Pasangan Park terbangun siang, pukul sembilan, dan tentu yang paling muda rusuh sekali sebab nanti—satu jam lagi mata kuliahnya akan dimulai. Yoongi masih terlelap, tak coba dibangunkan karena Jimin paham kalau pria tersebut masih terlalu lelah setelah bertempur tadi malam.
Selepas memasukkan satu buku binder dengan pulpen pada tas kecil warna hitam maka Jimin segera ke dapur, membuat sarapan yang terlalu siang. Hanya sekadar roti tawar dioles selai kacang, tak ada waktu untuk memanggangnya jadi Jimin langsung melahap begitu saja sambil membaluri lembar roti lain dengan selai yang sama.
Tak lupa mengucuri gelas dengan susu full cream, yang satu diteguk hingga tandas dan satu lagi dibawa ke ruang tengah. Disimpan pada meja kecil yang dibelikan Papa, sebagai sentuhan akhir Jimin menulis pada sticky note, memberitahu perihal sarapan yang perlu dihabiskan.
Biasanya Jimin akan beberes rumah dulu walau sedikit, tapi karena tak ada waktu lagi jadi ia langsung pergi saja diselingi langkah lebar. Membiarkan satu sosok yang masih asik menyelami mimpi indah, Yoongi terlihat nyaman bergelung dalam selimut.
...
Sampai ketika si manis dibuat heran karena sebuah dekapan tak ia rasakan, Jimin tak ada lagi di sampingnya. Melihat sekitar lantas terkejut saat jam dinding sudah menunjuk pada pukul sepuluh lebih lima belas menit. Astaga, Yoongi lupa kalau Jimin sudah mulai aktif kuliah sedari kemarin.
Hari Sabtu, Yoongi terlalu santai karena libur kerja. Tubuhnya terasa kurang nyaman sebab kemungkinan besar Jimin tak membersihkan dengan baik, hanya diusap oleh tisu basah sehabis bergumul kemudian cepat memakai piyama dan tidur.
Kalau diingat-ingat jadi malu juga, Yoongi masih merasa berdebar tiap kali teringat persenggamaan mereka semalam. Untung saja Jimin sudah berangkat, jadi ketika pipinya mulai merah tak akan ada yang menggoda, kalau benar terjadi maka Yoongi akan dibuat tambah merona.
Tak ingin lama-lama terus berada dalam euforia, Yoongi akhirnya memutuskan pergi mandi saja, tak baik untuk jantung jika terus memikirkan wajah Jimin yang tengah menggagahinya.
Yoongi menanggalkan seluruh pakaian, membiarkan tubuh polos dengan kulit seputih salju yang terasa lengket. Melihat cermin dan mendapati bagian dadanya bengkak, juga selusur leher penuh tanda, diusapnya pelan maka Yoongi bergidik. Ruam merah yang baru pertama kali ditinggalkan Jimin pada tubuh, karena pemuda itu hanya akan mencumbu sembari memasukki tanpa membuat karya apapun, berbeda dengan semalam, ruam terdapat banyak bahkan memenuhi inci yang tak bisa Yoongi jamah.
Bagian perut juga ada beberapa, pun Yoongi baru sadar kalau Jimin memberi tanda juga pada sekitar paha. Benar-benar banyak, Yoongi sampai tak bisa menghitungnya dengan jari, Jimin menandai dengan mutlak, memberitahu dunia kalau Yoongi sudah punya pemilik.
Duduk di dalam bathtub yang belum diisi air Yoongi menungging, menusukkan jari pada lubangnya sendiri, bukan karena tiba-tiba ereksi. Tapi ingat betul kalau Jimin keluar di dalamnya dan ia lupa membersihkan sebelum tidur semalam, jadi sekarang mulai mengering dan itu sulit dikeluarkan walau dengan bantuan sabun antiseptik.
"Shit! Susah sekali." Mengumpati saat lutut mulai pegal untuk menahan tubuh, cairan Jimin mengerak di dalam rektumnya.
"Ahh aduh, please jangan berdiri." Bermonolog sendiri kala jarinya tak sengaja menyentuh titik manis, karena lelah menungging Yoongi terduduk sembari mengangkang, satu kaki diangkat dan disimpan pada sisi bathtub.
Jari terus mengeruk dinding rektum, sedikit demi sedikit cairan Jimin keluar bersamaan dengan sabun antiseptik yang membantunya agar licin dan mempermudah kegiatan bebersih tubuh. Putih milik Jimin memang sudah keluar seluruhnya, bisa dipastikan tubuh Yoongi kini bersih, tapi ... Kepemilikannya malah berdiri sebab tak sengaja beberapa kali menyenggol titik manis.
