Part 48

844 91 3
                                    

Taehyung tergopoh cepat mengendarai motornya, setelah menerima panggilan dari teman Jungkook yang pernah menyambangi rumah mereka, pria Kim melajukan kendaraannya bagai setan, tak peduli akan pengendara lain yang hampir tertabrak. Ia hanya ingin cepat sampai pada tujuan, pada mudanya yang kini tengah butuh Taehyung sebagai penguat.

Seojoon saja sampai diabaikan saat pria itu bertanya ada apa? Taehyung tak ada waktu untuk bercakap-cakap, dia tengah terburu waktu. Meminta izin pada atasan pun bahkan Jenifer yang lakukan setelah Taehyung meminta dengan alasan Jungkook, tentu saja wanita berdada besar itu tak segan mengiyakan.

Universitas dengan nama terkenal itu sudah terpampang di depan mata, tak ragu lagi memasukkan kendaraan lebih dalam pun memarkirkannya di depan. Riuh Mahasiswa yang kejar mata kuliah siang berusaha tak didengar, atau ketika ada yang menyapa dirinya begitu terang-terangan ingin dekat kurang dihiraukan, ia hanya ingin segera lihat mudanya.

Bambam bilang setelah lurus menghadap lapang maka Taehyung perlu ke arah Timur, pria Kim mengingat semua itu, maka ketika jumpa lorong panjang ia membaca satu per satu nama ruangan. Ada ruang tata usaha, ruang olahraga, kemudian ruang kesehatan, itu dia yang dicari sedari tadi.

Pintunya sudah sedikit terbuka, ketika Taehyung melongok sedikit ia bisa lihat empat manusia tengah saling berbincang, tentu yang satu lagi berbaring mengenaskan. Taehyung langsung masuk tanpa ucap permisi lebih dulu, dia terlalu khawatir sampai lupa pada rasa sopan.

"Sayang, kamu kenapa tiba-tiba begini?" Tanya Taehyung dengan rautnya yang sedikit gahar, tapi coba ditekan keinginan membentak itu dalam-dalam agar Jungkook tak merasa ketakutan.

"It's okay, Bambam langsung bawa aku ke sini kok," sahut Jungkook agar suaminya tak terlalu mengkhawatirkan keadaan, tapi tak dapat menutupi ringis saat perutnya sedikit berdenyut.

"Apanya yang okay?! Kamu sakit 'kan? Jangan coba ditahan!" Sepertinya Taehyung tak kuasa lagi menahan amarah dalam diri, pria itu tak segan membentak di hadapan orang lain, ia hanya tak habis pikir pada mudanya yang berusaha baik-baik saja.

"Kak, sebenernya tadi Jungkook jatuh keras banget, perutnya sedikit ketekan, mau dibawa ke rumah sakit tapi Jungkook malah nolak," cuit Bambam, Jungkook memberi pelototan pada satu temannya itu, padahal sudah sepakat tak akan membicarakan pada Taehyung walau pria itu nantinya marah.

Tapi Bambam melanggar janji, lagipun kalau bungkam takut kenapa-kenapa pada bayinya, Bambam hanya tak ingin ambil resiko jikalau dirinya tutup mulut. Apalagi Jungkook jatuh tepat di hadapannya, tak sengaja tersandung batu di halaman belakang, pemuda itu menangis sembari memeluk perut, bagaimana Bambam bisa menyembunyikan rahasia itu?

Gemelutuk gigi Taehyung terdengar menakutkan, pria itu sudah dikuasai oleh emosi yang siap meledak kapan saja, tapi bibirnya tetap terkatup walau raut sudah tak berbentuk. Jungkook terkejut saat dengan tiba-tiba Taehyung mengangkat tubuhnya, membawa keluar ruangan setengah berlari, mengacuhkan pandangan tak mengerti dari orang sekitar yang menyaksikan kelakuan mereka berdua.

Kemudian Jungkook memilih mengatupkan bibirnya rapat-rapat saat merasakan Taehyung begitu berang, tapi tak sedikitpun ucapan marah keluar, pria itu bisa menahannya. Padahal Jungkook siap dicecar, atau perlu ditampar lagi seperti dulu. Kalau begini rasanya Jungkook tak tahan lagi, lengan masih memeluk pria kesayangan, sedang Taehyung fokus pada jalanan.

Jungkook mengerenyitkan dahi saat kediaman mereka terlewati begitu saja, Taehyung terus memacu kendaraannya agar lurus ke depan dengan satu tujuan awal, Jungkook tak banyak bertanya mengingat raut suaminya masih terlihat keras. Kemudian si gigi kelinci berkedip lucu saat Taehyung membawa mereka pada rumah sakit tempat berkonsultasi tentang kandungannya, Jungkook kembali digendong walau nyatanya si manis masih sanggup melangkah.

