliatan galau gitu," celetuk Jimin tiba-tiba, memandangi sekali lagi Jungkook dari bawah hingga atas pun kembali geleng kepala.
Tak habis pikir, Jungkook masih memaksakan diri saat tubuhnya sudah begitu letih seperti itu, Jimin sangat paham dengan postur seperti ini, tanda si gigi kelinci sedang risau. Helaan napas kembali terdengar rungu, dibarengi decakan lidah yang tampak kesal sekali.
"Ya, masalah rumah, kuliah, bikin mumet, mana semalam kurang tidur, asem bener dari kemarin." Usakan pada rambutnya terlihat kasar, bahkan sampai tak berbentuk rapi lagi.
Lift terbuka dan mereka melewati lorong dengan hentakan kaki Jungkook yang terdengar keras hingga menggema, kemudian ketika sudah ada di depan kediaman masing-masing mereka malah mematung sembari bersandar pada pintu. Jimin tak memaksa Jungkook untuk cerita tapi akan setia menunggu sampai pemuda itu mau berbagi masalahnya.
"Kalo tiba-tiba pasangan tampak beda itu tandanya apa, ya?" Jungkook bertanya, Jimin memikirkan sebuah jawaban yang sekiranya tepat dan bisa membantu.
"Apanya yang beda? Perlakuan atau wajah?" Jimin balik bertanya.
"Kelakuan," jawab Jungkook tanggap, terlihat Jimin kembali memutar otak.
"Mungkin ada masalah yang gak bisa dibagi, kalo untuk ukuran pria dewasa seperti suamimu, ya pasti lagi nunggu waktu yang tepat buat ngomonginnya, nunggu reda semua emosi." Jimin bicara panjang lebar, memperjelas bahwa Taehyung memanglah pria yang selalu menunggu waktu daripada langsung membicarakannya.
Tipikal orang yang tak ingin tersulut emosi jadi lebih memilih diam sembari meredakan apa yang jadi segala resah, kemudian ketika siap maka akan berbagi untuk dijadikan sebuah perbincangan panjang, tanpa campur tangan rasa marah.
Jungkook mengangguk serta pamit masuk, flat terasa dingin dan sunyi, semua tampak rapi seperti saat ditinggalkan siang tadi. Jungkook melepas sepatunya kemudian disimpan pada rak dekat pintu, mulai ke dapur dan minum air dingin dari kulkas, setelah itu banting tubuh pada sofa masih dengan ransel yang berada pada punggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
FanfictionKetika Daegu jadi titik temu takdir. Bertemu dengan sosok asing dan ... Menikah begitu saja. (Taekook; Tae-top, Kook-bottom) (Minyoon; Jim-top, Yoon-bottom) Don't like, don't read!