Mulai bermain sendiri, tapi ternyata sulit juga, biasanya ketika sudah berdiri begini pasti dibantu Jimin. Dulu sekali, waktu pertama kali masturbasi tak sesusah ini, hanya mengandalkan tangan konstan memainkan kepunyaan maka pelepasan akan segera dicapai, sekarang jadi sulit, ia butuh Jimin tapi pemuda itu baru saja berangkat tiga puluh menit tadi.
Senjatanya mulai merah dan perih karena terlalu lama dimainkan tapi pelepasan belum juga didapatkan, tangis sudah ia lakukan ketika tak mencapai rasa puas. Kesal karena tak dapat putih yang didamba, puncak dada mencuat sendirinya, Yoongi lebih memilih nyalakan shower saja, ingin melupakan kepunyaan yang menegang.
Sepuluh menit berendam dalam air dingin nyatanya tak mau tidur juga, Yoongi sudah tersengguk karena merasa ngilu, cepat beranjak dan ambil ponsel yang ia bawa ke kamar mandi. Mendial satu nomor yang ia jadikan panggilan utama dalam kontaknya, terdengar dering tersambung dan diangkat oleh si empunya.
"Kak? Ada apa, sayang?"
Oh astaga, Jimin memang paling bisa membuat Yoongi terbang melintasi langit ke tujuh. Pintar betul membuat salah tingkah, hingga jantung berdebar menyebalkan.
"Jimin, aku boleh minta bantuan?" Tanya Yoongi sembari menggigiti kuku ibu jari, menyurutkan air dalam bathtub dan kembali duduk dengan kaki mengangkang, membiarkan lubangnya tersapu angin.
Jimin agak bingung, tapi cepat menyanggupi, untung saja jam kuliah pertama sudah usai masih ada waktu untuk pergi ke kelas selanjutnya, empat puluh lima menit lagi. Yoongi mendengung, merasa sungkan tapi ingin cepat menyelesaikan semuanya.
"Puji aku," pinta Yoongi, dan si bibir tebal mengerenyit, heran dengan permintaan manisnya.
"Kakak mirip gula-gula, manis yang buat aku suka," tukas Jimin cepat, si kulit pucat mendecak tak suka.
"Sebut nama, kumohon." Yoongi mengiba, dan Jimin bisa apa selain menuruti keinginan pria manisnya.
"Yoongi, karya Tuhan yang paling apik, mencintaimu memang yang terbaik."
Tubuh Yoongi meremang begitu saja, tangan kiri cepat menjamah bagian bawah, mengikuti naluri untuk memuaskan diri sendiri. Desah tak ada niat disembunyikan dari pemuda di seberang sana, malah semakin kencang saat Jimin bertanya dirinya sedang melakukan apa.
"Hei, kamu main sendiri? Astaga, kenapa gak ajak aku? Licik betul." Jimin kedengaran gusar di ujung sana, sedang Yoongi masih aktif melenguh sembari terus mendengar ocehan suaminya yang membuat panas suasana.
"Ahh—Jimin, aku sampai!" Pekik Yoongi nyaring sekali, Jimin merasa dongkol. Ia juga ingin ikut serta dalam memuaskan istrinya tapi masih harus mengikuti mata kuliah selanjutnya.
Tadi saja ketika Yoongi belum menelepon Jimin, pelepasan sukar didapat. Ajaib, mendengar suara Jimin saja membuatnya jadi cepat menyelesaikan urusan. Jimin mematikan telepon sepihak dengan banyak dengusan, Yoongi kurang menanggapi, sumpah demi apapun tubuh begitu lemas dan kakinya gemetaran sehabis mencapai putih.
Disambung dengan acara mandi yang membutuhkan waktu tak lama, pakai kaos dan celana santai selutut lantas pergi ke ruang tengah. Alangkah terkejutnya saat mendapati hidangan yang terbalut tutup saji, ada tulisan Jimin pada sticky note berwarna kuning.
‘Kak, dimakan sampai abis ya. Maaf cuma bikin roti, aku kesiangan soalnya, hehe. And i love you.’
Yoongi tertawa membacanya, segera melahap sarapan yang disediakan, juga satu gelas susu yang menyegarkan tenggorokan. Sabtu siang yang terasa indah, di saat kata cinta tak sukar lagi diucap secara terang-terangan.
Yoongi terlalu santai, hingga lupa pada perkataan Jimin menit tadi kalau pemuda itu akan menghancurkannya sampai tak bisa bergerak dari ranjang, dan habislah lubang Yoongi malam nanti.
Ingat! Jimin itu tak pernah main-main dengan ucapannya.
Tbc
Asiiikk, Minyoon kasmaran, saatnya Taekook untuk segera berlayar!
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
FanfictionKetika Daegu jadi titik temu takdir. Bertemu dengan sosok asing dan ... Menikah begitu saja. (Taekook; Tae-top, Kook-bottom) (Minyoon; Jim-top, Yoon-bottom) Don't like, don't read!