Untungnya Dokter Yoon sedang tak memeriksa, jadi Taehyung bisa langsung meminta diperiksa keadaan mudanya setelah memberitahu kalau Jungkook sempat jatuh ke tanah sampai perutnya terbentur. Dokter Yoon mengangguk kemudian melangkah pasti pada Jungkook yang sudah rebah di atas ranjang, pria hidung mancung itu tersenyum sembari membaluri perut dengan gel.

"Yang terbentur bagian mana? Sakit tidak, atau mual setelahnya?" Dokter Yoon bertanya hati-hati, Jungkook menunjuk bagian kiri pada perut.

"Sakit dikit, gak mual kok cuma pusing aja tapi gak parah." Jungkook coba menjelaskan keadaan, menekan para orang dewasa di sana kalau dirinya tak kenapa-kenapa, Jungkook ingin dia disebut baik-baik saja.

"Bayi kalian shock, dilihat dari arah tubuh mungil di dalam sana, lihat teliti, dua minggu lalu kepalanya tepat ke samping kini berubah ke bawah." Dokter Yoon menjelaskan terperinci walau Jungkook tak mengerti.

"Jadi, istri saya baik-baik saja 'kan?" Tanya Taehyung terburu, Dokter Yoon masih memperhatikan monitor sembari menggeser-geser alat pendeteksi pada perut Jungkook.

"Tidak tahu, minggu depan kemari lagi, ya? Saya ingin memastikan sesuatu, jika sesuai tafsiran, saya bisa bertindak." Jungkook meneguk ludah saat dengar ucapan terakhir Dokter itu, tapi pria tersebut masih menyuguhkan senyum sembari mengelap gel yang sempat dibubuhkan.

"Ini obatnya, saya sarankan untuk bed rest selama satu mingguan, banyak makan dan minum, jangan sampai stress." Dokter Yoon tak memberi resep obat untuk ditebus, melainkan langsung memberi satu kemasan dengan tiga varian warna beserta berapa kali meminumnya dalam sehari.

Taehyung pamit pulang pun kembali menggendong mudanya, tak membiarkan barang sedikit Jungkook untuk menjejak menggunakan tungkai kaki, peringatan dari Dokter Yoon membuatnya harus bertindak hati-hati.

Apa harus mengajukan cuti saja?

Atau harus bicarakan ini pada orang tua?

Tapi untuk opsi kedua bisa dipikirkan lagi nanti, mereka tak perlu memberi beban pada orang tua yang sudah renta, cukup Taehyung dan Jungkook saja untuk saling melengkapi.

Jungkook diletakkan pada tengah-tengah ranjang, Taehyung bahkan melepaskan sepatu mudanya juga tak lupa kaos kaki, pemuda itu mengerjap saja mendapat perlakuan luar biasa. Lantas Taehyung melipir keluar, Jungkook menghela napas saat tahu kalau Pak suami masih dirundung banyak rasa khawatir.

Pria itu datang lagi dengan buah melon dan segelas susu, sudut bibirnya bahkan tak terangkat seperti biasa, terus lurus sejajar tanda Taehyung tak ada niatan untuk senyum. Jungkook perhatikan saja sampai puas, tak coba membujuk karena dirinya merasa gemas.

"Ayo makan," bujuk Taehyung sembari menyodorkan garpu dengan potongan buah hijau segar itu, Jungkook menggeleng kecil.

"Ayah gak senyum, gak mau makan kalo gitu." Merajuk sudah satu pemuda, Taehyung menarik napas lalu mengembuskannya perlahan, dilakukan beberapa kali untuk membuat perasaan kembali tenang seperti sediakala.

"Ibu, makan dulu, ya?" Taehyung mengangguk dengan senyuman tersemat tampan, Jungkook terkekeh saat keinginannya dipenuhi.

Mulut terbuka leluasa kali ini, saat Taehyung kembali pada raut asalnya, memberi satu sunggingan rupawan yang selalu Jungkook puja selama ini, membuat desir dalam hati tak bisa dipaksa untuk berhenti. Salahkah bila Jungkook semakin cinta pria itu? Suaminya terlalu agung untuk dibuat kecewa.

Pun sore itu diisi satu kenangan tak terlupa, menciptakan gelenyar lain dalam dada, membiarkan khawatir bercampur cinta bersatu begitu saja memenuhi kepala. Jungkook dan Taehyung hanya terlalu mencinta hingga dibuat hampir gila.










Tbc

Moga baby Kim yang dinanti gak kenapa-kenapa.

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang